Vivian: Perempuan Di Ujung Harapan
"Yang, Tunggu!" teriak seorang pemuda dari lorong sekolah itu.
Bukannya perduli orang yang di panggil tersebut tidak melirik sama sekali, dan memilih melanjutkan jalannya kearah gerbang sekolah. Seolah tak ingin berhubungan apapun dengan orang yang memanggilnya itu.
Pemuda itu berlari, dan berteriak kembali, “Vivian, berhenti. Kalo nggak, lo abis sama gue!”
Ya, perempuan tersebut bernama Vivian. Gadis yang baru saja menduduki bangku kelas 9 SMP itu terpaksa berhenti, dan berbalik dengan menunjukkan wajah dinginnya kearah sumber suara yang memanggilnya tadi.
“Maksud lo apa Sel?” tanya Vivian dengan ekspresi yang sangat datar.
“Udah gue bilang, gue nggak mau lagi berhubungan dengan lo, gue capek Aksel, gue capek. Ngerti nggak sih lo!” lanjut Vivian dengan ngegas tanpa peduli orang disekitarnya yang mungkin penasaran apa yang terjadi, tapi tetap melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.
“Maksud kamu apa sayang?” tanya Aksel yang sudah ada dihadapannya dan sedikit mencondongkan kepalanya seolah berbisik dengan nada mengancam.
Aksel meraih tangan Vivian dan menggenggamnya dengan kuat, segera beranjak meninggalkan sekolah. Motor Aksel melaju kencang, mereka menuju kontrakan dimana Aksel itu tinggal. Ya mereka sudah sering sekali berduaan di kontrakan ini. Sejak mereka baru duduk di kelas 8 SMP, mereka sudah menjalin hubungan sudah satu tahun lebih jika di hitung hingga hari ini.
Tidak peduli Vivian akan memberontak, seorang Aksel tidak akan melepaskan Vivian begitu saja. Vivian yang sudah hafal tabiat sang kekasih itu, kali ini dia memilih diam membisu, seolah tak peduli lagi apa yang terjadi kedepannya, mungkin Ini adalah titik lelahnya Vivian menghadapi Aksel yang sangat posesif dan obsesi kepada dirinya.
Bruugh…
Duugh…
Suara pintu di hempaskan dan Vivian pun di seret ke kamar, dan terhempas di kasur empuk milik Aksel.
“Apa maksud lo ha? Lo mau gue kasar sama lo. Jangan pancing kesabaran aku sayang!” bentak Aksel mulai mendekat kearah Vivian yang sudah meringis kesakitan karena tangan dan kakinya sudah di ikat oleh Aksel, mulut Vivian pun sudah ia sumpal. Air mata Vivian pun mulai menetes.
“Mau lo apa sayang? Gue dah bilang lo nggak bakalan bisa ninggalin gue gitu aja sayang…” ujar Aksel dengan suara beratnya, dengan membelai pipi mulus Vivian.
“Aku sudah menahan dan sangat sabar menahan semua ini. Tapi kamu sudah seenaknya ingin mencampakkanku. Itu sangat mustahil untuk kau lakukan sayang” ujar Aksel sambil membelai dan perlahan membuka sumpalan yang ada di mulut Vivian.
Buaah…
Haaahh…
Hah—Hh…
Isssh…
Vivian mulai mengambil nafasnya dalam, dan mulai meringis kesakitan.
"Aksel… Aku mohon jangan seperti ini, aku capek Sel. Pliss lupakan dan lepaskan aku…” ucap Vivian lirih dengan sorot mata mengiba.
“Gaak, nggak sayang… itu tidak akan pernah terjadi. Aku nggak bisa hidup tanpamu sayang…” ujar Aksel sedikit melunak.
“Kamu tau, semua yang aku lakukan selama ini untukmu itu, demi kebaikan hubungan kita berdua sayang. Percayalah…” lanjut Aksel sambil mendudukkan Vivian, tanpa melepaskan ikatannya.
“Tapi ngga gini caranya Sel, nggak gini…” jawab Vivian sudah menangis tak terbendung.
“Ka—kamu tau, selama ini aku cukup tertekan dengan hubungan kita, bahkan orang tuaku pun tidak tau tentang hubungan yang kita jalin selama ini. Walaupun masih batas wajar kita menjalaninya. Sekarang kamu mau mempertahankan hubungan ini? Apa kamu sadar jika selama ini bukan cinta yang kamu berikan, melainkan obsesimu terhadapku. Bodohnya aku masih percaya dengan rayuan manismu, walau kamu sering menyakitiku” ujar Vivian, mengeluarkan semua unek-uneknya yang selama ini yang ia pendam.
“Jadi, ku mohon padamu. Tolong jangan siksa aku untuk lebih lama lagi, aku sudah ngga sanggup Sel. Kumohon…” lanjut Vivian.
Aksel yang sedari tadi diam masih dikuasai bara emosi yang tak terkendali. Ia berusaha meredam emosinya. Ia beranjak menuju kamar mandi untuk mebersihkan diri, membiarkan Vivian di kasur itu dengan keadaan tangan dan kaki masih terikat.
Sejak apa yang ia lihat di sekolah tadi dan bagaimana Vivian membela pria lain di hadapannya. Sungguh saat ini Aksel ingin membunuh pria itu, yang merupakan ketua osis di sekolahnya bernama Dandi.
Sebenarnya akal dari masalah ini, berawal Aksel cemburu buta terhadap interaksi Dandi dan Vivian di ruang osis. Vivian yang merupakan sekretaris osis memang akan selalu berhubungan dengan organisasi tersebut. Aksel yang memang sedari awal tidak ingin pacarnya itu berdekatan dengan pria manapun, serta menentang Vivian untuk ikut menjadi anggota dari organisasi sekolah tersebut.
Alhasil, Vivian yang bersikeras dan lebih mendengarkan nasehat orang tua tetap bergabung. Sejak saat itu hubungan mereka berdua tidak sehat, Aksel sering marah-marah dan membentak Vivian. Selain itu fisik pun, tak luput dari aksel, aksel sering memukul dan melakukan pelecehan tapi masih belum sampai tahap mengambil kegadisan Vivian.
Vivian yang sudah dibutakan oleh cinta, hanya bisa pasrah dan bersabar. Lagian kabur pun Aksel akan tetap tak akan melepasnya. Sebegitu obsesinya seorang Aksel terhadap Vivian.
-----
Awal terjalinnya hubungan mereka berdua, Aksel adalah seorang pemuda lembut dan pengertian. Aksel juga merupakan anak yang berprestasi baik itu dari segi akademik maupun non akademik. Vivian awalnya merasa akan menjadi kolaborasi sangat bagus jika mereka berdua menjalin hubungan.
Mimpi indah tersebut tidak bertahan lama, Aksel mulai menunjukkan sisinya yang lain dan menunjukkan kepemilikannya kepada semua orang, bahwa Vivian itu adalah miliknya seorang. Vivian selalu menjadi sasaran amukan Aksel jika cemburu buta, dalam benak Aksel tidak ada boleh seorang lelaki pun yang boleh dekat dengan sang kekasih, bahkan seujung kuku pun tak boleh menyentuh Vivian.
Banyak sekali Aksel melakukan kesalahan yang bahkan dia sendiri tidak sadar bahwa dirinya, tidak waras. Bagaimana tidak, Vivian terkena amukannya baik itu secara verbal maupun non verbal. Sungguh mental Vivian saat ini sudah terganggu.
‘Flashback On’
Di ruang osis
Vivian dengan rekan-rekannya sesama osis, tengah berbincang, kebetulan posisi Vivian dan Dandi berdekatan. Terutama Aksel yang sejak memantau sudah was-was sang kekasih akan berinteraksi dengan laki-laki lain. Benar saja, saat Vivian sedikit melakukan lelucon dan diikuti tawa rekan-rekan disana, debu yang ntah dari mana masuk ke mata Vivian.
Vivian yang tidak bisa melihat, dan rekan lain tengah sibuk. Dandi sang ketua osis pun mengajukan diri untuk membantu Vivian, meniupkan mata Vivian. Aksel menyaksikan adegan tersebut seolah Vivian dan Aksel berciuman. Padahal hal tersebut tidak terjadi, dan ruangan tersebut juga ada CCTV nya jadi mereka tidak akan berbuat tidak senonoh dan mereka ada contoh bagi murid-murid lainnya.
Aksel yang sudah sedari tadi uring-uringan, menghampiri Dandi dan menonjok pipi Dandi hingga sudut bibir Dandi berdarah.
“Aksel, kamu apa-apaan siih!” teriak Vivian…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
IamEsthe
dipanggil, bukan di panggil.
harus tau penggunaan kata 'di' sbg penunjuk dan sbg kata kerja
2025-03-08
1
IamEsthe
berlari dan berteriak...
tanpa tanda koma. tanda koma sbg penghubung dua kalimat biasanya pada kata penghubung akan tetapi, meskipun, walaupun, melainkan, sedangkan dll.
2025-03-08
1
Nysa Yvonne
Halo guys, jika ada kritik dan saran pada penulisanku silahkan di komen ya guys, aku sangat membutuhkannya saat ini, terimakasih🤗🤗
2025-02-26
2