Aditya, seorang gamer top dalam Astaroth Online, mendadak terbangun sebagai Spectra—karakter prajurit bayangan yang ia mainkan selama ini. Terjebak dalam dunia game yang kini menjadi nyata, ia harus beradaptasi dengan kekuatan dan tantangan yang sebelumnya hanya ia kenal secara digital. Bersama pedang legendaris dan kemampuan magisnya, Aditya memulai petualangan berbahaya untuk mencari jawaban dan menemukan jalan pulang, sambil mengungkap misteri besar yang tersembunyi di balik dunia Astaroth Online.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LauraEll, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29 : Terungkap
Keesokan harinya, Spectra dan kelompoknya—Arkane, Celeste, dan Sylvie—bersiap untuk kembali ke kediaman Marquis Mordain setelah berhasil mengalahkan Kapten Jareth dan membebaskan Elina. Jalan kembali dihiasi sisa-sisa kehancuran akibat pertarungan mereka sebelumnya. Di sepanjang perjalanan, Elina tampak murung, meskipun dia berusaha menyembunyikannya dengan senyum tipis.
“Apa kau baik-baik saja, Elina?” tanya Celeste, berjalan di sisinya.
Elina mengangguk pelan. “Aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah.”
Spectra yang memimpin di depan berhenti sejenak, menoleh. “Kita bisa beristirahat kalau kau butuh. Perjalanan ini tidak perlu terburu-buru.”
Elina tersenyum kecil, namun tatapannya masih menyiratkan kebimbangan. “Terima kasih, tapi aku bisa terus berjalan. Aku hanya... masih memikirkan semuanya.”
Arkane, yang berjalan di belakang sambil memeriksa senjatanya, ikut berbicara. “Apa yang kau pikirkan? Kau bebas sekarang. Jareth sudah tidak akan mengganggumu lagi.”
“Bukan soal Jareth,” gumam Elina. “Ini tentang siapa diriku... dan apa yang akan terjadi selanjutnya.”
Suasana menjadi sedikit canggung, tetapi Spectra memutuskan untuk tidak menekan Elina lebih jauh. Dia tahu bahwa cerita Elina belum selesai. Mereka melanjutkan perjalanan dengan suasana yang tenang, hanya suara angin dan ombak laut yang terdengar.
Di Kediaman Marquis Mordain
Setibanya di sana, mereka disambut oleh pelayan Mordain yang segera mengantar mereka ke ruang tamu besar. Marquis Mordain, berdiri di depan perapian, ia tampak sudah menunggu kedatangan mereka.
“Spectra,” kata Mordain dengan nada yang bercampur kagum dan lega. “Spectra kelihatan nya kau berhasil ya. Kau benar-benar seseorang yang dapat diandalkan.”
Spectra memberikan sedikit anggukan. “Kami menyelesaikan tugas kami seperti yang dijanjikan. Sekarang, kami ingin mendengar apa yang kau tahu tentang Velindra.”
Mordain mengangguk pelan, mengambil segelas anggur dari meja di dekatnya, dan mengajak mereka duduk. “Seperti yang kubilang sebelumnya, Velindra adalah sosok yang sangat berbeda sebelum... peristiwa itu.”
Celeste menyela, alisnya berkerut. “Peristiwa apa tepatnya yang kau maksud?”
Mordain menarik napas dalam-dalam, seolah mengumpulkan ingatannya. “Dulu, dia hanyalah seorang pedagang dari Kekaisaran Timur. Pintar, ramah, dan sangat lihai dalam bisnis. Tapi, suatu hari, dia menghilang selama beberapa bulan. Tidak ada yang tahu ke mana dia pergi. Ketika dia kembali... dia bukan lagi Velindra yang kami kenal. Dia menjadi sosok yang ambisius, haus kekuasaan, dan kejam.”
Spectra menyimak dengan seksama. “Apakah kau tahu apa yang terjadi selama dia menghilang?”
“Tidak secara pasti,” jawab Mordain, matanya menerawang. “Namun, ada desas-desus bahwa dia menemukan sesuatu—entah itu benda kuno atau kekuatan gelap yang mengubahnya. Sejak itu, dia mulai membangun kekuatan militernya dan memusnahkan siapa pun yang menghalangi jalannya.”
Sylvie bersandar di kursinya, berpikir keras. “Kalau begitu, dia mungkin menemukan sesuatu yang terkait dengan sihir kuno.”
“Aku tidak akan menyangkal kemungkinan itu,” jawab Mordain. “Yang aku tahu, dia bukan manusia biasa lagi. Dan itu membuatnya sangat berbahaya.”
Spectra mengangguk. “Informasi ini cukup membantu. Kami akan menyelidiki lebih lanjut. Terima kasih, Marquis Mordain.”
Mordain tersenyum tipis. “Aku hanya memenuhi bagianku dari kesepakatan. Semoga berhasil, Spectra. Dunia ini butuh seseorang sepertimu.”
Malam Harinya.
Malam itu, setelah semua orang kembali ke kamar masing-masing, Spectra sedang duduk di dekat jendela kamarnya, mengasah pedang Shadow Fang. Ketukan pelan di pintu membuyarkan fokusnya.
“Masuk,” katanya.
Pintu terbuka, dan Elina melangkah masuk dengan hati-hati. Dia tampak ragu-ragu, tetapi Spectra memberinya anggukan untuk mendekat.
“Ada apa, Elina?”
Elina duduk di kursi di dekatnya, menatap ke lantai sebelum akhirnya berbicara. “Aku... ingin berterima kasih, Tuan Spectra. Kau telah menyelamatkanku, lebih dari yang bisa kubayangkan.”
Spectra tersenyum tipis. “Tidak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan.”
“Tapi ini lebih dari itu,” kata Elina, suaranya bergetar. “Ada sesuatu yang harus kau tahu tentang diriku.”
Spectra meletakkan pedangnya dan menatapnya dengan serius. “Aku mendengarkan.”
Elina menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. “Aku.... Aku adalah satu-satunya dragonoid yang tersisa. Ras kami musnah bertahun-tahun yang lalu. Dan sekarang, aku sendirian.”
Spectra terdiam sejenak, “Jadi benar ya yang dikatakan Jareth, itu sebuah beban yang berat untuk kau tanggung.”
Elina mengangguk, matanya berkaca-kaca. “Tapi ada satu masalah besar. Aku tidak seperti para dragonoid lain yang pernah diceritakan dalam legenda. Aku tidak bisa membangkitkan kekuatanku. Aku hanya bisa menggunakan sihir tingkat rendah dan busur sederhana. Itu tidak sebanding dengan warisan rasku.”
Spectra menatapnya dengan lembut. “Tapi kau tetap bertahan. Itu sudah menunjukkan kekuatan yang luar biasa.”
Elina tersenyum tipis. “Terima kasih, tapi ada hal lain yang ingin kukatakan. Orang-orang yang bersamaku di hutan... mereka bukan sekadar rekan. Mereka adalah penjaga yang ditugaskan untuk melindungiku dari Noxar. Mereka mengorbankan nyawa mereka agar aku bisa melarikan diri.”
Spectra menaikan alisnya, "Hoo, jadi kau sudah menipu kami?"
Dengan panik Elina mencoba menjelaskan "Bukan... Bukan begitu aku-"
Spectra langsung menepuk pundaknya dengan lembut. “Hahaha, Aku hanya bercanda. Kau tidak sendirian lagi sekarang. Kau punya kami.”
Elina menatapnya dengan mata yang mulai basah. “Apakah aku... boleh bergabung dengan kelompokmu, The Hunters? Aku ingin membantu kalian, meskipun kekuatanku tidak seberapa.”
Spectra tersenyum, anggukan mantap menghiasi wajahnya. “Tentu saja. Kami akan dengan senang hati menerimamu.”
Elina menutupi wajahnya dengan tangannya, berlinang air mata bahagia. “Terima kasih, Spectra. Aku berjanji, aku akan melakukan yang terbaik untuk tidak menjadi beban.”
“Kau tidak perlu membuktikan apa pun, Elina,” jawab Spectra. “Mulai sekarang, kita adalah keluarga.”
"Tujuan kita sekarang adalah Dale, dan Velindra adalah kunci nya, Besok kita akan mencari informasi lebih lanjut tentang nya. Sekarang berisitirahat lah"
Elina mengangguk pelan lalu pergi meninggalkan Spectra. Malam itu, hubungan mereka semakin erat, dan perjalanan mereka menuju misteri Velindra semakin jelas. Meski tantangan baru menanti, Spectra dan kelompoknya tahu bahwa mereka memiliki sesuatu yang lebih kuat dari kekuatan apa pun—keyakinan dan kebersamaan.