Warga kampung Cisuren digemparkan oleh kemunculan setan pocong, yang mulai berkeliaran mengganggu ketenangan Warga, bahkan yang menjadi semakin meresahkan, banyak laporan warga menyebutkan kalau Dengan hadirnya setan pocong banyak orang yang kehilangan uang. Sampai akhirnya warga pun berinisiatif untuk menyelidikinya, sampai akhirnya mereka pun menemukan hal yang sangat mengejutkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deri saepul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menggantikan Tugas Bapak
Pov Dudung
Aku yang ke giliran tugas menggantikan bapak untuk menjaga ketentraman dan ketertiban Kampung cisuren, berjalan di jalan besar yang terlihat sudah sunyi, orang-orang lebih memilih untuk tinggal di rumah karena merasa capek setelah dua malam waktu istirahat mereka terganggu. pertama ketika aku dan teman-temanku berteriak meminta tolong, dan mungkin yang kedua kemarin malam di mana orang tuaku menghilang, yang menurut kabar semua warga hampir terjun untuk membantu mencari.
Suara jangkrik dan suara ciang-ciang terdengar begitu nyaring, langit yang cerah memamerkan bintang dan bulan yang memberikan cahaya rumah yang berjauhan, membuat suasana sunyi semakin terasa namun aku yang sudah membulatkan tekad, Aku tetap berjalan dengan santainya.
Tak lama diantaranya, aku pun sampai di bangunan kecil berbentuk Saung. terlihat sudah ada tiga orang yang sedang duduk di dalam ditemani oleh api unggun yang menyala begitu besar, memberikan kehangatan di tengah Dinginnya malam.
"Ternyata sudah pada berkumpul, Maaf kalau aku datang kesiangan." ujarku mengagetkan orang-orang yang berada di pos ronda, mungkin mereka masih merasa heran kenapa aku datang ke pos ronda.
"Apa kamu tidak sedang ngelindur Dudung?" tanya Ari yang menggeserkan tempat duduknya memberikan sedikit ruang.
"Memangnya kenapa Mang Ari?"
"Jangan bilang kesiangan Karena sekarang sudah malam, kalau mau bilang kamu datang terlambat kemalaman."
"Iya maaf kalau aku salah berbicara." jawabku dengan mengulum senyum.
"Sebentar, sebentar.....! Sebenarnya kamu mau apa?" tanya Mbah Diding.
"Bapak kan sedang sakit, jadi anaknya yang akan menggantikan, dia tidak bisa ngeronda katanya masih pusing dan tubuhnya belum benar-benar pulih." Jawabku menjelaskan maksud dan tujuan kedatanganku ke pos ronda.
"Padahal tidak usah memaksakan diri karena semua orang bisa memakluminya, kalau tidak bisa ngeronda dengan alasan sakit berbeda dengan alasan-alasan yang tidak masuk akal." Timpal Uwa Jaya.
"Tapi bapak merasa malu kalau tidak ikut ngeronda, ditambah ketakutan kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kampung kita, pasti ronda yang akan dimintai pertanggungjawaban, makanya Bapak menyuruhku."
"Aku sangat salut dengan pendirian Sukarmin, dia benar-benar tanggung jawab dan berani mengorbankan dirinya sendiri untuk menyelamatkan orang lain." ujar Uwak Jaya yang terlihat dipenuhi kekaguman.
"Memangnya kenapa Kang?" tanya Ari sambil menatap ke arah orang yang berbicara.
"Dua hari yang lalu, tepatnya hari Minggu. Akang pergi berburu di hutan awalnya akan pergi sendirian namun di tengah jalan bertemu dengan Mang sukarmin, akhirnya kita pun berburu bersama. hewan yang diburu kala itu adalah Kijang, namun ketika sudah dilumpuhkan Kijang itu menghilang begitu saja. setelah ditelusuri ternyata Kijang buruan dicuri oleh macan tutul." ujar Uwak Jaya yang dilanjutkan dengan cerita kejadian di mana bapak bertarung dengan macan tutul. dengan kejujurannya Uwak mengakui kalau dia berlari ketika melihat macan meninggalkan bapak yang bertarung, karena terbakar amarah oleh kedua anjing yang sudah menjadi korban.
Aku semakin merasa kagum dengan keberanian Bapak, Begitu juga dengan Ari dan Mbah diding yang terlihat bersemangat mendengarkan cerita membuat orang yang bercerita semakin terlihat seru, apalagi ketika melihat pohon kiara Yang Bergoyang yang digunakan tempat bertarungnya Bapak dengan macan tutul.
"Nah begitulah rasa tanggung jawab Mang sukarmin, Yang Tidak diragukan lagi." ujar gua Jaya mengakhiri ceritanya.
"Berarti bisa disimpulkan kalau makhluk hitam yang mendatangi Mang sukarmin, adalah arwah dari macan tutul atau juga bisa disimpulkan pengasuh macan tutul." ujar Mbah Diding dengan wajah yang serius.
"Bisa jadi Bah karena aku juga memiliki prasangka yang sama, makanya ketika mencari Mang sukarmin yang menghilang, Aku menuju ke arah tepian hutan."
"Haduh kenapa ke kampung kita semakin ke sini semakin banyak hantu yang datang. setan pocong saja belum selesai, Sekarang sudah ada lagi setan yang berwujud makhluk hitam. Semakin takut untuk keluar malam bahkan hanya untuk meronda." ujar Ari menimpali.
"Jadi laki-laki itu jangan penakut, jangan seperti perempuan." Sahut Mbah Diding.
"Mau laki-laki ataupun perempuan, kalau sudah takut ya takut aja mbah. aku yakin kalau setan pocong itu menampakan diri di hadapan Abah, pasti Abah juga akan lari terbirit-birit ketakutan."
"Hush! Kalau ngomong itu dijaga, mana mungkin Abah yang sudah memiliki banyak pengalaman jadi laki-laki penakut."
"Yah Abah tidak penakut tapi Abah pemalu, maksudnya malu tidak mau bertemu dengan setan pocong." Aku menimpali dengan mengulum senyum.
"Sudah sudah jangan keterusan. Apakah kita mau berkeliling Sekarang atau nanti?" ujar Uwak Jaya memisah perdebatan.
"Nanti saja, abah rasa waktunya masih siang mungkin baru pukul 10, keadaan di kampung saja yang membuat terasa sepi."
Akhirnya Kami berempat pun mengobrol ngalor ngidul tidak menggunakan judul pasti, yang terpenting bisa menghangatkan suasana malam yang semakin terasa sepi. keadaan rumah-rumah yang berada di sekitar kampung cisuren mulai tidak terdengar ada orang yang mengobrol ataupun suara TV yang menyala, mereka sudah pindah ke kamar untuk menyambut hari esok yang mungkin akan semakin berat.
Crit! crit! Crit!
Dari arah samping pos ronda terdengar suara belalang hijau yang terdengar menakutkan, yang biasa dikaitkan dengan kehadiran sosok makhluk halus. namun kami semua tidak memperdulikan masih terlarut dengan obrolan obrolan yang sesekali diselingi oleh canda tawa, tapi lama-kelamaan kami pun merasa bosan hingga akhirnya memutuskan untuk berkeliling.
"Sudah waktunya kita berkeliling meronda Kampung cisuren." ujar Wak Jaya sambil meluruskan otot-otot yang terasa kaku kemudian turun dari pos ronda sambil membawa keuntungan.
Begitu juga denganku dan Ari ditambah dengan Mbah Diding yang sama-sama bangkit dari tempat duduk, kemudian berjalan mengikuti Wak Jaya yang sudah berjalan menyusuri jalan Tengah, sambil terus memukuli Kentongan supaya keadaan Kampung tidak terasa sunyi.
Keadaan Kampung terasa sunyi yang terdengar hanya suara jangkrik dan caricangkas, sesekali terdengar suara anjing yang menggonggong namun tidak lama berhenti kembali. ketika kita melewati salah satu rumah yang bernama Mang Salah terdengar suara orang yang mengobrol, keadaan rumah yang terbuat dari kayu atau gribig bambu mengantarkan suara pembicaraan dari arah dalam.
"Awas hati-hati, jangan gegabah! uang itu kamu simpan dengan rapi takut hilang." Terdengar suara seorang laki-laki yang memberikan nasihat kepada istrinya.
"Iya aku juga bukan anak kecil yang akan gegabah menyimpan uang sebesar ini. memangnya tadi ketika menagih hutang orang-orang yang ditagih ada di rumah?" jawab suara seorang perempuan.
"Memang mereka sedang tidak ada di luar, namun aku menunggunya sampai mereka pulang. dan beruntung kepulangannya membawa uang sehingga mampu membayar hutang-hutangnya terhadap kita."
"Uang sebanyak ini mau digunakan untuk apa, Terus rencana Akang mau membeli kerbau Jadi atau tidak?"
"Kayaknya untuk membeli kerbau kita tunda dulu, mendingan kita sekarang menggadai sawah Jang Saria, nanti kalau ada rezeki lagi baru kita membeli kerbau."
"Yah terserah Akang saja, aku sebagai istri hanya bisa mengikuti."
"Kalau sudah dihitung uangnya Simpan dengan rapi!" perintah Mang Salah kepada istrinya.
Terdengar suara orang yang berjalan di atas pelupuh kemudian diikuti dengan suara pintu lemari yang dibuka, tak lama pintu itu pun terdengar tertutup diikuti dengan suara jeglekan kunci.
"Kenapa pulangnya sampai arut ini Kang?" tanya suara seorang perempuan yang mungkin sudah duduk kembali di dekat suaminya.
"Akang menunggu terlebih dahulu karena waktu Ashar Akang baru bisa bertemu dengan orang yang meminjam uang. kalau tidak Ditunggu akan takut usaha kita tidak membuahkan hasil, apalagi dia sangat sulit ketika membayar hutang."
Akhirnya di dalam rumah terasa sepi kembali tidak terdengar orang yang mengobrol. Uwak Jaya dan Mbah Diding seperti orang pengangguran mengintip orang yang sedang mengobrol, namun aku yakin mereka berdua tidak memiliki niat jahat hanya untuk hiburan ketika ngeronda.