NovelToon NovelToon
Memeluk Luka

Memeluk Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Cinta setelah menikah / Pengganti / Cerai / Keluarga / Angst
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: fromAraa

terkadang tuhan memberikan sebuah rasa sakit kepada para hambaNya sebagai perantara, agar mereka lebih dekat dengan tuhannya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fromAraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

gibran avicenna

Gibran avicenna wicaksono, seorang anak laki-laki yang lahir di saat ibunya belum siap untuk membentengi sebuah jiwa baru dalam hidupnya. Enggan menerima, namun juga tak punya berhak untuk menolak kehadiran putra keduanya.

Serayu hanya bisa melangitkan segala kebaikan untuk hidupnya serta keluarga kecil itu. Selain sebuah rasa sakit, hidup serayu juga selalu dihantui oleh rasa takut. Takut akan dirinya yang tak bisa mengusahakan hidup kedua putranya kelak. 

Meskipun terlihat baik-baik saja. Tapi percayalah, jika kedua putra serayu, gerriando dan gibran hidup dan tumbuh bersama luka milik kedua orang tua mereka.

Tumbuh menjadi anak yang dewasa sebelum waktunya bukanlah sebuah pilihan, melainkan sebuah paksaan karna suatu keadaan yang mengharuskan mereka hidup seperti itu.

Melihat hubungan pernikahan antara kedua orang tuanya yang terlihat baik-baik saja. Faktanya, ia melihat segala sisi cacat yang ada di dalam keluarganya itu.

Hidup berkecukupan sebuah materi ternyata tak bisa menjamin sebuah kebahagiaan di dalamnya. Seperti membawa sebuah ember yang berisi air, namun ember yang digunakan punya banyak kerusakan hingga air yang dibawanya terbuang dengan sia-sia.

Gibran tak pernah menyangka, bahwa tuhan akan membiarkannya hidup di dalam keluarga seperti ini. Namun meskipun begitu, ia juga tak pernah menyesali kelahirannya di dunia ini.

Lahir dari rahim seorang ibu yang memiliki kelapangan jiwa. Membuat dirinya juga bertekad untuk menjadi seperti sang ibu, yang selalu mengusahakan kesembuhan sang ayah.

Sakit, semuanya memang sakit.

Keluarga gibran memiliki sakitnya masing-masing di setiap jiwa mereka. Tak jarang ketika mereka tak bisa menyembuhkan luka yang lain, mereka akan mencoba untuk menahan luka milik sendiri agar tak menjadi semakin besar bentuk luka itu.

Mereka membutuhkan ruang masing-masing di setiap luka yang menganga didalam jiwa itu. Tapi ibu, beliau tak pernah memikirkan lukanya sendiri. Luka yang bahkan akan berdampak lebih jauh jika tak segera diobati.

Selalu terbesit di kepala gibran, 'kenapa orang seperti ibu harus menyembuhkan luka orang lain disaat lukanya sendiri tak ada yang mengobati, kenapa ibu harus merengkuh raga orang lain ketika tak ada yang merengkuhnya'

Tapi ibu selalu punya alasannya sendiri untuk kedua putra serta suaminya. Jika kami memberinya seribu pertanyaan, maka ibu punya seribu satu jawaban untuk itu...

Terlepas dari keadaan keluarganya yang seperti ini, gibran selalu bersyukur atas segala yang telah tuhan berikan kepadanya. Ia takan pernah menyesal telah hidup dan tumbuh bersama keluarganya. Justru gibran selalu meminta kepada tuhan untuk mempertemukan mereka kembali dalam kehidupan selanjutnya, namun dalam kondisi yang jauh lebih baik daripada ini...

Ternyata punya ibu seorang dokter psikiater tak menjamin jiwanya terbebas dari luka...

Gibran yang begitu lahir harus menerima segala luka dari ketiga anggota keluarganya, sedangkan ibu yang harus membentengi satu jiwa baru yang masuk kedalam keluarga penuh luka itu.

Gibran dan mamas, yang harus ikut memeluk luka dari kedua orang tuanya. Luka yang tak dapat diobati oleh mereka sendiri bahkan dengan bantuan dari orang lain.

Alasan gibran selalu menganggap mamas seorang jagoan di hidupnya, karena hanya mamas yang selalu merangkul raganya saat ia butuh rengkuhan, begitu juga sebaliknya.

Mamas tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang begitu kuat dan sangat tabah. Bahkan ketabahan mamas, hampir setara dengan ketabahan ibu disini.

Ibu, mamas, dan gibran, bagaikan sebuah karang yang berada di tengah samudra biru dan ayah sebagai ombak serta badai di sana.

Sebuah karang yang tetap berdiri kokoh saat ombak dan badai selalu menerjangnya dengan bertubi-tubi di sana. Tak gentar juga tak lebur. Meskipun lambat laun karang itu akan kehilangan wujud aslinya karna terkikis oleh ombak dan badai, namun karang itu tak pernah memilih untuk meleburkan diri sebelum waktunya.

.........

Pov gibran

Jangan tanyakan kepadaku, bagaimana rasanya hidup menjadi anak bungsu di dalam keluarga yang penuh kehangatan ini.

Jangan tanyakan kepadaku rasanya punya ayah yang meskipun sibuk bekerja, tapi masih bisa meluangkan waktunya untuk kami di rumah.

Jangan tanyakan kepadaku rasanya punya ibu dengan kelapangan jiwa yang seakan tak ada habisnya untuk kami. Seorang wanita dengan suara yang sangat lembut, dan selalu begitu. Tak perduli akan apa yang kami lakukan, beliau tak pernah meninggikan suaranya kepada kami, terutama aku dan mamas. Semua hal, ibu selalu menanggapi dengan lembut. Beliau tak pernah gegabah mengambil sebuah keputusan hanya karna mendengar dari sebelah pihak saja. Mungkin karna memang pembawaan beliau yang ber profesi sebagai psikiater, tapi apapun alasannya, ibu tetap akan jadi wanita terbaik pertama dalam hidupku.

Jangan tanyakan kepadaku rasanya punya mamas seperti mas geri, yang selalu bisa mengayomi adiknya disini, dalam keadaan apapun.

Aku menyipit kala sebuah sinar matahari pagi ini menyilaukan mataku. Aku mengerjap guna menyesuaikan cahaya di sekitarku, melihat sosok ibu yang menyibak gorden kamar ku seperti biasanya agar aku cepat terbangun dari kasur empuk ini.

"Ayo kakak...katanya hari ini ada kelas pagi, kenapa belum bangun?" Ucap ibu dengan suara lembutnya.

Aku mendudukkan diri, berusaha mengumpulkan seluruh nyawa yang mungkin masih ada di dalam mimpi semalam.

Ibu mengambil beberapa baju yang berserakan diatas karpet yang ada di kamarku. Biasanya tak seperti ini, tapi karna semalam aku mengerjakan tugas yang menumpuk, jadi aku ketiduran hingga tak sempat membereskan baju kotor itu kedalam keranjang cucian.

"Ayo bangun kak, mamas sama ayah juga lagi siap-siap" ucapnya sambil mengusap lembut surai milikku yang terlihat begitu berantakan.

Seperti singa wkwk

Setelah ibu keluar dari kamarku, rasanya aku ingin kembali tidur diatas kasur empuk ini dan bergelut dengan selimut tebal milikku. Tapi aku teringat bahwa matkul pertama pagi ini adalah matkul sang dosen killer di kampus kami.

Jadilah aku memaksakan diri untuk bangun dari singgahsana paling nyaman seantero jagat raya indonesia ini demi mengejar nilai yang baik dan tak harus mengulang matkul sang dosen killer.

Say goodbye dulu sama singgasana

Setelah aku membersihkan diriku di kamar mandi, aku bersiap untuk kebawah dengan membawa sebuah tas gendong di sebelah pundaku.

Menggunakan skinny jeans dan kaos oblong berwarna putih dipadukan dengan sneakers berwarna senada dengan kaosku, ternyata tak terlalu buruk juga untuk dipakai ke kampus hari ini. Sebenarnya aku ingin memakai hoodie kebanggaanku saja dan sandal jepit, karna aku hanya ada kelas pagi dan siang. Tapi ibu pasti akan berkomentar dengan outfit ku itu.

"Wah wah wah...si bontot milik bapak jo dan ibu serayu cakep betul hari ini, mau kemana pula sih dek" sudah jelas kalau itu adalah suara mamas.

Meskipun mamas selalu berperilaku mengayomi dan terkesan hangat kepadaku, tapi jangan salah menilai kalau laki-laki itu tak bisa menggoda adiknya ya! Justru mamas lah yang paling pandai menggoda diantara kami berempat.

Aku tak mengindahkan akan godaan mamas yang mencoba meledekku. Aku merotasi kan bola mataku dan memilih untuk duduk di sebrang mamas kali ini.

"Tumben duduk disitu? Padahal mamas sudah siapkan satu kursi buat adek tersayang loh"

"Ibuuu..." Rengekku agar ibu menegur mamas.

Sesuai keinginanku, ibu mencubit gemas pipi mamas sembari memberikan sarapan miliknya di sana, "mamas sudah ya, masih pagi loh ini"

Aku menjulurkan lidahku kepada mamas, tapi ayah juga mencubit pipiku dari belakang.

"Ini adek dan mamas sama saja sebenernya"

Mamas kembali menggodaku dengan sebuah ekspresi yang menurutku sangat memuakkan.

"Hari ini ibu pulang agak telat, soalnya dokter reza izin ngga berangkat jadi ibu bantuin urus pasien beliau"

Aku dan mamas hanya mengangguk karna sedang mengunyah sarapan kami dan, tak ada yang perlu di tanyakan lagi bagi kami.

"Nanti masalah makan biar saya yang urus anak-anak bu, ngga usah khawatir"

Ibu mengangguk. Keluarga kami memang bukan tipe keluarga yang patriarki. Seluruh anggota keluarga disini bisa melakukan segala hal yang mencakup pekerjaan rumah. Seperti bersih-bersih, mengurus baju, termasuk memasak.

Ibu dan ayah tak pernah memaksa kami untuk melakukan semua itu. Justru kami yang berinisiatif untuk membantu pekerjaan ibu agar lebih ringan, ibu selama ini hanya memberi pesan kepadaku dan mamas untuk belajar bertanggung jawab kepada diri sendiri.

Dari situlah jiwa patriarki kami perlahan mulai luntur. Terlebih lagi ayah juga tak pernah bersikap patriarki kepada ibu, jadi kami juga terbiasa dengan hal itu. Lagipula, membantu ibu bukanlah suatu hal yang melelahkan. Justru kegiatan ini menjadi sebuah kegiatan baru bagiku yang malas untuk melakukan olahraga fisik. Haha

Sebenarnya ayah bisa saja mencari seorang art untuk membantu membersihkan rumah kami, tapi ibu selalu menolaknya. Kecuali jika ibu harus pergi keluar kota untuk beberapa hari karna pekerjaannya, beliau baru akan memanggil mbak sani ke rumah. Kata ibu, mbak sani dulu pernah bekerja dengan keluarga ayah cukup lama. Tapi karna beliau tak diperbolehkan anaknya untuk kembali bekerja dengan alasan usia, jadi mbak sani hanya akan datang kerumah saat ayah dan ibu membutuhkan bantuan beliau saja.

Jarak rumah mbak sani tak terlalu jauh dari rumah kami, anak beliau membeli rumah di jakarta karna pekerjaannya yang mengharuskan mereka pindah kesini. Jadi mbak sani mengikuti anaknya tinggal di jakarta.

"Nanti mamas juga pulang agak malem kayaknya, ada rapat sama atasan" ucap mamas menimpali

"Jangan bilang ayah juga lembur?" Itu suaraku

Ayah tersenyum, "engga, ayah hari ini tidak ada lembur. Lagi Pun ada, ayah bisa kerjakan di rumah saja kaya biasanya"

Padahal aku sudah menyiapkan sebuah kata-kata mutiara untuk ayah, jaga-jaga jika ayah membawa-bawa profesinya sebagai pemilik perusahaan untuk menyombongkan diri kepada kami. Tapi ternyata beliau tak sejauh itu hahaha...

Sarapan pagi ini tak berlangsung lama, setelah kami membantu ibu untuk membereskan sisa makanan yang ada diatas meja, kami berempat pun pergi bersama kepada tujuan masing-masing.

.........

Kampus gibran

"GIBRAN AVICENNA!!!"

Masih pagi, tapi suara nyaring itu sudah menyapa gendang telingaku. Tak usah tanyakan itu suara siapa, tentu saja si rambut uban raffael william. Entahlah, anak-anak yang lain memanggilnya seperti itu karna memang rambut raffa yang sengaja diwarnai dengan warna putih seperti rambut uban.

Aku merotasi kan bola mataku malas kala raffa merangkul pundaku, dengan senyuman sok manis yang tersemat di bibir remaja itu.

"Tumben lo bawa mobil sendiri, kenapa sama kuda besi lo itu gib?"

"Lepasin dulu tangan lo dari bahu gue!"

"Hehe, santai dong brohhh sensi amat kaya cewek lagi pms"

"Yeee...gue getok juga lama-lama nih"

"Tumben lo bawa mobil?"

"Motornya lagi dipinjem sama pak tarno buat anter jemput anaknya kerja karna motor belio masuk bengkel"

"Oohhh"

Hanya itu percakapan singkat kami pagi ini. Tak berbobot memang, tapi mereka adalah teman-temanku yang selalu ada seperti keluargaku.

Di kampus ini, aku tak begitu mengenal teman-teman yang lain bahkan tek berniat dekat dengan mereka. Aku tak terlalu suka berbaur di keramaian orang-orang, itu membuat kepalaku menjadi sangat pusing.

Di Kampus ini, hanya beberapa yang menjadi teman dekatku. Ada raffa si rambut uban, lalu radja si spek bendahara kelas, lalu rigel dan lionnel si kakak adek beda satu tahun yang tak pernah akur, lalu ada caiden si koko-koko PIK yang dijuluki sebagai tuan muda, lalu yang terakhir ada si bontot jason yang punya cita-cita jadi astronot biar bisa ketemu sama alien.

Sungguh melelahkan bukan?

Kami membuat grup sendiri di dalam wattsapp, jangan tanya siapa yang membuatnya. Karna sudah pasti raffael si rambut uban itu lah yang buat grup untuk kami bertujuh. Katanya biar enak kalau ada sesuatu yang mau dibahas.

Padahal pembahasannya kalo ngga makan ya nongkrong&main wkwk

Tapi tidak masalah bagiku, justru karna mereka hidupku semakin penuh warna disini. Selain ibu, ayah, dan mamas, mereka juga sudah ku anggap seperti saudara. Tak berbeda juga dengan ibu. Beliau juga tau dengan teman-temanku yang 6 ini karna mereka sering berkunjung ke rumah kami.

2 matkul berturut-turut milik dosen killer pagi ini, sangat menguras tenaga bagiku dan raffa. Tak hanya kami, para mahasiswa dan mahasiswi yang lain juga terlihat sudah kehabisan energinya karna matkul ini.

Setelah bel pergantian matkul berbunyi, kami yang tak ada matkul lagi segera bergegas keluar dari kelas untuk menuju ke kantin kampus kami, sedangkan mereka yang masih punya matkul selanjutnya tetap berdiam diri di kelas.

Oh kasihan oh kasihan aduh kasihan...

Saat aku dan raffa menginjakkan kaki di kantin kampus, sebuah tangan melambai-lambai pada kami. Si kakak adek yang tak pernah akur ternyata.

Sebelum kami menghampiri mereka, aku dan raffa berniat memesan makanan terlebih dahulu kepada ibu kantin karna perut kami yang sudah tak bisa diajak berkompromi untuk menunggu lebih lama lagi.

"Wehhh ada apa gerangan nih abang adek, tumben kalian berdua akur?" Itu suara raffa

Raffa menaik turunkan alisnya setelah memberi pertanyaan kepada kedua orang yang duduk berhadapan dengan kami.

Keduanya (rigel&lionnel) saling memandang satu sama lain, menatap jijik dan bergidik geli,  membuatku tergelak ketika melihat tingkah laku kakak beradik itu.

"Ini nih si kurcil onel ngintilin gue terus"

Mata korban melotot ketika mendengar penjelasan sang pelaku yang sepertinya tidak sesuai kenyataan.

"Bohong banget ya lo, padahal lo yang ngikutin gue. Dan satu lagi ya, kita tuh cuma beda setaun kalo lo lupa!" Final si korban yang akhinya meminta bertukar tempat duduk dengan raffa agar mau berpindah tempat.

Aku hanya menggeleng tak habis pikir. Sungguh tak ada ujungnya huru-hara antara kakak dan adek yang satu ini wkwk.

"Radja sama yang lain kemana?" Itu suaraku

"Radja masih ada satu kelas, biasalah anak seni. Tapi kalo si tuan muda sama alien ga tau dah gue" jelas rigel sembari menyesap segelas es teh yang ia pesan di kantin.

Seperti biasa, tak ada yang berbobot di dalam percakapan kami setiap bertemu. Kami hanya menyempatkan diri untuk sekedar berkumpul ataupun tertawa bersama karna membahas sebuah hal yang tak begitu penting, tapi terasa lucu jika diceritakan di dalam ruang lingkup pertemanan ini.

To be continued...

1
Yaka
best quote🖐️🔥
Tajima Reiko
Aku jadi terbawa suasana dengan ceritanya, bagus sekali! ❤️
fromAraa: terima kasih/Pray//Pray//Pray/
total 1 replies
Shinn Asuka
Kakak penulis, next project kapan keluar? Aku udah kangen!
fromAraa: nanti yaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!