Dijodohkan sejak bayi, Zean Andreatama terpaksa menjalani pernikahan bersama aktris seni peran yang kini masih di puncak karirnya, Nathalia Velova. Memiliki istri yang terlalu sibuk dengan dunianya, Zean lama-lama merasa jengah.
Hingga, semua berubah usai pertemuan Zean bersama sekretaris pribadinya di sebuah club malam yang kala itu terjebak keadaan, Ayyana Nasyila. Dia yang biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain, mendadak murka kala wanita itu hendak menjadi pelampiasan hasrat teman dekatnya
--------- ** ---------
"Gajimu kurang sampai harus jual diri?"
"Di luar jam kerja, Bapak tidak punya hak atas diri saya!!"
"Kalau begitu saya akan membuat kamu jadi hak saya seutuhnya."
-------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 - Memang Sudah Wataknya
Tidak ada hal menarik dalam hidup Zean selama menjadi suami Nathalia. Sekalipun sosoknya semakin dikenal sejak menjadi menantu seorang Halim Pradiksa, konglomerat yang sejak muda sudah menjalin hubungan baik bersama Mikhail.
Berbeda dengan Zean yang tidak merasakan hal istimewa, Halim justru sebaliknya. Dia sangat bangga memiliki menantu seperti Zean, selain pintar anak itu juga patuh dan tidak banyak ulah. Perusahaan maju pesat semenjak Zean turut andil di dalamnya, tidak sia-sia dia menyetujui perjanjian bersama Mikhail kala Nathalia masih kecil dahulu.
"Papa bangga padamu, syukurlah Nathalia benar-benar jatuh di tangan pria yang tepat," ungkap Halim tersenyum lebar menatap putri dan menantunya.
Bagaimana tidak dia berbicara begitu. Kerja keras Zean dalam menjaga nama baik kedua perusahaan begitu baik, dia sama sekali tidak main-main dalam melakukan pekerjaannya. Belum lagi, Zean yang memberikan kebebasan pada Nathalia untuk tetap berkarir dan memilih jalannya adalah sebuah anugerah pria itu.
"Terima kasih, Pa."
"Papa percaya padamu, Zean ... terima kasih sudah membuat Nathalia bahagia. Setelah kepergian mamanya, jujur saja Papa khawatir tidak ada yang mampu membuatnya tersenyum. Tapi, kini semuanya sudah berubah dan kamu bisa membahagiakan putri Papa."
Halim memang begitu menyayangi putrinya. Untuk itu, dia behagia sekali ketika Zean tidak mengekang Nathalia dan tetap diizinkan melanjutkan karirnya sebagai aktris meski sudah menikah. Padahal, dalam hati Zean tidak berkata begitu. Pria mana yang rela istrinya jadi fantasy pria lain di luar sana, tapi untuk melarang Zean enggan karena dia tidak akan berusaha mengejar hati wanita pembangkang seperti Nathalia.
"Ehm ... Papa, aku ada kabar baik." Nathalia kini mulai bicara setelah menyelesaikan makan siangnya.
"Oh iya? Apa itu, sayang? Apa papa akan segera menimbang cucu?" tanya halim dengan wajah berbinar, dia sangat berharap hal itu sejak lama. Akan tetapi, selalu saja ada alasan Nathalia yang membuatnya harus sabar.
"Bukan soal itu, tapi ... sebentar lagi aku akan go internasional."
Zean mengepalkan tangannya, dia semakin sebal ada di sini. Halim yang tadinya terlihat berbinar mendadak berubah dan senyumnya kian tipis saja. Mungkin dia bangga akan prestasi putrinya, akan tetapi yang lebih Halim harapkan lagi adalah sosok malaikat kecil yang mengisi pernikahan putrinya.
"Selamat, Nak. Itu impianmu, 'kan?"
Tidak ada yang bisa Halim lakukan untuk membatasi putrinya. Dunia hiburan adalah cita-cita Nathalia, hanya dengan itu dia bahagia dan melupakan luka kehilangan mamanya. Akan tetapi, jujur saja di dalam lubuk hati Halim dia merasa kecewa lantaran Nathalia seakan tidak sadar jika dia sudah berumah tangga.
"Off course!! Mama pasti bangga dengan semua pencapaianku."
"Iya ... Kamu benar sekali, tapi coba kamu pikir lagi. Apa kamu tidak ingin memberikan Papa cucu? Lagipula Zean juga butuh keturunan."'
Untuk kedua kalinya, Halim menasehati putrinya. Akan tetapi, tampaknya kepala batu ini memang sukar diatur dan enggan mengubah pendirian hingga raut wajahnya berubah seketika.
"Aduh, Pa ... Papa tahu perjuangan aku untuk sampai di titik ini tidak mudah. Lagipula sejak awal Papa memintaku menikah dengan Zean sudah aku jelaskan aku tidak mau karirku terganggu, punya anak nanti pasti sulit, Pa. Kenapa sekarang banyak nuntutnya?"
Jangankan suami, papanya saja dibantah. Zean enggan menyela ataupun menenangkan Nathalia karena memang akan percuma. Jika dahulu Zean akan bersedih mendengar ucapan Nathalia, saat ini tidak sama sekali.
"Tapi bagaimana dengan suamimu, Nathalia ... dia pasti kesepian di rumah kalau kamu sedang di luar kota."
"Ehem, aku tidak masalah, Pa .. Lagipula itu sudah kesepakatanku dan Nathalia untuk menundanya. Kalau soal kesepian, sama sekali tidak karena ada Zavia dan Azkara," ucap Zean kali ini menjual nama anak-anak Mikhayla dan Keyvan.
Nathalia menoleh, dia sedikit bingung karena respon Zean justru sama sekali tidak keberatan dengan keinginannya. Bahkan, dia terlihat santai seolah benar-benar tidak menginginkan anak. Padahal, kesepakatan antara keduanya tidak ada sama sekali, yang ada hanya penolakan Nathalia secara sepihak.
"Ya, Tuhan ... Papa benar-benar beruntung punya menantu sepertimu."
Zean tersenyum simpul, semua yang dia ucapkan barusan tentu saja karena ada alasannya. Lagipula untuk saat ini, sekalipun Nathalia meminta sama sekali Zean tidak akan tertarik lagi. Tujuan hidup Zean sudah berbeda dan sama sekali tidak ada secebis keinginan untuk mencapai titik bahagia bersama Nathalia.
.
.
Selesai dengan makan siang tersebut, Zean meminta izin untuk kembali ke kantor. Sementara athalia yang merindukan papanya Zean izinkan untuk pergi semaunya. Terserah, ke kutub utara juga Zean tidak peduli.
Hingga kini ketika dia sendiri, Zean justru memikirkan Syila. Saat ini masih jam makan siang, biasanya Syila akan memesan pangsit rebus dan mata Zean sudah muak melihat makanannya.
Sebelum kembali ke kantor, dia membeli makan siang untuk istrinya lebih dulu. Ya, ini adalah kali pertama dan mungkin syila akan dibuat terkejut nantinya.
"Sedang apa dia?" Zean tersenyum simpul menatap foto profil sang istri di sana.
Secara tidak sengaja Zean membaca riwayat percakapan antara dia dan Syila sebelum menikah, wajah Zean mendadak merubah dan kini memejamkan matanya. "Dasar Zean laknat, kenapa bisa setega itu?" Zean membatin dan menyadari betapa tidak berotaknya dia memperlakukan sekretarisnya.
Usai membayar, Zean hendak berlalu pulang. Akan tetapi matanya dibuat membola saat melihat sosok yang dia kenali sedang menikmati makan siang dengan porsi tidak biasa di sana.
"Tapi kok kenapa sendirian?"
.
.
- To Be Continue -