Jingga yang sedang patah hati karena di selingkuhi kekasihnya, menerima tantangan dari Mela sahabatnya. Mela memintanya untuk menikahi kakak sepupunya, yang seorang jomblo akut. Padahal sepupu Mela itu memiliki tampang yang lumayan ganteng, mirip dengan aktor top tanah air.
Bara Aditya memang cakep, tapi sayangnya terlalu dingin pada lawan jenis. Bukan tanpa sebab dia berkelakuan demikian, tapi demi menutupi hubungan yang tak biasa dengan sepupunya Mela.
Bara dan Mela adalah sepasang kekasih, tetapi hubungan mereka di tentang oleh keluarganya. Mereka sepakat mencari wanita, yang bersedia menjadi tameng keduanya. Pilihan jatuh pada Jingga, sahabat Mela sendiri.
Pada awalnya Bara menolak keras usulan kekasihnya, tetapi begitu bertemu dengan Jingga akhirnya dia setuju.
Yuk, ikuti terus keseruan kisah Jingga dan Bara dalam membina rumah tangga. Apakah rencana Mela berhasil, untuk melakukan affair dengan sepupunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Hukuman Bara
Jingga pulang dengan wajah cemberut, dan hati yang panas membara. Bima menurunkannya di depan gerbang, yang menjulang tinggi serta tertutup rapat. Tanpa mau singgah menemui atasannya, untuk melaporkan hasil pertemuan bersama relasi bisnis dengan alasan yang masuk akal. Ia tidak mau berada diantara orang yang sedang bertengkar, bisa-bisa Bima kena semprot atasannya yang temperamental. Jingga harus menghadapi kemarahan suaminya, karena kelakuannya seperti anak ingusan. Setelah mengucapkan terima kasih dan kendaraan Bima berlalu dari pandangan matanya, barulah Jingga mencoba menjangkau bel yang ada di pintu gerbang. Tetapi sebelum tangannya terulur, gerbang terbuka dari dalam dengan sendirinya.
Wajah Bara tampak keruh, dengan bibir tertutup rapat. Ia mirip seperti guru yang memergoki murid nakalnya, mencontek saat ulangan.
"Halo hubby!" sapa Jingga takut-takut.
"Masuk!" balas Bara singkat. "Siapa yang nyuruh kamu keluyuran?" tanyanya. "Lihatlah wajah pucat mu, tanpa alas kaki dan berpakaian seperti itu. Kamu benar-benar..." Bara kehilangan kata-kata, mengamati penampilan istrinya.
Tuh kan! Belum apa-apa Jingga sudah merasakan aura kejam, di kalimat suaminya. Ia menundukkan kepalanya, takut akan sorot mata Bara. Pak Ujang berdiri di belakang Bara tersenyum tipis, melihat kegugupan istri tuannya.
"Pak Ujang, mulai hari ini dan seterusnya jangan biarkan istri saya keluar tanpa ijin" perintah Bara berbalik pada sang sekuriti. "Kalau memaksa, laporkan pada saya."
"Baik tuan" ucap Pak Ujang mengangguk patuh.
"Dan buat mu, Jingga!" kata Bara dengan intonasi tinggi. "Berani melanggar perintah, bersiap-siap gaji para pekerja di rumah ini akan saya potong" lanjutnya menakut-nakuti.
"Ish, kejam sekali sih pak tua satu ini" gerutunya pelan.
"Jangan mengomel di belakang, telinga saya belum tuli. Dan perlu kamu tau, saya bukan kejam tapi mendisiplinkan diri. Hukuman itu, setimpal dengan kesalahan mu."
"Perasaan, saya gak berbuat salah. Hanya menghindari pertengkaran dengan Mela, maupun diri mu hubby" sangkal Jingga berani.
"Tapi kamu membuat saya khawatir setengah mati..."
"Bapak gak punya penyakit jantung, kan!? Pak Bara, jangan mati duluan!" ujar Jingga, sambil memegang tangan suaminya yang terkepal.
"Saya sehat!" sentak Bara kasar, menepis tangan Jingga.
"Alhamdulillah kalo sehat, soalnya saya belum lama menikmati hidup mewah. Kalo bapak mati, saya jadi janda" ujarnya tanpa beban. "Bapak harus tetap sehat, supaya bisa terus mendampingi saya."
"Tentu saja, baby. Saya belum puas, mengeksplor tubuh indah mu. Rugi besar meninggalkan istri sebening kamu, untuk di miliki pria lain."
"Ihh, dasar pria tua mesum!" ujarnya, sambil menghentakkan kakinya pergi meninggalkan Bara yang tersenyum tertahan.
Jingga berjalan dengan wajah memerah, langkah kakinya tanpa ragu menuju pintu rumah. Di carport yang luas mobil Mela sudah tidak terlihat, yang ada hanya kendaraan miliknya dan kepunyaan Bara. Pintu ruang tamu masih terbuka, suasana sejuk terasa ketika Jingga memasukinya. Ia duduk dengan tangan bersilang dan wajah tertuju menatap foto pernikahannya, bersama Bara yang tergantung di dinding ruang tamu.
"Kenapa pulang?" tanya Bara kesal "Bukannya kamu suka sekali pergi, bila ada masalah." ujarnya menyusul Jingga yang sedang termenung.
"Saya pulang karena ingin, dan akan tetap tinggal di sini. Saya gak akan pergi, seandainya pak suami bisa menahan diri" sindir Jingga dingin.
"Yang kamu lihat itu, gak seperti apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh ya, anak ingusan juga tau" sarkas nya. "Ketika saya melihat kalian sedang berpelukan, begitu sangat menjijikan. Kenapa harus di rumah saya? Dari begitu banyak tempat, yang bisa kalian sewa. Dan kamu hubby, orang yang paling gak bisa menghargai saya. Badan saya sedang gak baik-baik saja, kenapa harus di tambah lagi kedatangan perempuan itu? Apakah kamu mengundangnya, hubby?"
"Enggak sekali pun, saya meminta Mela datang. Terakhir kali saya meminta dia menemani mu, langsung kamu tolak bukan!? Dia sendiri yang berinisiatif, saya gak mungkin membawa masuk perempuan yang akan menghancurkan biduk rumah tangga kita."
"Mela seperti kotoran yang menempel di tubuh mu, hubby. Kamu harus mandi di tujuh pancuran air, untuk menghapus seluruh dosa kalian."
"Saya gak pernah menyentuh Mela, seperti yang kamu pikirkan. Saya hanya menyentuh mu, karena kita suami istri. Bersikap dewasa lah, baby. Jangan setiap ada masalah melarikan diri, saya pernah mewanti-wanti agar kamu bersikap bijak dalam mengatasi keadaan."
"Bukan saya gak bisa bersikap dewasa, tapi bapak yang masih belum menetap di satu hati" kilah Jingga. "Perasaan bapak yang ke sana ke sini, membuat saya ragu."
"Oke, mungkin saya masih dilema? Tapi saya sudah putuskan, untuk mengakhiri hubungan dengan Mela."
"Baguslah!" ucap Jingga acuh. "Tapi saya gak percaya, bila Mela mau melepaskan dengan mudah ikatan kalian."
"Saya akan berusaha keras, walaupun Mela memaksa ataupun berbuat di luar batas."
"Haha!" Jingga tertawa lepas. "Buktikan dengan perbuatan, bukan hanya sekedar kata-kata."
"Dengan apa, saya harus membuktikan?"
"Cabut semua fasilitas yang kamu berikan pada Mela, dan menjauh lah."
"Oke... oke, akan saya lakukan! Dengan catatan, kamu juga harus nurut sama saya."
... ****...
Sementara itu di tempat lain.
Mela pergi ke apartemen Davin, setelah pengusiran yang di lakukan oleh Bara. Ia ingin mendengar pendapat sepupunya yang lain, mengenai hubungannya dengan Bara.
Lelaki sepantarannya itu, baru saja bangun dari tidur siangnya.
"Ngapain lo kemari!" kata Davin sebagai pembuka, ketika menjumpai sepupunya tengah duduk di ruang tamunya. "Lo gak ada kerjaan, atau lagi cuti."
"Gue baru pulang dari fashion show, di kuala lumpur" balas Mela. "Malah gue mau tanya, lo gak pergi kerja."
"Lagi males!" jawabnya pendek.
"Kalo lo males, si Astri bakalan ninggalin lo gitu aja" omel Mela kesal.
"Gue jamin, dia gak akan berpaling. Lagian dia udah gue kasih rumah beserta isinya, yang ditempati bareng keluarganya. Belum lagi uang saku, yang lumayan gede setiap bulannya."
"Belum tentu juga, siapa tau ada yang lebih tajir dari lo."
"Sialan!" umpat Davin, sembari berjalan ke arah dapur. Ia mengambil dua kaleng minuman bersoda, salah satunya di taruh di atas meja. "Lo, emang sepupu paling laknat."
Davin kemudian membuka tutup kaleng, dan meminum isinya. Ia menghapus lelehan air soda di bibir, dengan punggung tangannya.
"Ada keperluan apa lo datang kesini?" tanyanya lagi.
"Dugem, yuk!" ajak Mela.
"Kapan?"
"Taun depan!" balasnya asal.
"What!?"
"Malem ini, bego!" teriak Mela gemas.
"Hehe! Bercanda kali" cengir Davin, kesenangan menggoda sepupunya cantiknya. "Gue bawa si Astri, ya!?"
"Jangan..."
"Kenapa?"
"Gue bakal jadi kambing congek, tau!"
"Ajak dong calon suami, lo."
"Ogah, gue pengen healing sendiri. Kalo bawa aki-aki, bisa berabe."
"Si Henry itu baru menjelang empat puluh tahun, belum tua buat ukuran cowok. Malah, sedang dalam puncak asmara."
"Bulshit!"
"Lagipula, kenapa orangtua lo jodohin sama aki-aki?"
"Gue juga kagak tau, udah tau uzur masih suka daun muda."
"Yang lo omongin uzur itu, calon suami pilihan orangtua lo."
"Udah ah, berhenti ngomong soal dia. Berangkat sekarang, yuk!"
"Gue ganti baju dulu, lo keluar sana" usir Davin, menarik lengan Mela agar berdiri lalu mendorongnya supaya keluar.
"Iya...iya, gue keluar. Jangan main dorong!"
Davin buat Mela, adalah sepupu yang paling menyenangkan. Mereka mempunyai kesenangan yang sama, tentang dunia gemerlap. Ke duanya akan larut dalam hingar bingar musik di lantai dansa, sampai pagi menjelang.
... ****...
beri plajaran tuk Laki leya leye gtu mh Laki gk punya pendirian hampas aja
Menjauhlah bila prelu pergi ke dasar bumi biar tidak ketemu lagi sama laki biadab entu.
Menjauhlah bila prelu pergi ke dasar bumi biar tidak ketemu lagi sama laki biadab entu.
si Jingga harusnya gk baper di pernikahan itu kan pernikahan hitam di atas putih bukan di dasari suka sama suka..
biar jdi penonton dulu , dema apa lgi yang mereka mainkan.