Betapa hancurnya perasaanku, saat aku tau suamiku menikah diam diam di belakangku dengan temanku..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Bram, asisten pribadi Delvin, tersenyum ramah ke arahku saat mata kami berpapasan. Aku pun membalas senyumannya dengan tulus.
Tiba-tiba, Delvin yang menyadari interaksi kami berseru dengan nada tegas, "Bram!"
"I-iya, Pak," sahut Bram dengan suara gemetar, tampak ketakutan.
"Idih, galak amat," gumamku pelan sambil berlalu dari pria menyebalkan itu. Aku berjalan pergi,.
"Apa katamu?!" seru Delvin dengan wajah merah padam.
Aku hanya menoleh ke arahnya sebentar, lalu kembali mengalihkan pandangan, melanjutkan langkah keluar dari toko tersebut.
Perasaan kesal masih membayangi pikiranku saat aku berjalan kembali mencari toko serupa. Setelah beberapa lama, aku akhirnya menemukan toko yang menjual pakaian kerja yang sama seperti yang kucari tadi.
Dengan semangat, aku masuk ke dalam toko dan mulai memilih beberapa jas kerja, rok, dan atasan yang cocok.
Setelah selesai berbelanja, aku meninggalkan toko tersebut dengan perasaan lega, berusaha melupakan pertemuan singkatku dengan Delvin yang menyebalkan itu.
Saat aku menaiki eskalator untuk turun ke lantai bawah, hati ini terasa berdebar-debar. Sesampainya di bawah, langkahku tergesa menuju parkiran mobil.
Rasa haus yang menyiksa membuatku berhenti sejenak, memutuskan untuk membeli minuman sebelum melanjutkan perjalanan. Tak disangka, di tempat itu aku melihat sosok yang tak asing.
Dokter Arka sedang berbincang mesra dengan seorang perempuan yang memeluk tubuhnya erat.
"Dokter," sapaku singkat, mencoba menyembunyikan kekecewaan yang mulai menyeruak.
"Rea!" seru Dokter Arka, wajahnya terpancar kejutan.
Aku memperhatikan penampilan dokter yang tampak begitu tampan dengan pakaian santai yang dikenakannya.
"Siapa, Kak? Pacar Kakak, ya?" tanya perempuan yang memeluk tubuh Dokter Arka dari samping, raut wajahnya penasaran.
"Bukan, Dek. Dia teman Kakak," jawab Dokter Arka cepat, seolah ingin menghindari pertanyaan yang lebih jauh.
"Oo, teman. Kirain pacar, soalnya cantik banget," ujar perempuan itu dengan tulus
sambil menatapku dari atas ke bawah.
Aku merasa malu dan salting, namun berusaha untuk tetap tenang dan tersenyum kearah mereka berdua.
"Ya, sudah, aku permisi dulu ya, Dok. Aku mau lanjut belanja," ucapku seolah tidak terpengaruh oleh kata-kata perempuan tersebut
"Kenapa terburu buru mbak, jangan salah paham aku adiknya kak arka, namaku maharani" ucapnya
"Iya dek, salam kenal Maharani" senyumku
"Salam kenal juga kak, nama kakak siapa?" Tanyanya berjalan mendekatiku
"Aku rea"
"Kakak bener teman Kaka arka? Gak lebih?" Tanyanya penuh selidik
"Dek" seru dokter
Maharani tersenyum meledek kearah Dokter Arka,wajah dokter arka langsung merah padam, iapun langsung berpamitan begitu saja.
"Daahh, calon kakak ku" teriak Maharani
Tawa terbahak keluar dari mulutku saat melihat Adek Dokter Arka yang kelakuannya benar-benar unik dan lucu.
Sebelumnya aku mengira Adek Dokter itu adalah pacar Arka, ternyata bukan, memang kadang yang kita lihat itu tidak selalu benar.
"Kak Rea!" panggil Maharani dengan nada riang.
Aku menoleh ke arah Maharani yang sedang berjalan ke arahku. Sementara itu, minuman yang kupertaruhkan sudah selesai dibuat, jadi aku segera membayarnya.
"Kak, ayo ikut kami," ucap Maharani sembari langsung menyeretku ke arah Dokter Arka yang tampak kesal dengan tingkah Adek Dokter itu.
"Dek, apa-apaan sih kamu ini?" gerutu Dokter Arka dengan nada kesal dan bingung.
"Tidak apa-apa, Kak. Ayo antar aku belanja, jangan dengarkan omongan Kak Arka. Dia suka aneh-aneh gitu," potong Maharani dengan santai.
seolah tak peduli dengan ekspresi bingung yang terpampang di wajahku dan Arka.
"Uh, i-iya," jawabku ragu, masih mencoba mencerna situasi yang baru saja terjadi di depanku.
Aku benar-benar tak mengerti apa yang ada di pikiran Maharani hingga tiba-tiba mengajakku untuk ikut bersama mereka.
Maharani menarik tanganku memasuki toko pakaian yang penuh dengan berbagai jenis pakaian.
Dengan semangat, dia berkata, "Kak, tolong pilihkan baju yang bagus untukku ya!"
Aku mengangguk, bersemangat untuk membantu. Beruntung, aku sudah terbiasa memilih pakaian untuk adik perempuanku, Kimberly, jadi tak sulit bagiku untuk menemukan pakaian yang cocok untuk Maharani.
Sementara itu, Dokter Arka mengikuti kami dari belakang, seolah menjadi pengawal yang selalu siap melindungi.
Mataku segera tertuju pada sebuah gaun yang sangat cantik dan anggun. Warna dan potongannya tampak sempurna untuk Maharani.
Aku mengambil gaun tersebut dan menunjukkannya padanya, "Maharani, kamu suka gaun ini nggak?"
Maharani menoleh ke arahku, matanya berbinar saat melihat gaun yang kubawa.
"Wah, ini bagus banget, Kak! Aku suka!" katanya girang sambil mengambil gaun tersebut dari tanganku. "Aku akan membayar dulu ya."
Aku tersenyum melihat kegembiraan Maharani.."kak aku bayar dulu ya" seru Maharani
"Oke" senyumku
Dokter Arka berdiri di sampingku, wajahnya tampak malu-malu. "Maafkan adek aku ya, Rea," ucapnya dengan suara pelan.
Aku tersenyum, berusaha menenangkan suasana. "Gak papa, Dok," balasku.
"Maharani tidak percaya kalau kita hanya teman, dia kekeh kalau kita ada hubungan," lanjut Dokter Arka, mengejutkanku.
Aku tak bisa menahan tawa kecil mendengar penjelasannya. "Hahaha, mana mungkin Dokter mau sama janda seperti aku," ucapku sambil menepuk-nepuk bahu Arka.
Arka mengerutkan keningnya, tampak terkejut. "Kamu?" tanyanya tak percaya.
Aku mengangguk, "Iya, aku janda, Dok," jujurku padanya.
Tiba-tiba Maharani datang dengan langkah cepat, membuat kami kaget. "Haiyo, lagi ngobrolin apa?" serunya dengan nada sumringah.
"Adek!" seru Dokter Arka, menatap adiknya dengan tatapan memarahi.
"Hehe, ayo Kak, makan dulu. Abis itu Kakak mau ke rumah sakit kan?" ajak Maharani, berusaha mengalihkan pembicaraan.
Aku mengangguk dan tersenyum, Maharani juga mengajakku untuk ikut makan bersama mereka.
Ketika aku dan dokter arka sedang duduk, suasana yang semula hening berubah menjadi hangat oleh kecerewetan Maharani.
Entah mengapa, aku merasa bahagia dengan kehadiran gadis ini yang tak pernah kehabisan topik pembicaraan.
"Kamu mirip seperti adik aku," ucapku sambil tersenyum dan duduk di kursi yang nyaman.
"Masa sii, Kak?" tanya Maharani dengan wajah penasaran.
"Iya, Ran, perempuan juga. Sifatnya sama-sama cerewet seperti kamu," jawabku sambil tertawa kecil.
"Wah, namanya siapa, Kak?"
"Namanya Kimberley," jawabku singkat.
"Oo," sahut Maharani sambil tersenyum manis.
Dokter Arka tampak hanya diam sambil memainkan ponselnya. Entah apa yang sedang ia pikirkan, ia terlihat begitu serius.
Tiba-tiba, Maharani berkata, "Kak, ini loh ada calon istri untuk Dokter Arka," serunya sambil menunjukkan ponselnya ke arahku.
Aku tersedak minuman yang baru saja aku beli. Uhuk, uhuk, uhuk. Aku merasa sesak dan batuk berulang kali.
"Rea, kamu gak papa?" tanya Dokter Arka dengan wajah khawatir sambil menatapku.
"Iya, aku gak papa, Dok. Hanya tersedak saja," jawabku sambil berusaha menenangkan diri.
Maharani tampak cemas, namun ia masih tersenyum. Aku menatap wajahnya dan berpikir bahwa mungkin kecerewetannya ini yang membuatku merasa lebih bahagia.
Mungkin karena ia mengingatkanku pada adikku, atau mungkin karena ia membawa suasana baru dalam hidupku yang penuh kesedihan ini.
***
dikit dikit nangis
dikit dikit nangis