Menikahi Calon Suami Tetanggaku

"Kalau kamu gak suka sama aku, ya udah. Ceraikan aku!" Ucap Mia dengan nada tinggi.

"Kalau aku menceraikan kamu, laki-laki mana yang mau sama kamu yang udah gak bisa kasih anak?"

"Heh Dito, di jaga ya mulut kamu. Mia seperti ini gara-gara ulah kamu," bu Wiwin membela anaknya.

"Eh bu, sadar diri dong. Jangan selalu menyalahkan orang lain. Ibu dan bapak juga tidak menginginkan anak itu kemarin. Jadi, jangan salahkan aku juga dong!" Dito yang jengah pada mertuanya berusaha melawan.

"Kamu itu udah ngasih apa sih sama keluarga ini?" Tanya bu Wiwin meremehkan. "Lihat tuh si Rangga, dia membangunkan rumah untuk mertuanya, membukakan toko kue bahkan membelikan banyak barang. Laj kamu, apa?"

"Kalau ibu menantu seperti Rangga, suruh aja anak ibu jual diri." Ucap Dito yang sudah benar-benar kesal. Pria ini memutuskan untuk pergi.

Sumpah serapah bu Wiwin pada Dito begitu menyeramkan. Seisi kebun binatang ada ia absen.

"Udah lah Mia, kamu cerai aja sama Dito itu. Suami kamu tidak berguna!"

"Kalau aku cerai sama Dito, siapa yang mau sama aku yang udah gak bisa ngasih keturunan bu?"

"Masalah anak itu gampang. Kau bisa adopsi."

"Tidak semudah itu bu, setiap laki-laki pasti sangat menginginkan seorang anak."

"Terserah kau saja. Di kasih tahu ngeyel," ucap bu Wiwin kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Sejak kejadian di mana pak Rahman di penjara, Dito dan Mia tidak pernah lagi pergi ke kampus. Mereka lebih memilih kuliah online karena malu.

"Gara-gara Kasih keluarga ku hancur. Kuliah ku berantakan anak ku mati dan aku tidak bisa memiliki anak lagi. Awas aja!" Mia dendam pada Kasih.

Sementara itu, Kasih yang sejak pagi belum keluar kamar bahkan perempuan ini belum mandi apa lagi sarapan.

Rangga dan Daffa yang baru saja pulang dari pabrik duduk-duduk sebentar sambil menikmati air dingin yang di sediakan oleh bi Warti.

"Mas, mbak Kasih dari pagi belum keluar kamar. Belum sarapan juga," ujar bi Warti memberitahu.

"Kenapa?" Tanya Rangga heran.

"Gak tahu juga mas."

Rangga bergegas pergi ke kamar untuk melihat keadaan istrinya.

"Sayang,...!" Panggil Rangga.

"Eh mas, udah pulang?"

"Kamu kok belum mandi?" Tanya Rangga heran, "belum sarapan juga. Kenapa?"

"Gak nafsu makan mas." Jawab Kasih dengan wajah lesu.

"Kenapa sayang? Sini cerita sama mas, kamu ada masalah?"

"Aku pengen makan sesuatu mas," ucap Kasih.

"Makan apa?, bilang sama mas!"

"Aku pengen makan masakan ibu." Ujar Kasih.

"Ah, gampang. Ayo kita pergi ke rumah ibu." Ajak Rangga.

"Tapi, aku maunya kamu nyolong di dapur ibu mas. Ibu dan Nada jangan sampai tahu kalau kamu ada di sana."

"Sayang, kamu ini loh. Ada-ada aja. Mas tahu, mas pernah ngerjain kamu sampai masuk rumah sakit. Mas minta maaf."

"Aku gak ngerjain loh mas. Aku serius!"

Huft,.......

Rangga membuang nafas kasar, lebih Kasar lagi yang tiba-tiba Kasih hendak muntah.

Kasih bergegas pergi ke kamar mandi, perempuan ini muntah tapi hanya air yang keluar. Tentu saja Rangga panik di buatnya.

"Kamu kenapa? Kalau sakit ngomong sama mas, jangan di pendam sendiri."

Rangga mengusap punggung istrinya.

"Mas, aku mual melihat wajah mu." Ujar Kasih yang menutup mata.

"Mual gimana maksudnya?"

"Mas, aku gak mau lihat wajah kamu. aku mual, mau muntah setiap kali melihat wajah kamu."

"Lalu mas harus apa?"

"Kamu cosplay aja jadi Rangga yang kemarin."

"Gak mau ah, itu hanya perasaan kamu aja. Coba buka mata!"

Kasih membuka matanya, belum ada satu melihat suaminya, Kasih kembali muntah-muntah lagi.

"Aku serius mas," ucap Kasih dengan suara pelan. Tenaganya hampir habis sekarang.

"Masa iya mas jadi seperti kemarin lagi?" Protes Rangga.

"Demi istri loh mas!" Seru Kasih.

"Kamu ini loh aneh, ada-ada aja kalau mau ngerjain suami sendiri."

"Kalau gak mau ya udah, jangan dekat-dekat sama aku!" Kasih merajuk.

"Iya,...iya....!!"

Mau tidak mau Rangga kembali seperti Rangga yang pertama kali di kenal Kasih. Pria ini membongkar isi laci untuk mencari gigi palsu miliknya.

Wajah Kasih kembali segar saat melihat suaminya sudah berubah kembali.

"Aku lapar, mau makan tapi di suapin sama mas." Rengek Kasih manja.

"Makannya di rumah ibu tapi gak boleh nyolong!"

"Iya, tapi makannya harus bayar."

Terserah Kasih mau apa, yang penting Rangga sudah mengabulkannya. Rasa lelah sehabis kerja di tambah lelah dengan kelakuan istrinya.

Daffa tertawa terbahak-bahak saat melihat Rangga. Beberapa kali pria ini mengusap air mata akibat keluar karena tertawa.

"Terus saja kau tertawa, akan ku tendang kau!" Ancam Rangga.

"Ampun,...ampun.....kalian mau kemana?" tanya Daffa.

"Ke rumah mertua ku!"

"Boleh aku ikut? Aku bosan di rumah sendiri."

"Terserah kau!" Seru Rangga membuat Daffa senang.

Mereka pun pergi ke rumah bu Erni yang hanya memakan sepuluh menit perjalanan. Setibanya di sana, bu Erni dan Nada heran melihat Rangga.

"Mau ngerjain siap lagi mas?" Tanya Nada tak tahan dengan tawanya.

"Ini permintaan mbak mu. Heran deh!"

"Ayo makan mas, aku lapar!"

"Ibu masak gak?" Tanya Rangga, "si Kasih mau makan di sini katanya."

"Masak, ayo ke dapur!" Ajak bu Erni.

Seperti anak kecil, Kasih makan di suapi oleh suaminya. Bu Erni dan Nada juga Daffa heran melihat kelakuan Kasih yang seperti anak kecil.

"Kemarin minta makan mie ayam tapi mie nya gak boleh putus. Udah gitu aku dan Daffa yang makan. Minta minum jus jeruk tapi maunya jeruk asli dari perkebunan. Eh, nyuruh makan leleh segede babon sama sambel sampai aku mau muntah. Nah, sekarang katanya mual mau muntah kalau lihat wajah ku, akhirnya jadilah seperti ini." Ujar Rangga memberitahu ibu mertuanya.

"Beneran si Kasih minta seperti itu?" Tanya bu Erni tidak percaya.

"Bener bu!" Jawab Rangga.

"Kasih, kamu hamil kali....!!" Ujar bu Erni yang sudah berpengalaman.

"Ah, gak deh bu. Aku biasa aja!"

"Bulan kemarin dan sekarang telat gak?" Tanya bu Erni seketika membuat Kasih ingat jika sudah dua bulan ia tidak kedatangan tamu.

"Iya bu, sepertinya telat. Aku lupa!"

"Eh,...udah biar ibu yang nyuapin Kasih. Rangga, kamu beli alat tes kehamilan sana." Titah bu Erni.

"Seriusan bu Kasih hamil?" Tanya Rangga terlihat bahagia.

"Ibu gak tahu juga, udah cepat beli sana."

"Daffa aja sama Nada yang beli bu." Ujar Rangga yang tak mau meninggalkan istrinya.

"Gak mau ah, nanti malah timbul fitnah!" Tolak Nada.

"Eh, iya. Benar juga tuh!" Timpal Daffa.

"Cepat Rangga!" Desak bu Erni mau tidak mau Rangga harus pergi sendiri.