NovelToon NovelToon
Dunia Dzaka

Dunia Dzaka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Trauma masa lalu
Popularitas:599
Nilai: 5
Nama Author: Bulan_Eonnie

Aaron Dzaka Emir--si tampan yang hidup dalam dekapan luka, tumbuh tanpa kasih sayang orang tua dan berjuang sendirian menghadapi kerasnya dunia.

Sebuah fakta menyakitkan yang Dzaka terima memberi luka terbesar sepanjang hidupnya. Hidup menjadi lebih berat untuk ia jalani. Bertahan hidup sebagai objek bagi 'orang itu' dan berusaha lebih keras dari siapapun, menjadi risiko dari jalan hidup yang Dzaka pilih.

Tak cukup sampai di situ, Dzaka harus kehilangan salah satu penopangnya dengan tragis. Juga sebuah tanggung jawab besar yang diamanatkan padanya.

Lantas bagaimana hidup Dzaka yang egois dan penuh luka itu berlanjut?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulan_Eonnie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DD 23 Dzaka ... Dzaka ...

Bi Edah masih berdiri mematung di ambang pintu, menatap punggung Dzaka yang sudah menghilang di balik gerbang yang kembali tertutup rapat. Raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Sebab, dia tahu betul kondisi tuan mudanya belum pulih sepenuhnya.

Terlepas dari keterpakuan di depan pintu, Bi Edah masuk ke dalam rumah dan memilih melanjutkan pekerjaannya meski dengan hati yang diselimuti kekhawatiran.

"Den Dzaka... tolong kembali dengan selamat," lirih Bi Edah dengan air yang mulai mengalir di sudut mata.

Suara pintu utama dibuka membuat Bi Edah mengalihkan pandangannya. Tampak Paman Adi memasuki rumah dengan beberapa kotak di tangannya. Namun, saat sampai di dapur, ketika melihat Bi Edah, Paman Adi memilih acuh. Dia masih kecewa dengan perlakuan Bi Edah.

Setelahnya, Paman Adi berjalan menaiki tangga menuju kamar tuan mudanya. Paman Adi mengetuk pintu tiga kali dan menunggu si empunya kamar membukakan pintu untuknya. Namun, tak kunjung dibuka bahkan setelah dia mengulangi beberapa kali.

"Tuan Muda!" panggil Paman Adi, tapi tidak ada sahutan sama sekali. Sehingga Paman Adi memilih menyentuh gagang pintu dan menariknya.

Kamar luas dengan nuansa krim dan biru itu kosong. Tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana. Hanya ada dua tas sekolah di atas kursi belajar dan satu tas lainnya di gantungan tas.

Segera saja Paman Adi berlari menuju lantai bawah. Bukannya menemui Bi Edah, Paman Adi malah melanjutkan langkahnya menuju pos pengawal di depan kediaman.

"Apa kalian tau ke mana Tuan Muda Dzaka?" tanya Paman Adi yang langsung dibalas anggukan oleh para pengawal.

"Tadi kami melihat Tuan Muda Dzaka mengendarai mobilnya ke luar gerbang dengan tergesa."

Wajah Paman Adi jelas menunjukkan kekhawatiran. Tapi, dia teringat sesuatu yang tak kalah penting. "Apa kalian melaporkan kepergian Tuan Muda Dzaka kepada Tuan Emir?" tanya Paman Adi dengan nada tegas.

Para pengawal langsung menggeleng serempak. Sejak Paman Janu tidak berada di sana, mereka lebih mendengarkan perintah Paman Adi yang meminta mereka untuk selalu melapor padanya terlebih dahulu sebelum memberikan laporan pada Tuan Emir.

"Paman Adi!" seru Bi Edah, suaranya tercekat. "Den Dzaka pergi!"

Paman Adi menoleh, alisnya berkerut. "Pergi ke mana?"

"Katanya mau mencari Den Raffa yang dalam bahaya."

Mata Paman Adi langsung membulat. Sebuah firasat buruk menyergapnya. "Astaga!" Paman Adi memijat keningnya yang tiba-tiba berdenyut karena memikirkan tuan mudanya. "Sudah berapa lama tuan muda pergi?"

"Satu setengah jam yang lalu," balas Bi Edah begitu lirih.

Paman Adi segera merogoh ponselnya, mencoba menghubungi tuan mudanya. Nada sambung berbunyi berkali-kali, namun tidak ada jawaban. Paman Adi mencoba lagi, lagi, dan lagi. Nihil.

Panik mulai merayap. Dia kemudian mencoba menghubungi Tanvir, lalu Raffa. Hasilnya sama, tidak ada yang mengangkat telepon.

Paman Adi tahu ini bukan masalah sepele. Dzaka yang sedang sakit nekat pergi sendiri demi Raffa.

Paman Adi kembali merogoh ponselnya, pikirannya berkecamuk. Ke mana Dzaka pergi? Raffa dalam masalah apa? Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah panggilan masuk dari Tanvir. Jantung Paman Adi mencelos. Firasat buruknya semakin kuat. Dia segera mengangkat telepon itu.

"Nak Tanvir?! Kalian di mana? Tuan muda bersama kalian, kan?" tanya Paman Adi, suaranya terdengar cemas.

Suara Tanvir di seberang sana terdengar panik dan terengah-engah. "Paman ... Paman ... Dzaka ... Dzaka ...."

Dunia Paman Adi seolah runtuh. Ucapan Tanvir selanjutnya membuat tubuh Paman Adi mendadak lemas, ponsel di tangannya nyaris jatuh.

...----------------...

Di sisi lain, di dalam mobil yang melaju membelah jalanan, Dzaka sedang berjuang melawan kegelapan yang mulai merenggut kesadarannya.

Pandangannya mulai memburam, seolah ada kabut tebal yang menyelimuti matanya. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi. Dzaka sangat sadar bahwa ini adalah efek dari kondisi tubuhnya yang belum pulih.

Dzaka berusaha mencubit tangan maupun kakinya untuk mempertahankan kesadaran, merasakan nyeri yang tumpul namun tak cukup untuk mengusir rasa pening yang menyerang. Napasnya memburu, keringat dingin mengucur deras di wajahnya, membasahi rambutnya.

"Tolong bertahan sampai di rumah!" tegas Dzaka pada dirinya sendiri. Dia hanya khawatir jika sesuatu yang lebih buruk akan terjadi.

Ketika di persimpangan jalan, dari arah samping, sebuah motor melaju kencang ke arahnya. Seketika, rasa panik menyergapnya, menghalau sedikit kabut dari otaknya.

Dzaka tidak membiarkan dirinya kalut dan mencoba menginjak rem, namun kakinya terasa kaku. Pandangannya semakin gelap, fokusnya buyar. Dia melihat motor itu semakin dekat, dan dalam sepersekian detik, motor itu akan menghantam mobilnya.

...----------------...

Tidak jauh dari sana, Tanvir yang berada di depan baru saja berbelok di persimpangan. Mengingat di belakangnya ada Dzaka dengan kondisi tidak baik menyetir sendirian, maka dia mencoba melihat melalui kaca spion motornya. Tanvir ingin memastikan Dzaka mengikutinya. Namun, yang dia lihat kemudian malah membuatnya diserang rasa panik.

Di belakangnya, mobil Dzaka melaju dengan kecepatan yang tidak stabil, sedikit oleng. Dan dari arah samping, sebuah motor melaju sangat kencang, seolah tidak melihat adanya mobil yang mendekat di persimpangan. Jarak keduanya semakin menipis.

"DZAKA! AWAS!" teriak Tanvir, suaranya tercekat di tenggorokan. Dia refleks membelokkan motornya ke tepi jalan, memarkirkannya asal. Pandangannya terpaku pada adegan mengerikan yang akan terjadi di depannya. Jantungnya berdebar kencang, darahnya berdesir dingin.

BRAAAK!

Suara benturan logam yang memekakkan menusuk gendang telinga Tanvir. Dia melihat motor yang melaju kencang itu sudah terhempas ke tengah jalan dengan si pengendara yang terlempar sejauh satu meter dari motornya, jatuh tak berdaya. Asap mengepul dari bagian depan motor yang ringsek.

Tanvir membeku di tempatnya selama beberapa detik, napasnya memburu, wajahnya pucat pasi. Bahkan tubuhnya gemetar hebat. Dia tidak bisa melihat mobil Dzaka di tengah asap dan puing. Jiwanya seolah melayang entah ke mana, dicengkeram ketakutan yang luar biasa. Sahabat baiknya ... sahabat baiknya kecelakaan.

...----------------...

Detik-detik terakhir sebelum motor itu sampai ke arahnya, Dzaka merasakan dorongan insting yang kuat. Meskipun pandangannya buram dan sakit kepala menghantamnya, dia mencoba menguasai dirinya dan membelokkan setirnya ke arah kanan, menjauhi jalur tabrakan langsung.

Mobil itu berdecit, ban bergesekan dengan aspal, dan berakhir menabrak trotoar dengan keras. Benturan itu mengguncang seluruh tubuh Dzaka, membuatnya terhuyung. Namun, dia selamat dari tabrakan dengan motor itu.

Napasnya memburu dengan keringat dingin mengucur deras, membasahi seluruh tubuhnya. Sakit di kepalanya semakin menjadi, berdenyut-denyut tak tertahankan, seolah ada ribuan jarum menusuk-nusuk kepalanya. Pandangannya mulai menggelap, kali ini lebih cepat dan lebih pekat. Suara-suara di sekelilingnya meredup.

Sebelum kesadarannya hilang sempurna, Dzaka mencoba membuka pintu mobil. Namun, tangannya seperti mati rasa, dan dia hanya bisa meraih gagang pintu dengan sisa-sisa kekuatannya. Kelopak matanya terasa berat, menolak untuk terbuka.

...----------------...

Tanvir sudah berlari kencang menuju mobil Dzaka dengan napas memburu dan wajah pucat pasi. Setiap langkah terasa berat, namun dia terus memaksakan diri. Otaknya dipenuhi gambaran mengerikan. Dia melihat dengan matanya sendiri sahabat baiknya hampir mengalami kecelakaan hebat, membuat jiwanya seolah melayang entah ke mana.

"Dzaka! Dzaka!" teriaknya dengan suara serak. Dia melihat mobil Dzaka berhenti menabrak trotoar. Asap tipis masih mengepul dari ban yang bergesekan dengan aspal.

Ketika Tanvir mencapai sisi pengemudi mobil Dzaka, dia melihat Dzaka terdiam di dalam, kepalanya terkulai. Matanya terpejam. Keringat dingin membasahi wajahnya yang pucat. Pintu mobil sedikit terbuka, tanda Dzaka sempat mencoba keluar.

"Dzaka! Lo dengar gue?!" Tanvir menggedor kaca jendela mobil, namun tidak ada respons. Dia mencoba membuka pintu lebih lebar, lalu menepuk-nepuk pipi Dzaka dengan lembut, namun penuh kekhawatiran.

"Dzaka, sadar, Ka! Jangan bikin gue takut!"

Dzaka tidak bergerak. Napasnya masih ada, namun sangat dangkal. Dia tidak sadarkan diri.

Tanvir merasa dunianya runtuh. Dia segera merogoh ponselnya, menghubungi Paman Adi. "Nak Tanvir?! Kalian di mana? Tuan muda bersama kalian, kan?" tanya Paman Adi, suaranya terdengar cemas.

Tanvir panik dan terengah-engah. "Paman ... Paman ... Dzaka ... Dzaka ... kecelakaan."

1
Jena
Bener-bener bikin ketagihan.
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak❤️ Nantikan terus updatenya ya kak😊
total 1 replies
bea ofialda
Buat yang suka petualangan, wajib banget nih baca cerita ini!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih kakak sudah mampir❤️
total 1 replies
Mamimi Samejima
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
Bulan_Eonnie🌝🦋💎: Terima kasih sudah mampir kakak❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!