NovelToon NovelToon
Bintangku 2

Bintangku 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Kisah cinta masa kecil / Cintapertama / Keluarga / Cintamanis
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Sabana01

sambungan season 1,
Bintang kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya, tiba-tiba omanya berubah. ia menentang hubungannya dengan Bio

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pagi yang kedatangan Tamu

Lampu kamar rawat masih menyala redup ketika malam semakin larut. Suara alat monitor berdetak pelan, teratur, seolah menjaga napas Bintang agar tetap stabil.

Bio duduk di kursi kecil di samping ranjang, tubuhnya condong ke depan, kedua tangannya saling menggenggam erat. Matanya hampir tak lepas dari wajah Bintang yang tertidur. Gadis itu tampak rapuh—bulu matanya panjang, bibirnya pucat, napasnya pelan tapi teratur.

Rasa bersalah kembali menekan dadanya.

Ia meraih ponsel, melangkah pelan ke sudut ruangan agar tidak mengganggu Bintang, lalu menelpon seseorang yang sudah ia tunda sejak tadi.

“Mama…”

Suara di seberang langsung berubah cemas.

“Kamu di mana, Bio? Dari tadi Mama nelpon nggak diangkat.”

“Aku di rumah sakit, Ma.” Suaranya diturunkan. “Bintang… dia pingsan. Sekarang sudah stabil, tapi masih harus dirawat.”

Ada jeda. Bio bisa membayangkan wajah ibunya menegang.

“Kamu sama dia sekarang?”

“Iya. Aku nemenin.”

Ibunya menghela napas panjang.

“Ya sudah. Temani dia baik-baik. Jangan pergi ke mana-mana dulu. Mama doain dari sini.”

“Iya, Ma.” Bio menutup mata sejenak. “Makasih.”

Setelah panggilan berakhir, ia kembali duduk di sisi ranjang. Dengan hati-hati, Bio meraih tangan Bintang—dingin, kecil, tapi nyata. Ia menggenggamnya perlahan, seolah takut membuat gadis itu menghilang.

“Aku di sini,” bisiknya lirih. “Aku nggak ke mana-mana lagi.”

Malam itu, Bio tidak tidur. Ia hanya duduk, menjaga, sesekali mengusap punggung tangan Bintang dengan ibu jarinya, menunggu pagi dengan perasaan campur aduk antara takut, lega, dan cinta yang tak pernah benar-benar pergi.

Pagi datang perlahan.

Cahaya matahari menembus tirai jendela, menyentuh wajah Bintang yang mulai bergerak. Kelopak matanya berkedip, lalu terbuka perlahan.

Bio langsung bangkit.

“Bio?”

"Iyah sayang"

Bintang menoleh. Ketika matanya menemukan Bio di sana—utuh, nyata, dan tidak pergi—senyum kecil langsung terbit di wajahnya.

“Kamu masih di sini…” suaranya serak, tapi hangat.

“Iya.” Bio tersenyum lemah. “Mau ke mana lagi.”

Tak lama kemudian, perawat datang membawa nampan sarapan. Bubur hangat dan segelas teh.

Bio membantu menaikkan sandaran ranjang. Dengan gerakan canggung tapi penuh perhatian, ia menyendokkan bubur dan menyuapkannya perlahan.

“Hati-hati panas,” katanya.

Bintang menurut, menelan perlahan. Matanya tak lepas dari wajah Bio, seolah ingin memastikan momen itu benar-benar terjadi.

“Kamu belum pulang?” tanyanya pelan.

“Nggak.” Bio menggeleng. “Aku temani kamu.”

Bintang tersenyum, senyum yang membuat dada Bio terasa hangat… dan sedikit perih karena rasa bersalah.

Namun ketenangan itu hanya bertahan sebentar.

Ketukan di pintu terdengar.

“Masuk,” kata Bio.

Pintu terbuka, dan Oma Rosmawati melangkah masuk—rapi, anggun, dengan ekspresi yang sulit dibaca. Di sampingnya berdiri seorang pemuda tinggi, berwajah bersih, berpakaian rapi dengan senyum sopan.

Bintang langsung terkejut.

“Oma…?”

Lalu pandangannya berpindah. “Satya?”

Pemuda itu tersenyum lebar.

“Bintang. Akhirnya ketemu lagi.”

Satya.

Nama itu seperti jatuh tepat di dada Bio.

“Teman kuliahmu di Inggris,” kata Oma singkat, seolah memperkenalkan sesuatu yang sudah sewajarnya ada di sana. “Dia dengar kamu sakit, jadi ikut Oma menjenguk.”

Satya mendekat ke ranjang. “Kamu kelihatan pucat. Tapi… masih Bintang yang aku kenal.”

Bintang tertawa kecil. “Kamu masih sama, Sat. Selalu berlebihan.”

Nada suara itu… ringan. Akrab. Terlalu akrab.

Bio berdiri di sisi ranjang, tapi mendadak merasa seperti orang asing di ruangan itu.

Satya melirik ke arahnya, lalu mengulurkan tangan.

“Halo. Kamu Bio, ya?”

“Iya.” Bio menjabat singkat. Senyumnya tipis, hampir tak terlihat.

Sementara Bintang dan Satya mulai berbincang—tentang kampus, tentang dosen lama, tentang London yang dingin—Bio hanya berdiri diam. Setiap tawa kecil Bintang, setiap sorot matanya yang hidup saat menatap Satya, membuat dada Bio terasa mengencang.

Cemburu.

Perasaan itu datang diam-diam, tak diundang, tapi nyata.

Bio menatap tangan Bintang yang tadi ia genggam. Kini tangan itu bergerak bebas, sesekali mengisyaratkan cerita pada Satya.

“Jadi kamu pulang ke Indonesia tanpa kabar,” kata Satya sambil tersenyum. “Aku kira kamu bakal lanjut S2 di sana.”

Bintang tersenyum samar. “Rencananya berubah.”

Bio menunduk sedikit.

Entah kenapa, pagi itu—di ruang rawat yang sempit—ia merasa kembali kehilangan pijakan.

Dan untuk pertama kalinya sejak semalam, Bio sadar:

menjaga Bintang bukan hanya soal bertahan di sampingnya…

tapi juga tentang siap menghadapi dunia yang selalu mencoba menariknya pergi.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!