Nayara Kirana seorang wanita muda berusia 28 tahun. Bekerja sebagai asisten pribadi dari seorang pria matang, dan masih bujang, berusia 35 tahun, bernama Elvano Natha Prawira.
Selama 3 tahun Nayara menjadi asisten pria itu, ia pun sudah dikenal baik oleh keluarga sang atasan.
Suatu malam di sebuah pesta, Nayara tanpa sengaja menghilangkan cincin berlian senilai 500 juta rupiah, milik dari Madam Giselle -- Ibu Elvano yang dititipkan pada gadis itu.
Madam Gi meminta Nayara untuk bertanggung jawab, mengembalikan dalam bentuk uang tunai senilai 500 Juta rupiah.
Namun Nayara tidak memiliki uang sebanyak itu. Sehingga Madam Gi memberikan sebuah penawaran.
"Buat Elvano jatuh cinta sama kamu. Atau saya laporkan kamu ke polisi, dengan tuduhan pencurian?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Kamu Mirip SPG!
Jika seminggu yang lalu pikiran Elvano terganggu karena perubahan penampilan Nayara. Hari ini, pria itu kembali tidak fokus bekerja.
Ucapan Gilang akhir pekan kemarin, terus saja terngiang di benaknya.
Apa benar jika dirinya cemburu? Dan, Cemburu itu tanda cinta.
Ah! Sial!
Sepertinya Elvano terlalu memanjakan Gilang selama ini, sampai - sampai pria itu berbicara seenaknya.
Mana mungkin Elvano mencintai Nayara? Bukankah selama ini ia melihat gadis itu seperti seorang pria?
Si Gilang itu benar - benar sok tau. Dan sembarang dalam berpendapat.
“Sepertinya aku harus lebih sering mengirim dia pergi ke luar kota.” Monolog Elvano.
“Siapa yang mau di kirim ke luar kota, pak?” Tanya Nayara penasaran.
Elvano yang sejak tadi sibuk dengan pikirannya sendiri, tidak menyadari jika sang asisten pribadi sudah berdiri di sebarang meja kerjanya.
“Ada apa, Ra?” Tanya pria itu.
“Bapak mau mengirim siapa ke luar kota?” Tanya gadis itu sekali lagi.
“Tidak ada. Kamu ada apa datang kemari?”
Padahal mereka memang satu ruangan. Pertanyaan Elvano seolah Nayara berada jauh darinya.
“Mau mengingatkan bapak, kita ada temu janji makan siang dengan Pratama Corp.” Ucap gadis itu.
Elvano menghela nafas kasar. Ia kemudian melirik arloji mahal di pergelangan tangannya. Setengah jam lagi waktu makan siang tiba.
Pria itu kemudian mengakhiri pekerjaannya. Nayara ikut membantu merapikan meja kerjanya.
“Kapan rambut kamu kembali panjang, Ra?” Tanya pria itu saat Nayara membantu merapikan dasinya.
Seharusnya Elvano tidak perlu melepas dasi itu, jika ia sendiri tidak bisa memakainya kembali.
Ingin sekali Nayara protes, tetapi itu merupakan salah satu pekerjaannya.
“Baru di potong kemarin, pak. Mungkin setahun lagi.” Ucap gadis itu asal.
Ia mana tau, kapan rambutnya akan kembali panjang?
“Lama sekali. Bukannya ada rambut palsu yang bisa di sambung? Kenapa kamu tidak memakai itu saja? Biar rambut kembali seperti semula.” Ucap pria itu.
Nayara hanya mampu menganga. “Pak. Saya sengaja memotongnya. Untuk apa menggunakan rambut palsu lagi?”
“Saya tidak terbiasa melihat penampilan kamu yang seperti ini.” Ucap pria itu sembari melangkah menuju pintu ruangannya.
Nayara dengan cepat mengambil tas kerjanya. Kemudian mengekori langkah Elvano. Ia hampir terjatuh di anak tangga terakhir. Saking bersemangatnya mengejar pria itu.
Padahal cuma tiga undakan. Hampir saja terjadi bencana. Huh!
“Memang penampilan saya yang sekarang seperti apa, pak?” Tanya Nayara saat Elvano hendak membuka pintu.
Pria itu pun memutar tubuhnya, menatap sang asisten pribadi dengan lekat.
Jujur saja, Nayara terlihat lebih segar, lebih muda dari usianya. Gadis itu memiliki kecantikan yang sederhana. Hanya dengan mengubah gaya rambutnya saja, sudah membuatnya terlihat sangat berbeda.
“Kamu mirip SPG.” Ucap Elvano tanpa rasa bersalah.
Mata Nayara membulat sempurna. Ia menghentakkan kaki dengan kedua tangan terkepal sempurna di sisi tubuhnya.
‘Penampilan secantik ini dikatakan mirip SPG? Yang benar saja kamu Elvano Natha Prawira! Akan aku buat kamu bucin! Dan bertekuk lutut padaku. Awas saja!’
.
.
.
Suasana hati Nayara mendadak tidak bersemangat, setelah dikatakan mirip SPG oleh Elvano.
Meski gadis itu tau, jika sang atasan hanya bergurau. Namun, Nayara tetap tidak suka mendengarnya.
“Kamu kenapa diam saja, Ra?” Tanya Elvano sembari melihat daftar menu. Mereka sedang menunggu klien tiba. Yang katanya masih terjebak macet di perempatan jalanan.
“Bapak mau pesan apa?” Tanya gadis itu kemudian.
Mereka kini tengah berada di salah satu restoran bintang lima, yang menyajikan menu masakan nusantara dan beraneka makanan laut.
“Nasi Padang saja. Sudah lama tidak menimbun lemak.” Ucap pria itu menutup buku menu.
Nayara mengangguk paham. Ia kemudian memilih makanan untuk mereka berdua.
“Maaf, pak Elvano. Saya datang terlambat.” Seorang pria dewasa, yang mungkin seumuran Elvano berdiri tak jauh dari meja yang mereka tempati.
Elvano dan Nayara kompak berdiri. Kemudian menyapa klien mereka. Dan mempersilahkan untuk duduk.
“Apa anda datang sendiri, pak Angga?” Tanya Elvano setelah mereka sama - sama duduk.
“Asisten saya sedang memarkirkan mobil. Saya tidak enak hati dengan pak Elvano. Karena itu, saya segera datang kemari.” Jelas pria bernama Angga Pratama itu.
Mereka sedang membahas kerja sama pembangunan sekolah ramah anak di daerah pinggiran kota Jakarta.
“Tidak masalah, pak Angga. Kami juga belum lama sampai. Asisten saya bahkan baru memilih makanan.” Jelas Elvano.
Nayara hanya mengangguk - anggukan kepalanya. Ia belum pernah bertemu dengan klien ini sebelumnya, karena Elvano waktu itu mengajak Gilang. Bukan dirinya.
“Permisi.” Suara seorang pria menginterupsi. Sontak membuat Elvano dan Nayara mendongak.
“Nah ini dia asisten saya.” Ucap Angga Pratama.
Elvano mengulurkan tangannya. Dan pria muda itu menyambutnya.
“Nayara.” Ucap asisten dari Angga Pratama itu.
Gadis yang di sebutkan namanya, sontak mengerutkan dahi.
“Kamu benar Nayara Kirana, ‘kan? Putrinya pak Agus Setianto?” Tanya pria itu.
Nayara menganggukkan kepalanya pelan. “Maaf, darimana anda tau nama ayah saya?”
“Aku Adrian. Anak pemilik lahan di kampung. Kamu ingatkan? Dulu kita pernah bertemu beberapa kali. Dan ayah kamu sering bercerita tentang kamu jika aku lagi pulang.” Ucap pria itu dengan semangat.
“Adrian?” Nayara bergumam pelan. Kemudian mengangguk. Ia berusaha mengingat wajah dari anak juragan di kampungnya.
Sudah lama sekali, pantas saja gadis itu tidak mengingatnya.
Pria itu tersenyum ramah. “Senang akhirnya bisa bertemu kamu disini. Dan, kita akan sering bertemu setelah ini.”
Elvano menaikkan salah satu alisnya. Menatap Nayara dan pria bernama Adrian itu secara bergantian.
“Wah, rupanya kamu sudah mengenal asistennya pak Elvano, yan.” Ucap pak Angga.
“Kami pernah bertemu dulu, pak. Dan sepertinya Nayara tidak mengingat saya.” Adrian memgedikkan bahunya. Ia kemudian duduk di samping sang atasan.
Seorang pramusaji kemudian datang untuk mencatat pesanan makanan mereka.
Elvano dan Angga Pratama kemudian membicarakan progres pembangunan sekolah. Dan para asisten dengan sigap mencatat poin - poin pembicaraan atasan mereka.
Obrolan terhenti ketika pesanan makanan mereka datang.
Dari tempat duduknya, Adrian mencuri kesempatan untuk melihat ke arah Nayara. Namun gadis itu tidak menyadarinya. Ia sibuk dengan makanannya.
Tanpa Adrian sadari, Elvano melihatnya sejak tadi.
Pria itu kemudian berdeham pelan. Membuat Nayara melirik ke arah sang atasan.
“Ada apa, pak?” Tanya gadis itu.
“Ambilkan saya gulai tunjang itu, Ra.” Perintahnya.
Nayara pun menurut. “Mau apalagi? Daun singkong?”
“Telur dadar.”
Nayara dengan sigap melayani sang atasan. Dan tingkahnya tak luput dari penglihatan dua pria yang duduk di hadapan mereka.
“Sepertinya sangat menyenangkan memiliki asisten wanita.” Ucap pak Angga.
Elvano menyunggingkan sudut bibirnya sembari mengangguk.
“Anda benar sekali, pak Angga. Asisten wanita lebih memahami disaat - saat seperti ini.” Timpal Elvano.
“Apa bapak berencana mengganti saya?” Sela Adrian.
“Tidak, yan. Setau saya, pak Elvano juga memiliki asisten pria. Yang tempo hari ikut ke lapangan.”
“Iya, pak Angga. Saya memiliki dua asisten. Yang satu saya mengurusi urusan pekerjaan, dan Nayara lebih ke urusan pribadi saya.” Ucap Elvano dengan santai.
Entah kenapa ia merasa tidak suka melihat Adrian yang sejak tadi terus memperhatikan Nayara.
Acara makan siang itu pun berjalan dengan tenang dan lancar.
“Nay, apa aku boleh meminta nomor ponsel kamu?” Tanya Adrian saat mereka hendak berpisah di depan restoran.
Elvano yang berjalan di depan bersama pak Angga, sontak berhenti dan membalik tubuhnya.
Nayara hendak membuka mulutnya.
“Ra. Kunci mobil ada di tas kamu? Sini, biar saya ambil mobilnya.” Panggil Elvano.
“Adrian, sebentar. Dia kalau tidak di turuti, nanti tantrum.” Nayara merogoh tasnya untuk mengambil kunci.
Adrian menghela nafas kasar. Ia tidak bisa berlama - lama. Karena harus mengantar Angga ke tempat lain.
“Kami pamit dulu, pak Elvano, mbak Nayara.” Pamit pak Angga.
“Sampai jumpa lagi, Nay.” Ucap Adrian sembari melambai pelan.
“Hati - hati, Ad —
“Masuk, Ra!”
“Astaga! Dia kenapa lagi?”
...****************...
nungguin si el bucin sama si nay..
ayok kak hari ini upny double 🤭