NovelToon NovelToon
Mencari Aku, Menemukan Kamu

Mencari Aku, Menemukan Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Enemy to Lovers / Slice of Life
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Dylan_Write

"Aku menyukainya. Tapi kapan dia akan peka?" ー Asami

"Aku menyukaimu, tapi kurasa orang yang kamu sukai bukanlah aku" ー Mateo

"Aku menyukaimu, kamu menyukai dia, tapi dia menyukai orang lain. Meski begitu, akan aku buat kamu menyukaiku lagi!" ー Zayyan

.
.
.
Story © Dylan_Write
Character © Dylan_Write
Cover © Canva

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dylan_Write, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Orang Yang Selalu Asami Cintai

"Aduh... Ini berapa ya?"

Seorang anak laki-laki menggerutu sendiri kala ia melihat angka-angka yang menurutnya rumit di depan matanya. Kedua tangannya ia gunakan untuk meremas-remas kepala, ekspresinya benar-benar menunjukkan kalau pertanyaan-pertanyaan dalam buku tersebut benar-benar membuatnya pusing.

"Kamu belum selesai ngerjain?"

Suara feminim dan lembut merambat ke telinga anak laki-laki tersebut. Ia mendongak dan mendapati gadis cantik berkulit kuning langsat, mata sipit dengan rambut panjang sebahunya yang dibiarkan terurai, menatapnya khawatir.

"Kamu ... Zayyan kan? Zayyan Dwi?" Tanyanya penuh hati-hati.

Anak laki-laki itu mengangguk kala namanya disebut. Gadis itu tersenyum hangat, senyuman yang mampu membuat Zayyan mengalihkan pandangannya karena takut semburat merah jambu yang menghias wajahnya terlihat oleh sang gadis.

Gadis itu mengambil duduk di depan Zayyan kemudian kembali melontarkan pertanyaan padanya, namun kali ini tatapannya bukan lagi ke Zayyan, melainkan ke buku di depannya, "kok ini dikali ini? Harusnya dibagi dulu baru dikali."

Zayyan terkesiap, lalu buru-buru menghapusnya, "O-oh..."

"Nah terus yang ini itu...."

Gadis itu terus mengoceh, memberi Zayyan intruksi untuk membetulkan jawabannya yang salah semua. Ketika sudah berada di nomor terakhir, Zayyan tidak langsung mengisi jawabannya melainkan sibuk menatap gadis pintar di depannya itu.

"Kamu ... kok tau semua sih?"

Gadis itu mendongak, menatap lurus ke manik Zayyan. "Kan udah dijelasin semua sama Bu guru tadi. Masa kamu gak perhatiin?"

Zayyan menggaruk pipinya yang tidak gatal, "hehe, aku tadi tidur. Ngantuk soalnya."

Gadis itu mengerucutkan bibirnya, "dasar. Kalau mau tidur itu di rumah tau, bukan di sekolah."

Zayyan mengabaikan ucapan sang gadis, ia justru tertarik ingin mengenal gadis itu lebih jauh. "Namamu siapa?"

"Teman sekelas sendiri nggak tau?"

"Aku ... gampang lupa." Elaknya.

Gadis itu memutar mata malas. Ia menghela napas lelah sebelum akhirnya mengulurkan tangan. Zayyan menerima uluran tangan itu.

"Aku Asami, Asami Noviar. Aku duduk di paling depan, kalau kamu kesusahan panggil aku aja. Aku siap bantu kok." Ujar Asami seraya tersenyum manis.

Zayyan tidak kuat melihat senyumannya, lagi-lagi wajahnya memerah. "M-makasih ya. T-tapi nggak perlu segitunya kok."

Asami melepas jabat tangan mereka, "kenapa?"

"Aku nggak mau ngerepotin kamu terus."

Lamunan Asami buyar kala ucapan Zayyan merambat di telinganya. Ia tersenyum kala mendengar Zayyan mengatakan hal itu. Membuat Zayyan memiringkan kepala bingung.

"Kenapa kamu senyum? Ada yang lucu?"

Asami menggeleng. Keduanya sedang belajar bersama di teras rumah Asami dan ketika Asami hendak memberikan jawaban matematika yang benar pada Zayyan, ia menolaknya dan berkata seperti itu. Mengingatkannya dengan apa yang ia ucapkan 7 tahun yang lalu.

"Kamu nggak mau ngerepotin aku tapi aku selalu ngerepotin kamu. Rasanya nggak adil ya?"

Zayyan menghela napas, "lagi-lagi bahas itu. Aku kan udah bilang aku nggak masalah direpotin kamu. Aku justru suka kalo direpotin kamu."

"Lagian, trial ini kan ide kamu sendiri." Tambahnya.

"Iya sih, tapi kan kamu belum resmi jadi pacarku. Kan cuma trial." Sahut Asami cepat.

"Trial kan artinya uji coba. Apa salahnya jika aku mencoba jadi pacarmu beneran? Lagipula memang itu yang aku mau." Zayyan berbisik di akhir kalimat.

Asami memutar mata malas. "Iya deh, kamu yang paling senang di sini."

Keduanya lalu kembali sibuk dengan tugas masing-masing.

...ΩΩΩΩ...

Zayyan mulai terang-terangan menunjukkan eksistensinya di dekat Asami, membuat Mateo jadi lebih sering memperhatikan mereka berdua apalagi Zayyan sudah berani main ke kelas Asami padahal gedung jurusan mesin dan gedung jurusan multimedia itu berbeda.

Hari itu Mateo tiba-tiba menghampiri meja Asami. Dengan senyum ceria yang terkesan menyebalkan itu, ia mencoba menjahili Asami seperti biasa, berharap bisa mendapatkan perhatian darinya.

"Sasa bumbu racik!"

"Apa?"

"Nanti ikut rapat?"

Asami menatap Mateo sebentar sebelum mengangguk pelan dan kembali tenggelam dalam dunia gambarnya. Mateo mengerucutkan bibir, kesal usahanya sia-sia.

Ia melirik gambar yang sedang Asami buat lalu diam-diam terkekeh, "itu gambar apa Asami?"

Refleks, Asami langsung menutup buku gambarnya. Wajahnya langsung memerah dan menatap Mateo kesal, "b-bukan apa-apa!"

Dalam hati Mateo senang sekali akhirnya bisa mendapat perhatian Asami. "Lanjutin aja gambarnya, kan saya juga mau liat."

Asami buru-buru menyingkirkan buku gambar dan peralatan tulisnya ke laci meja, berpura-pura tidak lagi tertarik menggambar.

"Gambar saya jelek. Makin jelek kalau dilihatin orang."

"Kamu merendah terus."

Hening. Asami sibuk bermain handphone kala notifikasi pesan dari Zayyan muncul di pop up message nya. Sementara Mateo tetap tersenyum, senang sekali rasanya bisa menatap wajah yang diam-diam disukainya itu sedekat ini.

Namun rasa senangnya tidak bertahan lama tatkala Asami melambai ke arah pintu kelas. Begitu menoleh, Mateo bisa melihat tubuh besar Zayyan sudah berdiri di ambang pintu, membalas lambaian tangan Asami dengan senyuman cerah.

"Jangan lupa ya nanti rapat." ucap Mateo sebelum akhirnya pergi dari meja Asami.

Bisa Asami lihat sorotan mata dan ekspresi Mateo yang berubah dalam sekejap saat ia melihat kehadiran Zayyan. Seolah-olah, Mateo cemburu akan kedatangan Zayyan ke kelas ini. Perasaan itu membuat Asami tersenyum simpul, terkekeh dalam hati karena lagi-lagi ia menyimpulkan sesuatu yang belum terbukti kebenarannya.

"Ngapain dia?" Tanya Zayyan dengan nada tidak suka. Maniknya melirik sinis ke arah Mateo, sadar bahwa rival nya masih sering mendekati Asami.

"Ngasih tau nanti ada rapat sepulang sekolah."

Zayyan mengernyit tidak suka, "kamu ada rapat? Tapi kan kamu udah janji sama aku duluan kalo nanti kita pulang bareng."

"Ya tapi aku ada rapat, nggak bisa izin pulang terus."

Zayyan menekuk wajahnya, bibirnya mengerucut kesal, "tapi kan kamu sudah lebih dulu janji sama aku sebelum rapat itu."

Asami menghela napas, "aku paham, Yan. Tapi ini juga tanggung jawabku. Nggak bisa aku terus-terusan bolos rapat. Nanti Argus dan lain nggak percaya lagi sama aku."

Zayyan mengepal tangannya, moodnya jadi berantakan, "setidaknya biarkan aku nunggu sampai rapat selesai. Kita akan tetap pulang bersama."

Asami menggeleng, mencoba mengingatkan, "kamu harus nganter mama mu ke rumah sakit untuk kontrol sore ini, ingat? Nggak akan sempat waktunya."

"Sempat! Pasti sempat!"

"Nggak usah memaksa kalo emang gak bisa, Yan!" Bentak Asami. Ia akhirnya tak lagi bisa memendam emosinya. Zayyan terlalu overprotektif, ini salah satu hal yang tidak Asami suka dari Zayyan.

Zayyan menghela napas, mencoba menetralkan dirinya sendiri yang juga hampir meledak. "Aku baru ingat ada urusan di mesin. Aku ke sana dulu."

Zayyan kemudian berlalu begitu saja, meninggalkan Asami yang sibuk facepalm. Zayyan terlihat seperti seorang anak kecil yang takut kehilangan ibunya sampai merengek tidak ingin pulang sendirian.

Asami juga tidak punya pilihan. Zayyan harus mengantar ibunya kontrol ke rumah sakit sementara Asami rapat bisa sampai malam. Asami nggak mau Zayyan dimarahi lagi. Tapi nampaknya Zayyan tidak mengerti itu.

...ΩΩΩΩ...

"Aku tunggu sampai rapat selesai." Bujuk Zayyan, ia mematikan motornya di depan Ruos kala melihat Asami berlari mendekatinya.

"Nggak bisa, Yan. Rapatnya bisa sampe Maghrib."

"Bisa. Pasti bisa. Sebelum Maghrib udah pulang, yang penting kan kamu hadir."

"Tetep nggak bisa, Yan! Kenapa kamu nggak ngerti aku sih?!"

Tanpa mereka berdua sadari, ada beberapa pasang mata yang memperhatikan keduanya berargumen dari dalam jendela Ruos. Salah satu dari beberapa pasang mata itu tersenyum senang melihat keduanya berseteru.

Zayyan menyalakan motornya lalu memilih mengalah, "setidaknya kalau mau pulang kabarin aku, biar aku jemput."

Lagi, Asami menggeleng kuat-kuat, "aku pulang sama yang lain aja nanti."

"Sama siapa?"

Asami mengangkat bahu, "ya nggak tau siapa yang bisa aja nanti."

Zayyan mengepal tangannya lagi, ia tahu siapa yang dimaksud Asami dan Asami memang sengaja ingin membuat kesempatan untuk bisa pulang bersamanya.

Zayyan akhirnya memilih mengalah, "yaudah aku pulang."

"Iya, hati-hati di jalan ya? Nanti kalo aku udah pulang, aku kabarin." Ujar Asami seraya tersenyum tipis. Sebenarnya ia tidak tega juga melihat raut sedih Zayyan yang entah kenapa rasanya begitu mengiris hatinya.

Zayyan pun langsung tancap gas, meninggalkan Asami dan pergi menjauh dari sekolah. Asami menghela napas lega akhirnya bisa menyuruh Zayyan pulang. Benar-benar seperti seorang ibu yang meyakinkan anaknya bahwa ia hanya pergi ke kamar mandi.

Asami pun masuk ke Ruos dan ia langsung disambut tiga pasang mata yang sedari tadi memerhatikannya dari dalam Ruos.

"Itu siapa, Sa?" Tanya Rika penasaran.

"Pacarmu?" Desi menambahkan.

"Kok kayak om-om?" Kini suara bariton khas yang paling dikenal Asami ikut menimpali.

Asami sweatdrop, buru-buru ia menggeleng dan mengibaskan tangannya, "bukan bukan. Itu ... Cuma temanku."

"Teman apa teman~?" Tanya Mateo dengan nada menggoda.

"S-serius cuma teman ahaha...." Asami terkekeh kaku. Ia lalu mengambil duduk bersandar di tembok, diikuti Desi, Rika dan Mateo yang duduk di depannya. Benar-benar seperti wartawan yang sangat penasaran dengan hubungan Asami dan Zayyan.

"Anak jurusan mana?" Tanya Desi.

"Mesin."

Entah kenapa, Mateo dan Rika saling berpandangan lalu tersenyum begitu Asami menjawab pertanyaan Desi. Lalu Mateo spontan melontarkan pertanyaan yang menurut Asami agak aneh.

"Itu dia mau kemana? Pulang?"

Asami mengangguk, "iya soalnya mau nganter mamanya kontrol ke rumah sakit."

"Terus kamu pulang sama siapa dong?" Rika kini menimpali.

Asami melirik Mateo sekilas, namun ia buru-buru mengalihkan tatapannya ke arah lain dan menggaruk pipinya yang tidak gatal, "ya... Sama siapa aja yang searah dan kosong. Desi kosong kan?" Asami melempar pertanyaan ke Desi.

Desi menjawab agak gugup, "k-kosong kok."

"Tapi Mateo juga kosong, ya kan, Mat?" serobot Rika seraya meninju pelan bahu Mateo. Empunya bahu terkekeh lalu mengangguk antusias.

Asami mengerjap sejenak, bingung dengan situasinya yang entah kenapa terasa awkward karena di kepala Asami lagi-lagi ia menyimpulkan sesuatu yang belum terbukti kebenarannya. Sesuatu yang membuat jantungnya deg-degan.

"Y-ya... Sama siapa aja..." Asami menjawab dengan gugup.

"Yaudah pulang sama saya aja nanti." Mateo mendadak menawarkan diri, membuat manik Asami membulat terkejut.

Ini kali pertama dalam pertemanan mereka dimana Mateo inisiatif menawarkan diri untuk mengantar Asami pulang. Biasanya Asami yang harus izin dulu ke Mateo untuk pulang bersamanya.

Asami mengangguk pelan, karena bingung dengan situasinya yang begitu cepat. Sementara Mateo tersenyum. Terlihat sekali ia begitu senang karena Asami menerima tawarannya.

Selesai rapat, mereka berdua pun pulang bersama setelah sekian lama. Asami tersenyum sendu. Ia tidak menyangka bisa melihat punggung kecil ini lagi, punggung kecil yang paling familiar dan sangat ia rindukan. Punggung kecil yang ia cintai namun tidak pernah bisa jadi miliknya.

"Saya boleh tanya sesuatu?" Asami memilih membuka topik.

Mateo melirik Asami dari kaca spion, lalu mengangguk, "tanya aja."

"Waktu saya mau mengundurkan diri dari OSIS, kenapa kamu bersikeras menyuruh saya untuk bertahan?"

Ada jeda cukup lama sebelum Mateo akhirnya angkat suara, "karena saya bisa melihat kamu punya bakat dan potensi. Saya juga bisa lihat kamu orangnya mau berusaha dan saya salah satu orang yang ingin melihat kamu berhasil."

Manik Asami membulat. Tidak sangka akan mendengar kata-kata seperti itu dari Mateo, crush tercintanya.

"Makanya saya nggak mau kamu mengundurkan diri dari OSIS karena saya mau lihat usaha kamu dan keberhasilan kamu. Lagipula sekarang kita sama-sama sekretaris. Saya mau apa yang saya bisa, kamu juga harus bisa, begitupun sebaliknya. Kita sama-sama menutupi kekurangan masing-masing aja, sebagai sekretaris." Sambung Mateo.

Malam itu, Asami tersenyum sendu. Ia menahan tangis haru karena dari sekian banyak orang akhirnya ada yang menghargai usahanya.

Dan kalimat terakhir Mateo, Asami memikirkan dengan cara yang berbeda. Cara yang membuat Asami semakin jatuh cinta lebih dalam pada Mateo, meskipun ia tahu rasa itu hanyalah kebahagiaan sementara.

"Terima kasih, Mateo..."

...******...

1
ussy kusumawati
semangat💪🏻💪🏻
Anna🌻
kak aku mampir, semangat terus ya💖
Dylan_Write: Halo Anna, terima kasih sudah mampir~
Semangat juga dalam beraktivitas^^
total 1 replies
Aurora79
😂😂😂😂😂😂
Aurora79
Foolback ya kak! 😁
Aurora79
Mampir aku kak KenKen... Sepertinya menarik...😊🍻
Ind
semangat kak,saya malah lagi ongoing bab 6 🥹🥹
masih jauh...saling support yaa
Dylan_Write
Halo~
Ini karya pertamaku di sini. Hope this book can make all of you enjoy reading!
Masih banyak kekurangan dalam buku ini, tapi aku selalu berusaha memperbaikinya hari demi hari.
Mohon dukungannya~!
Anonymous
NEXXTTTTT
Gresiaa_.
semangat thorr...
Arisena
Coba-coba baca novel romansa, kyknya oke juga
smgt thor💪
Dylan_Write: Terima kasih banyakkkk
total 1 replies
Salsabila
mampir juga ya ke cerita ku💕
Salsabila
cerita nya seru
Una loca(。・`ω´・)
Memikirkan ulang
Dylan_Write: Terima kasih sudah mampir dan membaca. Dukunganmu sangat berharga(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!