Pernikahan memang sesuatu hal yang amat diinginkan oleh setiap orang. Namun, seorang gadis yang bernama Dania tidak menginginkan pernikahan yang terjadi.
Skandal pernikahan yang terjadi semata-mata hanya ingin memenuhi hutang sang Ayah nya.
"Saya siap menikah dengan putra Anda, Nyonya Sofia. Tapi saya mohon ... Jangan penjarakan Ayah saya!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~MPH29~
...Karena Anda telah lancang mencuri hati saya dari porosnya. Jadi jangan salahkan saya jika saya jatuh cinta pada Anda....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aryan tidak menggubris pertanyaan Dania. Ia masih sibuk mencari sesuatu. Hingga akhirnya Aryan menemukan CCTV kecil yang diselipkan di pot bunga plastik di meja nakas.
“Apa itu, Mas?” tanya Dania penasaran.
“Ternyata di rumah ini ada banyak mata-mata. Dan itu membuatku harus... waspada.”
Aryan dan Dania saling pandang. Mungkin kali ini keduanya memiliki pemikiran yang sama.
“Siapa yang sengaja menaruh CCTV ini di kamar, Mas?”
“Mama. Diam-diam ternyata Mama memperhatikan perkembangan kita. Dan pastinya Mama juga tahu kalau kamu tidur di sofa selama ini.” Aryan mendesah lesu.
“Tapi... Mama tidak akan lihat kalau aku buka baju, kan?” pertanyaan yang sangat absurd keluar dari bibir Dania.
Aryan menatap tajam Dania yang entah apa dalam pikirannya.
“Niaa... kapan kamu lepas baju di dalam kamar? Kamu lepas bajunya di dalam kamar mandi. Iya kali Mama pasang CCTV di dalam kamar mandi.” Aryan menggeleng kepala melihat tingkah absurd Dania.
“Iya ya...” Dania nyengir sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
Aryan kembali mencari CCTV di kamarnya. Siapa tahu saja Nyonya Sofia masih menyelipkan lagi entah dimana.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di sisi lain Nyonya Sofia masih tertawa puas melihat bagaimana ekspresi Aryan setelah ia tiba di rumah nanti.
Sebagai seorang ibu Nyonya Sofia hanya ingin yang terbaik untuk putranya. Melihat Aryan yang sering menutup diri setelah kecelakaan itu membuat hati Nyonya Sofia merasakan perih.
Dan sekarang hati yang perih itu sedikit terobati karena Aryan mulai tersenyum dan memiliki semangat lagi. Nyonya Sofia juga yakin suatu saat nanti cinta akan tumbuh dalam hati Aryan dan Dania.
“Maafkan Mama my boy. Tapi Mama juga mau kalian semakin dekat. Nyatanya... perlahan kalian saling terbuka satu sama lain.” Nyonya Sofia mengulas senyum sambil mengusap foto almarhum suaminya yang tersimpan di handphone nya.
Setelah mengusap lembut lalu menciumnya penuh dengan kerinduan. Tidak lama kemudian Nyonya Sofia memutuskan untuk pulang karena hati sudah siang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Seorang perempuan cantik dan mulus masih merasakan bagaimana itu dibohongi dan dikhianati oleh orang yang dicintainya. Namun sayang, meskipun di dalam jeruji besi itu banyak orang tetapi tak ada niatan untuk menenangkan isak tangis Isabella.
“Jahat kamu Raja. Siapa wanita tadi Raja? Kenapa bisa begini Tuhan? Aku tidak mau dipenjara. Hiks... Hiks... Hiks...” Isabella duduk sambil menangkup kan tangannya untuk menutupi wajahnya.
“Dasar wanita gila! Nggak mau dipenjara tapi melakukan kejahatan.” Salah satu di antara wanita lainnya justru memberikan ucapan yang menohok hati Isabella.
“Sudahlah! Biasakan saja nih orang nangis guling-guling sekalipun. Toh nanti nggak akan ada yang bantu, terus diam sendiri deh,” ucap lagi salah seorang wanita.
Isabella semakin terisak saja mendengar ucapan dia wanita di dalam sana. Tapi Isabella juga tidak bisa melawan karena hati dan mentalnya masih tidak kuat menerima cobaan itu.
“Ah sial! Kenapa juga aku bisa tertangkap. Dan aku juga harus putus sama Bella. Bukan hanya itu saja, Rania juga minta cerai sama aku. Arggh!” teriak Raja sambil mengusap gusar wajahnya.
Setelah kepergian Aryan dan Dania dari kantor polisi tak lama dari itu Rania istri Raja sampai di sana. Kedatangan Ranua pun tidak ingin sekedar bertemu dengan Raja melainkan membawa surat yang menandakan permintaan perceraian.
Inilah sebuah balasan yang cukup membuat Isabella maupun Raja terpuruk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Mas Aryan, nanti jam dua siang Mas Aryan tidak lupa bertemu janji dengan dokter Ardi, kan?” ucap Dania mengingatkan.
“Iya, aku tidak lupa kok. Makasih sudah mengingatkan aku, Niaa.” Beginilah Aryan bersikap. Terkadang baik dan lembut tetapi juga terkadang bisa dingin dan berwajah datar.
Dania mengulas senyum sambil mengangguk. Lalu, ia kembali sibuk dengan dinas siangnya. Dania menuju dapur untuk masak makan siang. Karena seluruh keluarga Shamil jika jam makan pasti akan makan di rumah. Hanya terkecuali jika ada pertemuan mendadak atau tugas lainnya.
Aryan yang duduk di kursi meja makan sesekali melirik ke arah Dania yang sibuk memotong sayur. Bukan hanya memandang saja, tetapi sesekali bibirnya mengulas senyum.
“Kenapa ya Dania sering sebut aku sebagai suami perfect. Sedangkan aku saja lumpuh begini, jalan saja masih perlu tongkat untuk menopang kaki. Atau... Dia sengaja menghinaku secara halus ya?” gumam Aryan sambil mengamati Dania yang sesekali tertawa bersama bik Ningsih.
Gavin tanpa sengaja lewat di belakang Aryan, ia pun melihat jika Aryan tengah memandangi Dania. Kembali hati Gavin terhunus, tetapi ia berusaha untuk tetap menjaga sikapnya.
Gavin tahu saat ini Aryan masih bimbang dengan keberadaan Dania. Apalagi cinta, Gavin tahu Aryan tidak mudah jatuh cinta setelah merasa patah hati.
“Mikirin apa sih?” tanya Gavin sambil menepuk pundak Aryan.
“Buka apa-apa.” Sangat singkat.
“Aku tahu apa yang ada di kepala kamu itu. Pasti tentang Dania.”
“Kamu... sudah ada rasa ya sama Dania. Getar-getar cinta begitu,” tebak Gavin asal.
Aryan menoleh dan menatap tajam Gavin.
“Wih! Santai dong bro. Jangan tatap seperti itu, bikin aku takut saja. Begini, aku punya saran buat kamu.”
“Jangan pernah kamu memandang Dania dari sisi buruknya. Cobalah pandang Dia dari sisi baiknya, jika tidak bisa melihatnya dengan mata maka lihatlah Dia dengan hati.”
“Karena sesungguhnya hati tidak akan membohongi diri meskipun bibir sering kali mengatakan tidak.”
Gavin menepuk kembali pundak Aryan lalu melenggang pergi. Tetapi Gavin tidak pergi meninggalkan Aryan, hanya langkahnya terhenti dan memilih untuk sembunyi di balik tembok.
“Sakit Ya Allah rasanya mengatakan itu pada Aryan. Tapi aku tak pantas egois. Aryan orang yang selama ini baik padaku dan Dania... pantas bahagia bersama Aryan.” Gavin mengelus dadanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua masakan telah disajikan di atas meja makan. Bau masakan telah menguar ke udara dan menggugah selera bagi yang mencium aromanya.
Aryan yang masih duduk di kursi meja makan rasanya ngeces sedari tadi. Perutnya mulai keroncongan menandakan jika lapar telah meronta. Dan cacing-cacing di perutnya sudah waktunya untuk diisi.
“Mbak Dania, tolong tuh suaminya di kondisikan. Masak sudah ngeces begitu.” Kejahilan Agatha mulai diperlihatkan.
“Bisa diam tidak?” ucap Aryan sambil menatap tajam Agatha.
“Nggak bisa Kak, kalau aku diam nggak bisa makan dong. Mana lagi laper lagi, sampai ngeces.” Kembali Agatha menggoda Aryan.
Nyonya Sofia menggeleng saja melihat tingkah dia anaknya itu. Saling suka jahil tetapi dalam hati mereka saling menyayangi dan melindungi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah makan siang usai Dania kembali ke kamar untuk menjalankan sholat dzuhur. Saat Dania masih menyiapkan mukena nya tiba-tiba Aryan datang.
“Mau sholat?”
“Iya, Mas. Sholat itu kan wajib untuk dijalankan.”
“Emm... boleh aku ikut sholat lagi?”
“Boleh dong! Boleh banget malahan.”
Dania mendekat ke arah Aryan hendak membantu Aryan memgambil air wudhu. Tetapi Aryan menolaknya, karena ia ingin berusaha sendiri dengan tongkatnya.
Dania membiarkan saja Aryan melakukan sendirian. Ia hanya melihat bagaimana cara Aryan memakai tongkat untuk mengambil air wudhu.
“Semoga saja Mas Aryan kakinya segera sembuh seperti sebelum kecelakaan. Aamiin.” Dania mengulas senyum tipis.
Setelah Aryan usai mengambil air wudhu lalu giliran Dania untuk melakukannya.
Dania membentangkan sajadah nya di belakang Aryan. Sedangkan Aryan tidak menggunakan sajadah, karena ia duduk di kursi roda.
Allahu akbar...
Sholat empat rakaat telah dijalankan dengan khusuk sampai mengucap salam sebagai tanda akhir sholat.
Setelah itu Aryan menoleh ke belakang. Dania yang mengerti tujuan Aryan dengan segera menyambut ukuran tangan Aryan lalu menciumnya dengan penuh takzim.
“Niaa, bolehkah aku bertanya padamu?”
“Boleh. Mau tanya apa Mas?”
“Kenapa kamu sering menyebutku sebagai suami perfect? Sedangkan kamu tahu aku... tidak sempurna.” Pertanyaan itupun akhirnya dilontarkan Aryan karena ia tidak bisa menyimpannya terlalu lama.
“Emm... Karena aku... jatuh cinta sama Mas Aryan. Cinta tulus bukan memandang fisik orang yang dicintainya. Tetapi cinta tulus itu dari hati.”
Jeddar!
Aryan diam sejenak, ia mencerna ucapan Dania yang menyatakan cinta.
“Kenapa kamu jatuh cinta padaku? Sedangkan kamu tahu sendiri jika kita bisa dibilang sebentar dalam menjalani pernikahan. Sebelumnya kita tidak saling kenal, Niaa.”
“Karena Mas Aryan telah lancang mencuri hati saya dari porosnya. Jadi jangan salahkan aku jika aku jatuh cinta pada Mas Aryan.” Dania berusaha untuk menyatakan perasaannya pada Aryan.
Bukan lancang atau tidak memiliki rasa malu, tapi seorang istri tidak akan salah menyatakan cinta pada suaminya. Meskipun tidak saling mengenal di awal pernikahan tetapi bukan berarti tidak ada kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain di bulan berikutnya. Itupun jika Allah menghendaki hubungan mereka.
Hening...
Aryan tidak berani melontarkan pernyataan lagi pada Dania. Karena setiap jawaban yang diberikan Dania membuat Aryan merasa sulit untuk kembali bertanya. Bukan berarti Aryan kalah, tetapi ia mencoba mencerna ucapan Dania dengan hatinya.
“Mas, sudah jam setengah dua. Ayo kita siap-siap!” ajak Dania memecahkan keheningan.
Aryan hanya mengangguk saja. Sedangkan Dania sudah beranjak dari duduknya lalu menyiapkan hasil perkembangan pemeriksaan Aryan sebelumnya.
‘Mengapa bisa Dia se peduli ini padaku? Apa... ini karena cinta tulus dari hatinya?'
“Ayo Mas, kita berangkat! Gavin sudah menunggu di luar.” Dania membantu Aryan untuk berdiri lalu memberikan tongkat nya pada Aryan.
Dengan di antar Gavin mereka pergi ke rumah sakit untuk kembali melakukan pemeriksaan pada kaki Aryan. Rasanya Aryan sudah tidak sabar ingin mendengar tentang perkembangan di kakinya.
Setengah jam perjalanan akhirnya sampai juga di rumah sakit. Setiba di sana Dania melihat Calista yang terus tertawa. Dania melihat tidak ada lagi sedih yang terpancar dari wajah anak itu. Hingga hal itu membuat Dania tersenyum bahagia.
“Kenapa senyum-senyum sendiri begitu?” tanya Aryan heran.
“Nggak, senang saja lihat anak kecil itu tertawa... lucu.” Dania memasang wajah cute di depan Aryan.
“Nanti kita buat yang seperti itu.”
Deg!
Bersambung...