Wijaya Kusuma adalah putra kepala desa dari sebuah desa terpencil di pegunungan, dia harus menggantikan posisi ayahnya yang meninggal dunia sebelum masa jabatannya selesai. Sesuai dengan peraturan adat, anak lelaki harus meneruskan jabatan orang tuanya yang belum selesai hingga akhir masa jabatan.
Masih muda dan belum berpengalaman, Wijaya Kusuma dihadapkan pada tantangan besar untuk menegakkan banyak peraturan desa dan menjaga kehidupan penduduk agar tetap setia pada adat istiadat para leluhur. Apakah Wijaya Kusuma mampu menjalankan amanah ini dan memimpin desanya dengan bijaksana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minchio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertarungan Mahkluk Gaib
Wijaya Kusuma berjuang mempertahan napasnya. Air dingin masih menyelimuti sekujur kepalanya yang ditenggelamkan oleh Mawangi si gadis siluman ular.
Dari dalam air Wijaya tidak bisa mendengar suara alam seolah kematian akan segera mendekatinya. Namun saat Wijaya hampir kehilangan kesadarannya tiba-tiba terdengar ruangan yang menggelegar dari arah hutan.
Dan dari balik pepohonan, sosok yang pernah ditemui Wijaya muncul lagi. Macan besar dengan bulu oranye keemasan dan garis hitam pekat melompat ke arah sungai.
Dalam sekejap Mawangi si siluman ular melepaskan cengkramannya, dia menatap kesal macan besar itu. Macan itu sekali lagi mengaum seperti memberi tanda meminta untuk melepaskan Wijaya Kusuma.
"Kamu tidak boleh ikut campur! Sungai ini adalah daerah kekuasaanku siluman ular hijau! Kucing besar tidak boleh masuk ke daerah ini!" gertak Mawangi diakhiri desisan yang terdengar keras.
Wijaya Kusuma bangun namun dia belum bisa sadar dengan kondisi sekitar karena dia mencoba mengembalikan pernapasannya yang terganggu, Wijaya Kusuma berjalan ke pinggir sungai dengan batuk keras lalu merebahkan dirinya diatas tanah.
Mawangi melirik Wijaya yang sedang berbaring di pinggir sungai lalu berucap, "jangan kemana-mana sayang, aku ingin menikmati tubuh perkasamu!"
Mawangi bergerak dengan cepat mendekati macan besar itu, melancarkan serangan pertamanya yaitu racun mematikan yang dia semburkan ke arah si macan.
Namun si macan besar berhasil menghindar, kini dia mengeluarkan cakar-cakarnya yang presisi dan mematikan. Siluman ular yang lincah dan berbahaya mulai mengatur strategi agar terhindar dari cengkraman cakar si harimau.
Namun Mawangi tampak kelelahan dan sulit mengimbangi kehebatan si macan besar. Kini Mawangi sadar jika ilmunya tidak sekuat dia.
Mawangi kewalahan dengan kekuatan macan besar, Pertempuran mereka membuat gelombang ombak ke pinggiran sungai dan sampai ke tubuh Wijaya Kusuma.
Saat terbawa oleh air sungai, Wijaya pun kembali sadar dan mencoba bangun. Namun gelombang air sungai kembali datang dan menciptakan tsunami kecil yang menerpa semua benda di sepanjang sungai.
Wijaya lalu memegang sebuah batang pohon dan mencoba menelisik suasana di sungai, dia melihat Mawangi siluman ular hijau tengah di cengkram oleh harimau besar.
"Itu kan harimau yang aku lihat di hutan larangan, jadi harimau itu bukan hewan nyata, dia juga mahkluk gaib penunggu hutan larangan," gumam Wijaya takjub dengan penampakan di depannya.
Lagi pula jika di perhatikan dengan seksama, ukuran harimau itu lebih besar ketimbang hewan nyata namun Wijaya Kusuma tidak bisa membedakannya karena dia belum pernah melihat harimau secara langsung sebelumnya.
Mawangi terlihat merintih dan memohon ampun agar dibebaskan, namun si harimau itu belum mau melepaskan kakinya yang menginjak tubuh Mawangi.
"Lepaskan saya, tolong!" Mawangi melirik Wijaya Kusuma yang tertegun di pinggir sungai.
Harimau itu mengaum, getarannya membuat semacam gelombang angin yang berhembus melewati tubuh Wijaya Kusuma. Harimau itu lalu mengigit wujud ular Mawangi hingga putus.
Siluman ular itu menjerit kesakitan dan darah mengalir keluar dari luka-lukanya, darah itu pun terbawa aliran sungai hingga sampai di Air Terjun Naga.
Disana, seorang pria dan anak lelakinya sedang bertapa di dekat ari terjun merasa terusik, sang pria membuka mata karena mencium aroma aneh dari aliran air yang ada di depannya.
"Ada apa Pak?" anaknya memilih berhenti dari meditasinya karena mendengar langkah kaki sang bapak yang menginjak beberapa ranting.
Pria itu sampai di tepi sungai, mata batinnya melihat aliran darah yang mengalir melewati dirinya, "ini darah siluman ular," ucapnya.
"Kenapa Pak?" tanya sang anak.
"Air Terjun Naga membawa sebuah kabar, sepertinya di atas sana telah terjadi pertarungan antar sosok gaib,"
"Mana darahnya tidak ada kok," jawab sang anak memeriksa air sungai.
"Darah itu tidak bisa dilihat dengan mata biasa, Nak. Tapi kenapa mereka bertarung? Tidak seperti biasanya," kata sang bapak dengan ekspresi wajah serius.
"Ayo lanjutkan lagi meditasinya, aku juga ingin membuka mata batinku," ujar sang anak.
Mereka kembali ke tempat semua dan duduk dalam posisi bersila dibawah sinar rembulan malam.