NovelToon NovelToon
MANTAN TENTARA BAYARAN: SEORANG MILIARDER 2

MANTAN TENTARA BAYARAN: SEORANG MILIARDER 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Mata-mata/Agen / Trauma masa lalu / Action / Crazy Rich/Konglomerat / Kaya Raya / Balas Dendam
Popularitas:11.7k
Nilai: 5
Nama Author: BRAXX

Setelah menumbangkan Tuan Tua, James mengira semuanya sudah selesai. Namun, di akhir hidupnya, pria itu justru mengungkapkan kebenaran yang tak pernah James duga.

Dalang di balik runtuhnya keluarga James bukanlah Tuan Tua, melainkan Keluarga Brook yang asli.

Pengakuan itu mengubah arah perjalanan James. Ia sadar ada musuh yang lebih besar—dan lebih dekat—yang harus ia hadapi.

Belum sempat ia menggali lebih jauh, kemunculan lelaki tua secara tiba-tiba:
Edwin Carter, penguasa Pulau Scarlett yang ternyata adalah ayah kandung Sophie.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MENEMUKAN TEMPAT YANG COCOK

Jasmine memasuki ruangan itu dengan kilau di matanya. "Bos, aku menemukan properti yang sempurna untuk restoran."

James melihat ekspresinya dan mengangkat alisnya. "Sepertinya seseorang lebih bersemangat daripadaku."

Jasmine berdeham, malu, tapi tidak bisa menyembunyikan senyum di wajahnya.

James bersandar di kursinya. "Baiklah kalau begitu, tunjukkan apa yang kau temukan sampai membuatmu begitu bersemangat."

Pipi Jasmine sedikit memerah saat ia mengetuk tabletnya. Dengan bunyi klik lembut, layar-layar besar di dinding menyala, menampilkan gambar-gambar properti.

"Tempat ini sangat dekat dengan The Boulevard Mall," jelas Jasmine dengan suara penuh semangat. "Dulu tempat ini adalah ruang pesta, tapi sekarang sedang dijual. Jangkauan pasarnya sempurna—jalan ramai, lokasi strategis. Kita bisa merenovasinya menjadi restoran, dan itu akan langsung menonjol."

James mempelajari gambar-gambar itu dengan saksama, lalu mengangguk dengan senyum tipis. "Kelihatan bagus. Ayo kita lihat langsung. Bagaimana kalau kita mengundang Mama juga?"

Ia mengambil ponselnya dan menelepon rumah.

Julian mengangkat telepon. "Halo."

"Itu aku, Ayah," kata James. "Aku akan mengirimkan alamat padamu. Bisakah kau membawa Mama ke sana? Kami sudah menemukan properti untuk restoran."

"Kau sudah menemukannya?" Julian terdengar terkejut senang. "Itu bagus. Kami akan segera ke sana."

Panggilan berakhir.

James memasukkan kembali ponselnya ke saku dan melihat Jasmine. "Ayo pergi."

Jasmine tersenyum sambil menutup tabletnya. Bersama-sama, mereka meninggalkan Ember Plaza dan berkendara menuju properti itu, antisipasi untuk melihat reaksi Sophie sudah tumbuh di benak James.

Mobil itu meluncur melalui jalanan kota yang ramai.

Saat lampu merah menyala, pandangan James beralih ke sebuah gedung tinggi di sudut jalan.

Ia sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan. "Apakah itu rumah lelang?"

Jasmine mengikuti arah pandangannya dan mengangguk. "Ya, Bos. Keamanan disana sangat ketat karena berlian itu. Mereka sudah menjaga tempat itu selama berminggu-minggu bahkan sebelum berlian itu tiba."

Mata James menelusuri pemandangan—polisi berjaga disekitar, barikade dipasang, tapi pandangannya yang tajam menangkap detail yang tidak dilihat orang lain. Perlahan, senyum muncul di wajahnya.

Jasmine mengerutkan dahi. "Ada apa, Tuan?"

James memiringkan kepalanya ke arah kerumunan. "Tempat ini akan dirampok malam ini."

Jasmine berkedip kaget. "Bagaimana kau tahu?"

"Ada terlalu banyak orang mencurigakan yang bercampur. Lihat baik-baik. Entah mereka polisi yang menyamar... atau para pencuri yang menyamar diantara kerumunan." Matanya menyipit saat ia mengikuti gerakan halus. "Lihat? Mereka bergerak bersama."

Jasmine mencondongkan tubuh ke depan, matanya yang tajam akhirnya melihatnya juga. Beberapa pria yang sebelumnya tersebar di antara pejalan kaki mulai berkumpul kembali dan masuk ke satu mobil gelap yang diparkir tidak jauh dari sana.

Napasnya tercekat. "Ya, Bos. Kau benar. Mereka semua masuk ke mobil yang sama."

Lampu lalu lintas berubah hijau. James menginjak gas, mesin menderu saat mobil melaju maju.

"Clara sedang bersama Lucy sekarang," kata James tenang, matanya tetap fokus pada jalan. "Beritahu dia. Katakan padanya untuk memperingatkan Lucy bahwa akan ada perampokan di rumah lelang malam ini."

"Baik, Bos." Jasmine cepat mengetik pesan di ponselnya, mengirim teks terenkripsi kepada Clara.

Saat ia kembali mengangkat kepala, mereka sudah memasuki jalan lebar tempat properti itu berada.

Beberapa saat kemudian, mobil lain berhenti di samping mereka. Julian dan Sophie keluar, mata penasaran Sophie langsung tertuju pada bangunan di depannya.

Seorang pria tinggi dengan setelan abu-abu rapi melangkah maju dengan sedikit membungkuk sopan.

"Halo Tuan Brook, merupakan kehormatan bagi saya bisa bertemu langsung dengan Anda. Saya Dennis. Saat ini saya bertanggung jawab atas penjualan properti ini. Nona Jasmine memberitahu saya bahwa Anda tertarik membelinya untuk membangun sebuah restoran."

James mengulurkan tangan dengan senyum tipis. "Hai, Dennis. Senang bertemu denganmu. Ini Ibu dan Ayahku. Kami di sini untuk melihat propertinya untuk mereka."

Mata Dennis beralih ke Sophie dan Julian dengan senyum ramah. "Halo," sapanya hangat. "Senang bertemu dengan Anda berdua."

Sophie mengangguk sopan sementara Julian menjabat tangannya dengan tegas.

"Silahkan," Dennis menunjuk ke pintu ganda besar, "biarkan saya menunjukkan properti ini kepada kalian."

Mereka mengikutinya masuk.

Ruang pesta tua itu terbentang di depan mereka, luas dan lapang dengan langit-langit tinggi dan lampu gantung yang telah kusam. Dinding-dindingnya masih dihiasi garis samar tempat lukisan pernah tergantung, dan lantai marmer menunjukkan bekas-bekas halus dari banyaknya acara yang dulu diadakan. Sebuah panggung panjang di ujung ruangan memberi kesan bahwa tempat itu pernah menjadi saksi pernikahan, pesta, dan jamuan besar di masa lalu. Debu tipis masih terlihat di sudut-sudutnya.

Mata Sophie melembut saat ia berputar perlahan, menikmati tempat itu. "Ini sempurna," bisiknya dengan tersenyum.

Julian mengusap pilar marmer, mengangguk berpikir. "Ya... hanya perlu renovasi yang tepat, tapi strukturnya kokoh. Setelah direnovasi, tempat ini akan bersinar lagi."

James menatap mereka, puas. "Bagus kalau kalian menyukainya. Itu saja yang ingin aku lihat di wajah kalian." Ia menoleh pada Dennis, suaranya tegas. "Mari kita selesaikan ini. Kita akan mulai merenovasi dan desain interior secepatnya."

Dennis hampir tergagap karena terlalu bersemangat. "Tentu saja, Tuan Brook. Saya akan menyiapkan dokumen-dokumennya segera."

Sophie meletakkan tangannya di lengan James, matanya berkilat. "Terima kasih, nak. Ini berarti lebih dari yang bisa Mama ungkapkan."

James tersenyum hangat padanya. "Ini impian Mama. Dan sekarang, kita akan membuatnya menjadi nyata."

Kesepakatan pun diselesaikan, dan gedung itu resmi menjadi milik mereka. Sophie dan Julian kembali ke rumah, tidak sabar menunggu Chloe dan Felix pulang dari sekolah untuk memberitahu kabar bahagia itu.

James, bagaimanapun, kembali ke Ember Plaza bersama Jasmine.

Di dalam ruangannya, ia terkejut menemukan Lucy sedang menunggu, ekspresinya jauh lebih serius dari biasanya.

"Apakah benar, apa yang kau katakan tadi?" tanyanya begitu James masuk.

James meletakkan tas kerjanya dan menatapnya. "Aku hanya melewati tempat itu. Ada beberapa orang mencurigakan disekitar sana, jadi kupikir lebih baik memperingatkanmu agar lebih berhati-hati."

Lucy menghembuskan napas, bahunya sedikit turun lega. "Begitu ya... Terima kasih untuk peringatannya. Kami akan mengurusnya." Sebuah senyum tipis muncul di bibirnya. "Ngomong-ngomong, terima kasih untuk hari ini. Aku benar-benar menikmati hariku di Crescent Bay."

James bersandar pada mejanya, "Senang kau menyukainya. Kalau butuh sesuatu, hubungi saja aku. Aku akan dengan senang hati membantu."

Mata Lucy melunak sejenak. "Terima kasih."

Setelah itu, Lucy berdiri, mengangguk sopan, lalu keluar.

James menunggu hingga pintu tertutup sebelum mengeluarkan ponselnya. Ia menekan nomor Paula.

"Ya, bos," suara Paula terdengar tajam seperti biasa.

"Paula, aku mengirimkanmu sebuah alamat. Aku ingin ada orang mengawasi tempat itu secara diam-diam. Itu adalah rumah lelang—aku pikir akan ada perampokan malam ini," jelas James.

Paula tertawa diseberang telepon. "Kau lupa memanggilku Kakak, James."

James menghela napas, memijat pangkal hidungnya. "Baiklah, Kak Paula, tolong bantu aku dengan ini."

Tawanya pecah lagi, penuh godaan. "Aku bercanda, bos. Aku akan mengurusnya." Lalu suaranya kembali nakal. "Ngomong-ngomong, apakah kau tertarik dengan gadis dari Kepolisian Brightvale itu? Dia memiliki rekam jejak yang cukup bagus, lho."

James mengerutkan kening, meski senyum kecil muncul di bibirnya. "Apa yang kau bicarakan? Aku hanya melakukannya karena dia memberiku undangan rumah lelang."

"..." James diam.

"Baiklah," lanjut Paula, "semoga harimu menyenangkan, bos."

Sambungan telepon terputus.

James menggelengkan kepalanya pelan, menatap ponselnya, menghela napas panjang. "Gadis ini..."

Matahari telah tenggelam di balik gedung-gedung ketika James akhirnya mengemudi pulang.

Saat memasuki rumah, aroma masakan yang samar tercium dari dapur.

"Aku pulang," seru James sambil melepas mantelnya. Sebuah senyum kecil muncul saat ia menghirup aroma itu. "Apa yang sedang dimasak? Aromanya enak sekali."

Sebelum ada yang menjawab, Chloe dan Felix berlari ke ruang tamu.

"Kakaaak!" Felix melambai sambil membawa selembar kertas. "Lihat gambar yang kubuat!"

James berjongkok untuk melihatnya. "Wah, ini gajah yang bagus sekali."

Felix menggembungkan pipinya. "Bukan, kak! Ini harimau!"

James mengangkat alis, pura-pura bingung. "Harimau? Lalu kenapa harimaumu memiliki belalai?"

Felix menyilangkan tangan, serius seperti biasa. "Itu bukan belalai, itu ekor, kak."

James tertawa dan mengusap kepalanya. "Baiklah, kalau begitu. Tapi kenapa harimaumu berwarna hitam?"

Felix tersenyum lebar. "Karena harimau hitam itu keren."

James tertawa hangat dan mengacak rambutnya. "Baiklah, harimau hitam. Kelihatannya garang."

Ia menoleh kearah Chloe yang diam memperhatikan. "Lalu bagaimana dengamu, Chloe? Apakah kau menggambar sesuatu hari ini?”

Chloe cemberut. "Tidak, kak. Aku bosan menggunakan krayon. Bisakah kau membelikan aku cat air?"

James tersenyum. "Tentu saja. Besok akan aku belikan."

Keduanya langsung tersenyum cerah.

"Jadi," James bersandar di sofa, "bagaimana sekolah kalian hari ini?"

Felix menepuk tangan dengan gembira. "Kak, hari ini ulang tahun Bu Johnson! Dia memberi kami semua cupcake saat makan siang."

Chloe mengangguk cepat. "Sangat enak."

James terkejut dramatis. "Ohh, kakak iri. Aku juga mau makan cupcake!”

Chloe terkikik. "Lain kali kami akan membawa pulang satu cupcake untukmu."

Julian, yang sejak tadi memperhatikan sambil tersenyum, akhirnya ikut bicara. "Bawakan dua. Satu untukku juga..."

Ruang itu dipenuhi tawa lembut, aroma masakan Sophie menyelimuti mereka.

1
Noer Asiah Cahyono
lanjutkan thor
MELBOURNE: selagi nunggu bab terbaru cerita ini
mending baca dulu cerita terbaruku
dengan judul SISTEM BALAS DENDAM
atau bisa langsung cek di profil aku
total 1 replies
Naga Hitam
the web
Naga Hitam
kamuka?
Naga Hitam
menarik
Rocky
Karya yang luar biasa menarik.
Semangat buat Author..
Noer Asiah Cahyono
keren Thor, aku baru baca novel yg cerita nya perfect, mudah di baca tapi bikin deg2an🥰
MELBOURNE: makasihh🙏🙏
total 1 replies
Crisanto
hallo Author ko menghilang trussss,lama muncul cuman up 1 Bab..🤦🙏
Crisanto: semangat Thor 🙏🙏
total 2 replies
Crisanto
Authornya Lagi Sibuk..Harap ngerti 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!