Ini kisah remaja SMA yang bernama Zo Paksa, putra bungsu dari pasangan Victor dan Sera Paksa. Dia dijodohkan dengan anak sahabat Papanya yang bernama Bintang Armada hanya demi sebuah nilai.
lucu, bukan?
Nah, ini hanya cerita karangan belaka untuk sekedar menghibur di waktu luang. semoga bermanfaaat. penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PBS 09
DIBACA YA...!
.
.
.
"Farel, Awaaasss!"
Ciiiiiiiiiiiiiiiiiittttttttt
GUBRAK!
BYURRRR!
Farel sudah berusaha mengerem walaupun mendadak. Namun, motornya yang melaju dengan kencang tetap tidak terelakan, dan tetap menabrak pemotor yang tengah menyebrang didepannya, dan pemotor tersebut tercebur ke dalam selokan air pinggiran jalan yang lumayan dalam juga lebar beserta motor sportnya.
"FAREL, KAU MENABRAK SESEORANG...!" Bintang memekik keras, dia turun dari motor Farel dan menolong pemotor tersebut dengan perasaan panik, takut, dan pokoknya perasaannya bercampur aduk.
Melihat Bintang yang menolong seseorang yang dia tabrak, Farel ikut menolongnya. Farel dan Bintang pun membawa pemotor tersebut ke rumah sakit terdekat karena kondisi si pemotor sudah tidak sadarkan diri. Tentu juga dibantu oleh warga sekitar.
Rumah sakit.
"Bin, maafkan aku. Aku tidak tahu jika kejadiannya akan seperti ini. Please, maafkan aku, ya? Please," Entah yang keberapa kalinya Farel memohon maaf pada Bintang yang sejak tadi terus mendiamkannya dengan seribu kekesalan.
"Ini semua karenamu, Farel! Jika kau tidak kekeh membawaku pergi. Musibah ini tidak akan pernah terjadi! Kau menabrak seseorang! Itu bukan hal sepele, Farel!" Bintang memukul dada Farel, melampiaskan kemarahan, kekesalan, dan pokoknya Bintang sangat benci pada Farel.
Wajar jika Bintang semarah dan sekesal itu pada Farel. Lihat! Karena keegoisan Farel yang entah ingin membawanya kemana, kini keegoisan Farel membuahkan hasil bukan? Dia berakhir mencelakai seseorang hingga masuk ke rumah sakit.
Rasa-rasanya Bintang ingin sekali membenturkan ke.pala Farel pada dinding agar ot.ak cerdasnya Farel berfungsi dengan baik dan benar dalam segala hal, bukan hanya cerdas dalam mata pelajaran saja.
Farel menatap Bintang dengan sendu dan penuh rasa bersalah. Farel akui memang dirinya tadi kurang konsen saat membawa motor. Ot.aknya hanya sedang tertuju pada Bintang seorang.
"Iya, aku mengaku salah. Janji aku tidak akan seperti itu lagi, kita balikan tapi,"
Bintang melotot, dia menginjak sepatu bagian depan Farel, Bintang sangat kesal. "Ot.akmu dimana sih, Rel? Situasinya tengah genting seperti ini kau masih memikirkan... Ah sudahlah, aku pusing!" Bintang yang sejak tadi berdiri tidak tenang karena memikirkan kondisi pemotor itu, kini mendudukan pantat dikursi tunggu dengan memijit pelipis. Dia benar-benar dibuat pusing oleh Farel.
"Bin, maafkan aku. Tapi tujuanku membawa mu pergi karena ingin kita bicara berdua. Please, beri aku kesempatan. Aku janji akan setia. Kita balikan ya, Bin," Farel jongkok di depan Bintang yang duduk di kursi tunggu dengan tatapan memohon.
"Tidak!"
"Kenapa?"
"Aku bilang tidak ya tidak!"
"Bintang, please. Aku hanya mencintai mu,"
"Bohong!"
"Aku jujur. Aku tidak berbohong. Kita balikan, oke?"
"Farel, kau tu.li atau apa hah! Aku sudah mengatakan tidak ya tidak!" Bintang menatap Farel dengan sangat kesal. Jika kekesalannya tadi hanya di tingkat kecamatan sekarang ada di tingkat Negara.
Farel menghela, dia berdiri membelakangi Bintang dan menjambak rambutnya frustasi. Meninju angin guna melampiaskan kekesalan karena keinginannya di tolak.
Tidak lama, Dokter yang menangangi keluar dari ruangan. Bintang dan Farel bergegas menghampiri dan bertanya bagaimana keadaan pasien.
"Pasien masih belum sadarkan diri. Namun kemungkinan tidak lama lagi akan bangun. Tetapi mohon maaf sebelumnya, kaki kiri pasien mengalami retak ringan karena ada sesuatu yang membenturnya lumayan keras,"
"Apah?" lirih Bintang dan Farel yang mendengarkan penjelasan dokter. "Retak?!"
"Betul."
Bintang dan Farel ketakutan, pikiran mereka melayang kemana-mana.
"Retak? Astaghfirullah, Farel menabrak orang hingga mengalami retak? Walaupun retak ringan tapi tetap saja itu perlu proses untuk penyembuhannya. Pokoknya Farel harus tanggung jawab!" Bintang membatin.
"Kok bisa retak sih, Dok? Padahal kan hanya kecelakaan kecil," Ada nada tidak terima di dalam pertanyaan Farel.
Dokter tersenyum. "Ya, begitu lah hasil pemeriksaan saya. Kalau begitu saya permisi, mari,"
"Silakan, Dok." Bintang menyahut.
Setelah memastikan dokter benar-benar pergi Bintang menampar pipi kanan Farel. Membuat Farel yang sedang banyak pikiran terkejut bukan main.
"Bintang! Kau menampar ku?!" Farel menatap Bintang penuh tanya, melotot tak terima, dengan satu tangan yang memegangi bekas tamparannya.
"Itu hukuman untuk mu! Sudah jelas-jelas Dokter mengatakan pasien mengalami keretakan tulang di kakinya kau masih saja menyangkal? Hebat! Luar biasa! Ketahuan tidak memiliki rasa belas kasihan dan tanggung jawab!"
"Bin, tidak seperti itu. Tapi aku... Bin, Bintang! Argghhh...!" Farel menendang kaki kursi tunggu yang tak jauh darinya karena Bintang masuk ke dalam ruang rawat tanpa menghiraukan dirinya.
Farel pun menyusul Bintang masuk ke dalam ruang rawat. Terlihat pemotor itu terbaring di ranjang rumah sakit, dan Bintang sudah berdiri di sisi ranjang pesakitan tersebut.
"Bintang, dia tidak apa-apa, kan?" Farel ikut berdiri di sisi Bintang, mengamati seseorang yang dia tabrak. Terlihat jelas kaki sebelah kiri di balut dengan perban dan yang dia tabrak adalah seorang cowok kemungkinan seumuran dirinya.
"Kau bisa melihatnya sendiri bukan? Kakinya di perban!" Kesal namun tetap dengan nada lirih karena Bintang tidak ingin menimbulkan kebisingan dan mengganggu si pasien.
Bahu Farel merosot, masalah percintaannya dengan Bintang belum menemukan titik terang, dan justru malah datang lagi satu masalah.
"Bi..."
Drrrttt....drtttt....
Farel urung bicara ketika ponsel miliknya bergetar. Dia mengambil ponsel di saku dan menerima panggilan yang ternyata dari Rey.
"Kau membawa Bintang ke mana? Ini si Gisel berkicau terus sejak tadi, bertanya tentang Bintang mulu. Sampai bu.deg kuping ku,"
"Eh! Jangan sembarangan ya, Rey! Aku ini manusia, bukan burung! Enak saja berkicau, diri mu yang suka berkicau!"
Farel menghela sebal ketika di telepon mendengar suara Gisel dan Rey yang justru berdebat. Farel ini tengah pusing memikirkan hubungannya dengan Bintang dan pasien yang dirinya tabrak. Eh! malah Rey dan Gisel menambahi. Tanpa mengatakan sepatah kata pun Farel memutus panggilan.
Di sekolah sini, Rey menganga tak percaya karena Farel mengakhiri panggilan tanpa berbicara apapun.
"Farel Bang.sat!"
"Eh! Farel teman mu. Kau mengumpatinya, memang mereka di mana?" Gisel sejak tadi tidah bisa tenang karena Rey belum menjawab kemana Farel akan membawa Bintang. Gisel khawatir terjadi sesuatu pada sahabatnya.
"Tidak usah cerewet bisa tidak sih?! Ini aku sudah telepon Farel. Tapi dia tidak mengatakan apapun," Rey melirik Gisel sangat kesal.
Gisel cemberut, dia memilih menghubungi Bintang dengan ponselnya.
Di rumah sakit, Bintang yang tengah memperhatikan wajah pasien sedikit terlonjak ketika ponsel di saku roknya bergetar. Bintang mengambil ponsel dan menerima panggilan dari Gisel.
"Bin, kau di mana? Apa si perkedel melukaimu?"
"Hah! Perkedel? Siapakah itu?"
"Farel, hihihi...!"
,, beldelai beldelai ail matanieee...