Azalea Safira tidak pernah menyangka bahwa ia akan terikat oleh pesona Kevin. Boss arogan, angkuh dan menyebalkan.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan asisten pribadi saja. Tanpa Kevin sadari, ia mulai bergantung pada asisten pribadinya itu.
Kevin pikir, selama bersama dengan Safira setiap hari, itu sudah cukup. Namun, siapa sangka kisahnya tidak berjalan sesuai rencana.
Akankah Kevin berhasil mendapatkan hati Safira? Mengingat sikap Kevin yang selalu seenaknya sendiri padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 29
Beberapa hari berlalu. Kini, semuanya berjalan seperti biasa. Seakan tidak terjadi sesuatu sebelumnya.
Safira tak lagi membahas tentang Ryan di depan ibunya. Meski sebenarnya Safira masih mengingat pria itu. Hanya saja, pengkhianatan Ryan juga meninggalkan luka mendalam di hatinya.
Setelah Ryan mengirim foto dimana dia sedang bersama Kiara, mereka belum bertemu lagi sampai sekarang.
Kiara—sang adik, terkesan menjauh. Ia sulit dihubungi, bahkan saat Safira ingin bertemu dengannya, Kiara seakan-akan menghindarnya.
Sementara Ryan, mantan tunangannya itu bak hilang di telan bumi. Tidak ada kabar beritanya.
Safira tak mempedulikan itu.
Yang terpenting baginya adalah, Maria—ibunya tidak mengetahui kalau Kiara lah penyebab pernikahan Safira gagal.
Terdengar egois memang, namun Safira sudah mencoba bicara dengan Kiara dan hasilnya tetap saja nihil.
"Pergilah. Ibu tidak apa-apa."
Maria meneguk segelas air di tangannya hingga tandas. Kemudian, meletakkan gelasnya ke atas meja. Ia usap sudut bibirnya sendiri tanpa mau merepotkan Safira yang semalaman ini menjaganya.
"Aku akan tetap berada di sini, menjaga Ibu," kata Safira, memapah Maria.
Kemarin, Safira terpaksa meminta izin pada Kevin untuk menjaga wanita paruh baya itu. Kepergian Kiara untuk mengikuti study tour keluar kota, membuat Safira harus mengurus Maria seorang diri.
Tidak ada kerabat yang bisa Safira mintai tolong. Mereka semua sedang sibuk dengan urusan masing-masing.
"Kapan Kiara pulang?" tanya Maria.
"Mungkin lusa," jawab Safira datar. Maria bisa melihat kalau kedua putrinya sedang tidak baik-baik saja.
"Kalian sedang bertengkar?"
Safira mendongak. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Semua baik-baik saja. Ibu nggak perlu khawatir. Lekaslah sembuh supaya Ibu bisa cepat pulang ke rumah."
"Yakin baik-baik saja? Kamu sedang tidak berbohong pada Ibu kan?" tanya Maria lagi. Wanita itu memicing mata curiga.
"Ibu tidak perlu memikirkannya." Safira mengusap lengan Maria, mencoba menenangkannya.
Safira jelas tahu, feeling seorang ibu pada putrinya tidak akan pernah salah.
"Aku pergi, jika Ibu membutuhkan sesuatu minta perawat untuk menghubungiku."
"Iya, sayang."
Selesai berpamitan pada Maria, Safira bergegas menuju halte bus. Ia harus sampai ke kantor sebelum pukul tujuh.
Karena pagi ini akan ada meeting penting.
"Mudah-mudahan saja aku tidak terlambat," gumamnya. Sesekali, Safira menatap arloji di pergelangan tangannya, dimana waktu tak terasa berputar begitu cepat.
Sebuah mobil, tiba-tiba berhenti tepat di depan Safira. Membuat pandangan wanita itu teralihkan ke depan.
Perlahan, kaca mobil terbuka. Nampak lah sosok pria yang beberapa hari ini ingin Safira hindari.
"Ryan?"
"Mau aku antar?" tawar Ryan.
"Tidak perlu," tolak Safira.
Sudah cukup baginya memberikan kesempatan pada pengkhianat ini.
"Masuklah. Aku janji akan mengantarmu sampai tujuan. Kebetulan juga aku akan pergi ke kantor Kevin."
Ryan melepaskan kaca mata hitamnya, tersenyum tipis pada Safira. Mantan kekasihnya selalu saja cantik meski berpenampilan sederhana.
"Tidak perlu repot-repot. Aku sudah memesan taksi online," tolak Safira.
"Mau hidung kamu jadi panjang?" ejek pria itu sembari menahan tawanya.
"Nggak lucu!"
Safira mendengus kesal. Apa pria itu pikir ini waktu yang tepat untuk bercanda?
"Ayolah, Fira."
Tak mau berlama-lama ada di sana, Safira memilih beranjak dari pada terjebak dengan Ryan.
"Safira! Tunggu!" teriak Ryan.
"Mau apalagi, Ryan?" desis Safira mempercepat langkah kakinya dengan sedikit berlari.
Tak mau menyerah, Ryan masih terus mengikuti Safira. Mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Kita harus bicara, Fira. Please."
"Tidak ada yang perlu dibicarakan. Kita sudah selesai," ucap Safira.
Kembali bicara dengan Ryan, bisa membuat luka hatinya sedikit demi sedikit kembali terbuka.
"Tapi ini soal Kiara."
"Kiara?" Safira berhenti. Ia lalu menoleh ke belakang.
Ryan turun dari mobil dan menghampirinya. "Ya, Kiara."
"Ada apa dengan Kiara?" tanyanya. "Kamu tidak melakukan sesuatu padanya kan?"
Ryan meraih jemari Safira dan menggenggamnya erat. "Aku ingin bertanggungjawab," gumamnya.
"Maksud kamu?" Safira mengernyit.
"Menikah. Aku ingin menikah—"
Bug!
Belum selesai Ryan melanjutkan ujarannya. Bogeman keras sudah lebih dulu mendarat di rahangnya.
"Ryan!" pekik Safira.
Safira memapah Ryan yang sudah terkapar di tanah. "Tunggu di sini," pintanya.
"Hmm." Ryan meringis. Niat baiknya di salah artikan oleh Kevin.
Safira mendongak, menatap nyalang pria yang ada di hadapannya. "Kevin! Apa yang kamu lakukan?"
"Aku memukulnya, kenapa? Kamu tidak terima?" Kevin mengepalkan kedua tangannya.
Pria itu terbakar cemburu melihat Ryan memegang tangan Safira dengan mesra dan mengajaknya menikah.
"Sial, memangnya aku salah melakukan ini? Jelas-jelas telingaku mendengar Ryan mengajak Safira menikah. Dan sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan itu terjadi," gumamnya namun hanya dalam hati.
"Kevin! Aku sedang bertanya padamu mph..." sebuah benda kenyal mendarat sempurna di bibir Safira, sebelum wanita itu berhasil menyelesaikan kalimatnya.
"Ayo menikah," ujar Kevin sontak membuat kedua mata Safira membulat sempurna.
Maaf, baru up lagi🙏
Kemarin sedang Drop, jadi ambil libur.
kok udah end aja????????
tetap semangat jangan patah semangat!! 🤗