Bukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah.
Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di rumah mewah membuatnya merasa hampa dan kesepian. Bahkan dia dipekerjakan sebagai pelayan, semua orang memusuhinya, dan membencinya tanpa tahu fakta yang sebenarnya. Elea selalu diberikan pekerjaan yang berat, juga menggantikan pekerjaan pelayan lain.
"Ini takdirku, aku harus menerimanya, dan aku percaya bahwa suatu saat nanti Ayah bisa menyayangiku." Doa Elea penuh harap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.29
Tristan memandang punggung office girl tersebut, sampai ponselnya berbunyi membuyarkan lamunannya.
"Mama, astaga bisa-bisanya gue malah melamun." Gumam Tristan, dia menjawab panggilan Mala.
"Tristan, kamu dimana?"
"Di Kantor, Papa, Ma."
"Ngapain kamu, disitu? Cepat ke rumah sakit, Kakak mu nanti sore pulang."
"Iya, Ma. Ini aku lagi mau ke rumah sakit."
"Ya sudah, cepat."
Sambungan terputus, membuat Tristan mendesah pelan. Mamanya sangat lah bawel, walau begitu dia sangat menyayangi Mala.
"Aduh, kasih tau Papa, gak yah? Kasian Papa, selama sakit kak Tiana. Gak pernah nanyain Papa," gumam Tristan dalam mode bimbang.
Tristan pun melajukan mobilnya, lebih memilih memberitahu jika Tiana sudah dirumah.
****
Sementara itu di ruangan Bara, Elea sudah mulai bosan. Padahal belum ada dua jam di ruangan tersebut, dia hanya melihat-lihat sosial media dan online shop
Sedangkan Bara, suaminya sangat serius dengan laptop dan berkas dihadapannya. Jika sedang begitu, Bara berkali-kali lipat menjadi lebih tampan.
"Aku tahu, aku memang tampan. Bahkan lebih tampan dari model yang sering kamu lihat," cibir Bara, membuat Elea salah tingkah.
"Apaan sih, model apa?" tanya Elea pura-pura tidak tahu.
"Itu, model yang suka pamer otot. Kayaknya dia gak suka pake baju."
"Panas kali." Balas Elea asal, padahal Elea selalu melihat model tersebut saat Bara tidak dirumah. Tapi bagaimana bisa suaminya tahu.
"Sini." Bara meminta Elea untuk mendekat, saat dekat dia menarik Elea untuk duduk di pangkuannya.
"Mas," rengek Elea.
"Aku kangen loh, ada kamu disini malah gak fokus." Kata Bara, memeluk Elea menghirup aroma tubuh sang istri.
"Lagian, kamu kenapa membawaku?"
"Kangen aja." Jawabnya.
"Ya sudah awas, kerja yang benar!"
"Iya-iya." Bara tersenyum menatap Elea, yang kembali sibuk dengan ponselnya.
Bara melirik sekilas notifikasi dari Tiana, bahkan ponselnya berkedip sejak tadi. Beruntung ponselnya dalam mode hening.
"Maaf Tiana, Elea datang mengantar makan siang. Jadi aku tidak bisa menjemputmu." Bara membalas pesan Tiana, sambil melirik ke arah Elea.
Ingin rasanya dia jujur, tapi tidak ada keberanian saat ini pada Bara. Karena dia masih terlalu bimbang.
***
Tiana melempar ponselnya dengan kesal, berpuluh kali dia mengirim pesan dan menghubungi Bara. Tapi jawaban dari lelaki itu, membuat Tiana kecewa.
"Menyebalkan." Pekik Tiana.
"Elea, Elea terus. Apa istimewanya dia? Dia hanya anak pelakor, tidak lebih." Ucap Tiana dengan kesal.
"Kenapa sayang?" tanya Mala.
"Mama tolong hubungi Bara, aku mau dia kesini. Mama, aku mohon! pinta Tiana dengan mata berkaca-kaca, dia tahu Mala tidak akan pernah menolak permintaannya.
"Memang kenapa? Bukannya dia janji setiap hari, kesini?" tanya Mala.
"Bara bohong, Mama. Dia ada bersama Elea, aku gak suka."
Mala menghembuskan nafasnya dengan kasar, jika Bara sulit untuk dimintai tolong. Maka jalan satu-satunya adalah Elea, dia yakin Elea akan menuruti semua keinginannya.
"Kamu gak usah khawatir, serahkan semuanya sama Mama." Kata Mala.
"Makasih, Ma." Tiana memeluk Mala dengan erat, tanpa mereka sadari Adrian yang sengaja ingin menjenguk Tiana mendengar semuanya.
Bagai angin segar di tengah gurun, seperti sebuah ide muncul dari otak Adrian.
"Aku bisa membantumu, Tiana." Celetuk Adrian, membuat Tiana yang memeluk Mala menatap lelaki di depannya.
"Siapa kamu?" tanya Mala dan Tiana.
"Lelaki yang akan, membantumu. Mencapai tujuan yang kamu mau!"
Adrian berbicara dengan datar, Tiana merasa tidak asing dengan suara lelaki tersebut.
"Seperti pernah mendengarkan, tapi dimana?" ucap Tiana dalam hati.
Dia menatap lekat lelaki dihadapannya tersebut.
"Siapa kamu dan mau, apa?" tanya Mala, mulai waspada bagaimanapun dia perempuan tidak sekuat lelaki.
"Aku anggaplah kita bekerja sama, untuk tujuan yang sama." Celetuk Adrian, dia masih merahasiakan namanya.
"Tujuan? Tujuan, apa?" Kini Tiana yang bertanya.
Adrian pun menceritakan semua rencananya, ingin mendapatkan Elea dan Bara. Tiana hanya menyimak saja, dia belum menanggapi ucapan serius lelaki yang tidak diketahui namanya tersebut.
"Pikirkan, baik-baik Tiana. Kalau begitu aku permisi," pamit Adrian, dia meninggalkan ruangan tersebut tanpa menunggu jawaban Tiana dan Mala.
Bersambung...
maaf typo