Rani baru saja kehilangan kakaknya, Ratih, yang meninggal karena kecelakaan tepat di depan matanya sendiri. Karena trauma, Rani sampai mengalami amnesia atas kejadian itu. Beberapa bulan pasca tragedi tersebut, Juna, mantan kakak iparnya melamar Rani dengan alasan untuk menjaga Ruby, putri dari Juna dan Ratih. Tapi, pernikahan itu rupanya menjadi awal penderitaan bagi Rani. Karena di malam pertama pernikahan mereka, Juna menodongkan pistol ke dahi Rani dan menatapnya dengan benci sambil berkata "Aku akan memastikan kamu masuk penjara, Pembunuh!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28.(REVISI) Guru Privat Untuk Ruby
TING TONG!
Suara bel pintu terdengar nyaring saat Rani sedang sibuk memasak di dapur. Rani menoleh sebentar, memastikan telinganya tak salah dengar.
TING TONG!
Ternyata benar. Pendengaran Rani tidak ada yang salah.
"Mbak Indri!" panggil Rani kepada pembantu paling muda di rumah itu. Niatnya ingin meminta Mbak Indri membukakan pintu sementara dia memasak.
"Bik Jum!" Rani beralih memanggil ART lain karena tidak ada jawaban dari Mbak Indri. Tapi, Bik Jum juga tidak menjawab.
"Mbok Nah!" Tetap tidak ada jawaban setelah beberapa lama. Bel pintu masih terus berbunyi hingga yang ketiga kalinya. Terpaksa, Rani mematikan kompor terlebih dulu dan bergegas pergi ke pintu depan. Ia tak mau tamu yang datang menunggu lama.
"Cari siapa?" tanya Rani sembari membuka pintu. Tapi gerakannya terhenti dan wajahnya terkesiap melihat siapa yang datang.
Pria tampan dan tinggi yang berdiri di depan Rani sama terkejutnya melihat Rani. Selama beberapa saat, mereka berdua bertukar pandang dalam diam.
"Kamu—"
"Siapa Ran?" pertanyaan Lily membuat ucapan Rani tertelan di kerongkongan. Rani langsung bergeser dan mempersilahkan mertuanya untuk melihat siapa tamu itu.
"Loh, Bian ya?" Lily menyambut pria itu dengan sumringah. "Dari kemarin Tante tunggu-tunggu kamu, ternyata baru datang sekarang,"
"Maaf Tante," ujar pria yang bernama Bian itu. "Kemarin aku sibuk mempersiapkan pameran,"
"Nggak papa, sini masuk, kita sarapan bareng," ajak Lily. Rani jelas kebingungan. Kenapa mertuanya bisa kenal dengan pria ini?
"Oh iya Rani, Mami sampai lupa bilang sama kamu," Lily agaknya mengetahui menantunya itu kebingungan. "Ini Bian, anak teman Mami. Mulai sekarang dia adalah guru privat lukis untuk Ruby,"
"Guru privat lukis?" ulang Rani. "Kenapa sekarang Mi? Usia Ruby kan baru tiga tahun?"
"Aduh, kamu itu gimana sih Ran.. Ruby itu punya bakat melukis yang jarang dimiliki oleh keluarga kita. Supaya bakatnya itu semakin terasah, kita harus melatihnya sejak dini. Siapa tahu dia bisa sejago Bian, kan? Tahu nggak, Bian ini diumur segini sudah punya pameran lukisnya sendiri loh. Hebat kan? Kapan lagi coba keluarga kita bisa punya seniman hebat?"
Rani melirik Bian yang juga sedang menatap ke arahnya. Entah kenapa dirinya merasa gelisah. Rani jelas ingat siapa pria itu. Dia adalah pria yang menolongnya saat dia berada sendirian di tengah jalan dan hampir diperkosa oleh supir truk. Dia adalah pria yang sama yang menghubungi polisi untuk membawanya pulang.
Apa Bian ingat aku? Batin Rani. Bisa saja lelaki itu lupa, karena saat itu kondisi Rani sangat acak-acakan seperti bukan manusia. Bisa jadi Bian tidak mengenalinya.
Lily akhirnya menggandeng Bian untuk masuk ke rumah. Lily asyik memamerkan bakat menggambar Ruby yang sangat hebat untuk anak usia tiga tahun. Bian menanggapinya dengan baik dan sopan.
"Siapa dia?" Tanya Juna yang baru turun dari lantai dua. Matanya menyipit melihat kehadiran Bian di samping Lily.
"Ini guru privat lukis untuk Ruby," jawab Lily. "Dia akan mulai mengajar hari ini,"
"Kenapa tidak bilang aku dulu?" Tanya Juna heran. Dia belum pernah mendengar soal itu sebelumnya. "Ide siapa ini?"
Rani langsung menggelengkan kepala saat Juna meliriknya, seolah sudah tahu Juna akan menuduhnya melakukan hal semacam itu.
"Aku tidak tahu Kak, sepertinya ini ide Mami,"
"Iya Jun, ini memang ide Mami. Memangnya kenapa sih? Toh ini semua kan Mami lakukan untuk kebaikan cucu Mami sendiri," ujar Lily sambil mengerucutkan bibir.
"Bukan begitu Mi. Mami kan tahu sendiri Ruby itu bagaimana sifatnya. Dia tidak suka jika bersama dengan orang baru. Mami tidak ingat belasan pengasuh yang ditolak Ruby?"
"Ya kan, siapa tahu sama Bian bisa!" Jawab Lily tak mau kalah. "Bian, apa kamu mau coba ketemu Ruby sekarang?"
"Boleh Tante," jawab Bian antusias. Lily kemudian membawa Bian ke kamar Ruby. Sampai di sana, tampak Ruby yang sedang bermain bersama boneka-bonekanya.
"Halo," sapa Bian ramah. "Lagi main apa sayang?" tanyanya mendekati Ruby.
"Ck, pasti tidak akan berhasil," cibir Juna yang ikut melihat mereka dari luar. Rani juga ikut memperhatikan dengan wajah cemas. Ia khawatir jika nanti Ruby akan menangis dan mengamuk lagi.
"Belbi," tanpa disangka-sangka, Ruby menjawab pertanyaan Bian dengan gembira. Sama sekali tidak menangis apalagi mengamuk. Bahkan, beberapa saat kemudian mereka berdua asyik bermain boneka bersama.
"Tuh, kan? Apa Mami bilang? Pilihan tepat membawa Bian ke sini," ujar Lily bangga. Sementara Juna dan Rani melongo keheranan.
"Aneh sekali," gumam Juna. "Kenapa pria itu mudah sekali menaklukkan Ruby?" Entah kenapa Juna menjadi kesal. Ia menoleh ke arah Rani dan terlihat senyuman terukir di wajah wanita itu.
"Ngapain kamu senyum-senyum?" Juna bertanya jutek. Rani langsung mengendurkan senyumnya dan mengernyit heran.
"Om ganten! Kita main di cana yuk!" ajak Ruby sambil menggandeng tangan Bian, memaksa pria itu mengikutinya.
Juna tentu saja makin kesal mendengar panggilan 'om ganteng' yang disematkan sang putri kepada pria itu. Padahal Juna saja belum pernah dipanggil 'ganteng' oleh anaknya sendiri.
Karena kesal, Juna segera berbalik badan dan meninggalkan mereka.
kalau sudah jatuh baru mengharapkan bini yg sudah di sakiti!
kalau aku ma ya milih pergi!
ttep suka 🤗