Bagiamana jika kehidupan seorang mafia yang terkenal akan ganas, angkuh atau Monster ternyata memiliki kisah yang sungguh menyedihkan?
Bagaimana seorang wanita yang hanyalah penulis buku anak-anak bisa merubah total kehidupan gelap dari seorang mafia yang mendapat julukan Monster? Bagai kegelapan bertemu dengan cahaya terang, begitulah kisah Maxi Ed Tommaso dan Nadine Chysara yang di pertemukan tanpa kesengajaan.
~~~~~~~~~~~
✨MOHON DUKUNGANNYA ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
O200DMM – BAB 29
PERASAAN YANG KALUT
Di saat Nadine masih sibuk dengan perban di tangannya. Maxi terus memperhatikan setiap inci wajah Nadine, mata indah dengan manik berwarna coklat, hidung runcing, bibir mungil serta pipi yang sedikit gembil juga kulit langsat nya membuat pria manapun bisa terpincut akan kecantikan alami Nadine.
Ketika Maxi merasakan alian ringan di lengannya yang terluka-- menandakan bahwa gadis itu sudah menyelesaikan tugas kebaikannya tadi dan saat itulah tangan kanan Maxi langsung meraih tengkuk leher Nadine, menodongnya maju hingga dia berhasil meraih bibir peach Nadine. Memberikan ciuman tergesa-gesa penuh hasrat, mencoba mencicipinya lebih dan lebih.
Mendapatkan serangan tiba-tiba berupa ciuman, tentu saja membuat Nadine membelalak kaget. Ciuman pertama yang dia rasakan, menempel di bibir seorang pria. Nadine tidak pernah bermimpi akan berciuman pertama kali dengan sosok pria seperti Maxi.
Nadine berusaha melepaskan diri dari ciuman tersebut, tapi tangan Maxi masih menahan tengkuknya. Oh, ayolah! Apakah seperti ini balasan Maxi?
Tidak ada cara lain, Nadine memukul keras pundak serta dada Maxi berulang kali sehingga pria itu mulai melepaskan penyatuan bibir mereka karena keduanya masih butuh pasokan oksigen.
Nadine langsung berdiri dengan wajah marah yang meluap bak air mendidih.
“Dasar kurang ajar. Begini' kah cara membalas kebaikan seseorang? Sudah aku katakan don't touch me! Aku baik kepadamu bukan berarti aku mau di sentuh olehmu apalagi berciuman dengan mu.” Sentak Nadine antara kesal dan ingin berteriak.
Maxi yang mendapat cacian seperti itu hanya diam menatap istrinya. Dia masih merasakan betapa kenyal dan lembutnya bibir Nadine. Bahkan dia seakan tak peduli dengan amukan dari gadis tersebut.
Maxi berdiri sehingga mereka saling menatap meski berbeda tinggi badan membuat Nadine mendongak ketika ingin menatap tajam ke mata Maxi.
“Tidak ada larangan yang bisa melarangku penulis. Ataupun larangan mu.” Nadine masih memberikan tatapan kesalnya karena pria itu sudah berani mencuri ciuman pertamanya.
Maxi meraih kotak obatnya, “Dan iya, karena kebaikan mu lenganku jadi di perban dengan baik.” Kata Maxi lalu pergi ruang ganti meninggalkan Nadine yang masih menatapnya malas dan marah.
Terlihat sudut bibir Maxi sedikit terangkat puas.
Itu adalah sapaan selamat pagi yang Maxi berikan kepada istri pemarahnya itu.
...***...
Ketika Nadine keluar kamar, berjalan menuju dapur untuk memastikan pelayan yang sudah menolongnya itu baik-baik saja. Bukannya melihat pelayan yang dimaksud oleh Nadine, Bibi Doray datang menghampiri Nadine yang masih bingung akan kehadirannya di sana. Karena ini masih pagi, dan pasti Miia ataupun Julia, kedua wanita itu tak mungkin membiarkan bibi Doray yang malang itu keluar rumah sebelum pekerjaan selesai.
“Bibi Doray!” sapa Nadine ramah seperti biasa, hanya kepada bibi Doray. Maxi yang baru saja tiba dari arah belakang dengan jarak yang masih jauh. Menatap penuh tanya akan keberadaan bibi Doray.
“Begini. Tuan Ericson meminta mu datang dan sarapan bersama.” Kata bibi Doray sambil tersenyum. Nadine masih diam, tiba-tiba suara Maxi mengagetkan keduanya.
Bibi Doray menunduk takut meskipun dulu dialah yang merawat Maxi kecil, tapi sekarang sudah tidak lagi. Nadine masih marah jika melihat wajah menyebalkan Maxi akibat pagi tadi.
“Kenapa paman menyuruhnya datang?” tanya Maxi. Hanya mendengar suara Maxi saja sudah membuat orang-orang di Mansion ErEd ketakutan. Tentu saja Nadine tak suka melihat hal tersebut, apalagi itu bibi Doray, wanita tua yang kini nampak sekali kegugupannya di hadapan Maxi.
“Lalu kenapa? Aku akan pergi.” Ketus Nadie percaya diri. Maxi sudah mengerutkan keningnya juga rahang kerasnya terus saja terlihat berdenyut.
Dengan berani Nadine menatap Maxi. “Aku akan sarapan bersama mereka. Apa kamu juga mau ikut?” mendengar hal langkah tersebut membuat bibi Doray menatap ke arah Nadine lalu ke Maxi dengan wajah menganga antara takut dan panik.
Pria itu masih memandangi Nadine. “Tidak ada salahnya kita-- ”
“Pergilah.” Balas singkat Maxi lalu berjalan keluar rumah.
Nadine dan bibi Doray saling menatap pasrah.
Perlahan-lahan Nadine juga mulai tahu apa yang tidak di inginkan pria itu, terutama tidak suka makan bersama keluarganya.
Saat melangkah keluar rumah dua pasang mata saling bertemu. Maxi hendak pergi bersama Zero untuk urusan pekerjaan, sementara Nadine berjalan ke arah rumah Ericsson. Terlihat tatapan Maxi yang tak setuju dengan keputusan istrinya untuk ikut sarapan bersama.
“Mari tuan.” Ucap Zero yang sudah mempersiapkan mobilnya.
Nadine yang baru saja melangkah ke arah meja makan sudah di sambut dengan tatapan Ericsson beserta yang lainnya. Rasanya sangat canggung tapi Nadine sangat suka dengan tantangan, apalagi menghadapi orang-orang seperti Miia dan Julia.
“Akhirnya kamu datang juga! Aku sudah hampir mati kelaparan karena menunggumu!” Julia membuka pembicaraan. Nadine tahu betul itu adalah sindiran meski wanita itu tersenyum lebar seolah sebuah candaan.
“Julia!” tegur Ericsson.
“Aku benarkan sayang.”
“Cih. Mulut j*la*g memang seperti itu, tidak kaget jika mendengarnya!” sindir Miia tersenyum miring.
“Apa katamu penyihir?” Miia hanya membalasnya dengan senyuman mengejek hingga Ericsson kembali menghentikan kedua wanita berisik tadi.
Nadine masih berdiri menatap mereka semua, apalagi dia sangat ingin mencolok kedua mata Alex yang terus melihatnya tak biasa dengan senyum bodoh dan mesumnya.
“Duduklah Nadine.” Pinta Ericsson. Nadine duduk di kursi paling ujung sedangkan masih ada tiga kursi kosong di sana.
Ericsson tidak masalah dengan keberadaan Nadine yang memilih duduk di ujung, memberikan jarak antara kursinya dan Ina.
“Ini adalah pertama kali seorang menantu ikut sarapan bersama. Jadi tolong, jangan ada yang berulah.” Titah Ericsson khususnya ia berikan kepada Miia dan Julia.
Mereka melakukan rutinitas sarapan bersama. Mengikuti sarapan keluarga benar-benar membuat Nadine teringat akan kakak Yunita yang selalu menemaninya makan. Suara sendok, garpu serta piring menjadi perpaduan yang sempurna untuk mengisi keheningan di sana.
...***...
Sebuah mobil hitam masih melaju engan kecepatan tinggi melewati jalan tol. Meski Maxi bekerja ilegal, tapi dia adalah salah satu warga yang taat dengan peraturan pajak.
“Tuan Maxi.” Panggil Zero yang sibuk menyetir mobil. Sedangkan Maxi duduk di sampingnya sembari menatap ke luar jendela mobil yang sengaja di buka.
“Hm.”
“Bagaimana soal nyonya Nadine? Saya rasa, sudah tidak bisa di sembunyikan lagi karena musuh cepat atau lambat akan mengetahui keberadaan nyonya Nadine juga statusnya.” Terang Zero.
Maxi mencoba memikirkan apa yang Zero katakan. “Biarkan saja. Karena Nadine, kita juga bisa menangkap musuh dengan mudah.” Balas Maxi membuat Zero seketika sedikit kaget. Bukankah itu sama saja mempertaruhkan nyawa Nadine?
Zero tak bisa berkutik banyak karena dia sadar dia hanyalah bawahan.
Pikiran Maxi masih kalut dalam ciumannya dengan Nadine, serta semua ucapan dan cacian yang pernah Nadine berikan untuknya.
-‘Ingat Maxi. Kamu seorang monster, tidak ada belas kasih dalam dirimu.’ Pria itu memakai kacamata hitamnya kembali.
kl menyukai ,kenapa nggak d ulangi n lanjut next yg lebih hot.
( berimajinasi itu indah.. wk wk wkk )
kl sekarang mau kabur,apa nggak puyeng liat jalur melarikan dirinya.jauuuub dr kota.awak d ganggu pemuda2 rese LG lho.
tadinya baca cerita luna almo dulu sih..untuk maxi nadine ini ditengah udah mau menyerah krn alurnya lambat ya..tapi penasaran jadi ttp aku baca..dan kesimpulannya bagus banget walaupun banyak bab yang menguras emosi..terimakasih kak author..