Nana, gadis pemberani yang tengah berperang melawan penyakit kanker, tak disangka menemukan secercah keajaiban. Divonis dengan waktu terbatas, ia justru menemukan cinta yang membuat hidupnya kembali berwarna.
Seorang pria misterius hadir bagai oase di padang gurun. Sentuhan lembutnya menghangatkan hati Nana yang membeku oleh ketakutan. Tawa riang kembali menghiasi wajahnya yang pucat.
Namun, akankah cinta ini mampu mengalahkan takdir? Bisakah kebahagiaan mereka bertahan di tengah bayang-bayang kematian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28: Nana dirawat inap
Selama dua jam yang terasa seperti selamanya, gue menjalani berbagai tes. Dari CT scan sampai pengambilan darah, semuanya terasa melelahkan. Setiap kali gue merasa ingin menyerah, gue ingat Arga yang menunggu di luar, dan itu memberi gue kekuatan untuk bertahan.
Akhirnya, gue dibawa kembali ke ruang UGD. Begitu pintu terbuka, gue langsung melihat Arga yang berdiri, wajahnya campuran antara cemas dan lega.
"Na!" dia langsung menghampiri, menggenggam tangan gue erat. "Gimana? Lo nggak apa-apa?"
Gue mencoba tersenyum, meski rasanya sulit. "Capek... tapi nggak apa-apa..."
Dokter Aditya masuk tak lama kemudian, membawa beberapa lembar hasil tes. Arga langsung berdiri tegak, tangannya masih menggenggam tangan gue.
"Bagaimana hasilnya, dok?" tanya Arga, suaranya tegang.
Dokter Aditya tersenyum menenangkan. "Kabar baiknya, tidak ada tanda-tanda kanker kambuh."
Gue dan Arga menghela napas lega bersamaan. Tapi kemudian dokter melanjutkan.
"Tapi, Nana mengalami anemia berat dan kelelahan akibat efek samping kemoterapi yang masih tersisa. Ditambah dengan perjalanan jauh dan aktivitas yang mungkin terlalu berat, ini menyebabkan tubuhnya kolaps."
Arga mengeratkan genggamannya. "Terus... apa yang harus kami lakukan, dok?"
"Nana perlu dirawat inap selama beberapa hari untuk pemulihan dan transfusi darah," jawab Dokter Aditya.
"Setelah itu, sebaiknya kalian segera kembali ke Bandung untuk check-up lebih lanjut dengan dokter yang menangani Nana sebelumnya." Lanjutnya.
Gue merasa air mata mulai menggenang. "Maaf ya, Ga... liburan kita jadi berantakan..."
Arga menggeleng kuat, "Ssst, jangan ngomong gitu. Yang penting lo sembuh. Itu prioritas utama kita sekarang."
Dokter Aditya tersenyum melihat interaksi kami. "Saya akan atur agar Nana bisa dipindahkan ke kamar rawat inap. Sementara itu, mungkin ada yang ingin kalian bicarakan?"
Setelah dokter keluar, Arga duduk di samping ranjang gue. Dia mengelus rambut gue lembut.
"Na, gue minta maaf ya. Harusnya gue lebih perhatiin kondisi lo," kata Arga, suaranya penuh penyesalan.
Gue menggeleng lemah. "Bukan salah lo, Ga. Gue juga yang maksain pengen liburan..."
"Udah, yang penting sekarang lo istirahat," Arga mencium kening gue lembut. "Gue udah telpon orangtua lo. Mereka lagi usahain penerbangan paling pagi ke sini."
Gue mengangguk. Tiba-tiba, pintu terbuka dan Dito sama Bara masuk dengan wajah cemas.
"Na! Lo nggak apa-apa?" tanya Dito, suaranya khawatir.
Bara menambahkan, "Kita denger dari suster kalo lo harus dirawat inap."
Gue tersenyum lemah ke arah mereka. "Iya... gue harus transfusi darah..."
"Astaga, Na..." Bara menggelengkan kepala. "Kalo tau kondisi lo gini, kita nggak akan ganggu liburan kalian deh."
"Iya, Na. Kita minta maaf ya," tambah Dito, wajahnya penuh penyesalan.
Gue mencoba tertawa kecil, meski agak sakit. "Kalian ngomong apa sih? Justru gue seneng kalian di sini. Nggak kebayang kalo cuma Arga yang panik sendirian."
Arga ikut tersenyum. "Bener. Thanks ya guys udah bantuin gue tadi."
Suster masuk ke ruangan, memberitahu bahwa saatnya gue dipindahkan ke kamar rawat inap.
"Arga boleh ikut ke kamar. Tapi kalian berdua harus tunggu besok ya untuk jenguk," kata suster ke Dito dan Bara.
Mereka berdua mengangguk paham. Sebelum pergi, Dito dan Bara bergantian menggenggam tangan gue.
"Lo istirahat ya, Na. Besok kita jenguk lagi," kata Dito.
Bara menambahkan, "Iya, cepet sembuh! Ntar kita beliin oleh-oleh Bali yang banyak deh."
Gue tersenyum, merasa beruntung punya sahabat seperti mereka.
Saat ranjang gue didorong ke kamar baru, Arga terus berjalan di samping gue, tangannya tak lepas menggenggam tangan gue. Di bawah cahaya lorong rumah sakit yang temaram, gue melihat wajahnya yang lelah tapi penuh kasih sayang.
"Ga," gue memanggil pelan.
"Ya, sayang?"
"Makasih ya... udah mau repot-repot ngurus gue."
Arga tersenyum lembut. "Na, dengerin gue. Lo nggak pernah jadi repot buat gue. Lo itu anugerah terbesar dalam hidup gue. Jadi mulai sekarang, fokus aja buat sembuh. Gue akan selalu ada di sini, nemenin lo."
Lalu, suster langsung sibuk mengatur infus dan peralatan medis lainnya. Arga terus berada di samping gue, matanya tak lepas mengawasi setiap gerakan suster.
"Nah, sudah selesai," kata suster dengan senyum ramah.
"Nana, kalau ada apa-apa, langsung pencet bel ya."
Gue mengangguk lemah. "Makasih, sus."
Setelah suster keluar, Arga menarik kursi ke samping tempat tidur gue. Dia menggenggam tangan gue lembut.
"Na, lo mau minum?" tanyanya perhatian.
Gue mengangguk. "Iya, Ga. Haus..."
Arga mengambil gelas dan membantu gue minum pelan-pelan.
"Pelan-pelan aja, sayang," katanya lembut.
Setelah minum, gue merasa sedikit lebih baik. Gue menatap Arga yang terlihat lelah.
"Ga, lo istirahat gih. Muka lo pucet banget," gue berkata pelan.
Arga menggeleng. "Nggak apa-apa, Na. Gue mau jagain lo."
"Tapi kan-"
"Ssst," Arga memotong ucapan gue. "Udah, lo nggak usah mikirin gue. Yang penting sekarang lo istirahat."
Gue terdiam sejenak, lalu bertanya ragu-ragu, "Ga... lo nggak... nyesel kan sama gue?"
Arga mengerutkan dahi. "Maksud lo apa, Na?"
"Ya... gue sakit-sakitan gini. Pasti ngerepotin lo..."
Arga menghela napas panjang. Dia menatap gue dalam-dalam.
"Nana, denger ya," katanya tegas tapi lembut.
"Lo itu segalanya buat gue. Sakit atau sehat, lo tetep cinta gue. Jangan pernah mikir kalo lo ngerepotin gue. Buat gue, bisa ada di samping lo itu udah jadi kebahagiaan tersendiri."
Air mata gue mulai mengalir mendengar kata-katanya. "Beneran, Ga?"
"Iya, sayang. Suer deh!" Arga mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya, membuat gue tertawa kecil.
Tiba-tiba, HP Arga berbunyi. Dia melihat layarnya sebentar.
"Dari mama lo nih," katanya. "Gue angkat ya?"
Gue mengangguk. Arga menerima panggilan dan langsung terdengar suara panik mama gue.
"Halo, tante... Iya, Nana udah di kamar rawat inap sekarang... Nggak, nggak apa-apa kok, tante. Saya yang jagain Nana di sini... Iya, dokter bilang harus transfusi darah... Oke, tante. Hati-hati di jalan ya."
Setelah menutup telepon, Arga menoleh ke gue. "Mama lo udah dapet tiket pesawat pagi ini. Sekitar jam 10 harusnya udah nyampe sini."
Gue mengangguk lega. "Makasih ya, Ga... udah ngabarin mereka."
"Sama-sama, sayang," Arga tersenyum. "Eh, lo laper nggak? Mau gue beliin bubur?"
Gue menggeleng. "Nggak deh, Ga. Gue masih mual..."
"Yaudah, tapi ntar pagi harus makan ya? Biar cepet sembuh."
Gue mengangguk. Tiba-tiba, gue teringat sesuatu.
"Ga, Dito sama Bara gimana?"
"Oh iya," Arga menepuk dahinya. "Gue lupa ngabarin mereka. Bentar ya."
Dia mengeluarkan HP-nya lagi dan mengetik pesan. Tak lama, HP-nya berbunyi.
"Nih, Dito bales," kata Arga. "Katanya mereka udah di hotel deket sini. Besok pagi mau jenguk lo."
Gue tersenyum lemah. "Mereka baik banget ya..."
"Iya, Na. Kita beruntung punya sahabat kayak mereka," Arga mengangguk setuju.
Malam semakin larut. Gue mulai merasa mengantuk, tapi gue masih ingin ngobrol sama Arga.
"Ga..." gue memanggil pelan.
"Iya, sayang?"
"Kalo gue udah sembuh nanti... kita ke pantai lagi ya?"
Arga tertawa kecil. "Iya, Na. Kita ke pantai lagi. Kita jalan-jalan keliling Bali. Kita lakukan apapun yang lo mau."
"Janji ya?" gue mengacungkan jari kelingking.
Arga mengaitkan jari kelingkingnya ke jari gue. "Janji."
Gue tersenyum puas dan mulai memejamkan mata. Sebelum gue tertidur, gue mendengar Arga berbisik lembut.
"Selamat tidur, Nana. Gue sayang banget sama lo."
Dengan senyum di bibir, gue pun terlelap. Meski berada di rumah sakit, gue merasa aman dan dicintai. Karena gue tau, Arga akan selalu ada di samping gue, dalam suka maupun duka.
yuk kak saling dukung #crazy in love