Teman-teman ini novel keduaku setelah Mencari Cinta Sejati. Dukungan teman-teman akan menjadi cambuk bagiku untuk hasilkan karya bagus. Kritik dan saran membangun sangat kubutuhkan.
Dimulai dari kisah nasib apes seorang gadis muda bernama Citra Ayu. Gadis muda ini terpaksa menikah dengan seorang CEO kaya raya berwajah rupawan. Selain tampan dan kaya CEO itu memiliki banyak penggemar.
Citra harus menikah dengan CEO kaya itu karena keluarga Lingga berhutang budi pada keluarga Citra. Bapak Citra meninggal karena menyelamatkan kakek CEO yang nyaris terbakar di jalan tol. Bapak Citra supir keluarga Lingga. Demi menjamin masa depan anak yatim piatu itu kakek CEO nikahkan Citra dengan cucunya yang terkenal dingin dan tak bersahabat.
Bagaimana nasib Citra selanjutnya? Hidup bahagia bersama CEO atau tercampakkan karena statusnya yang tak setimpal dengan CEO dambaan puluhan wanita.
Mohon dukungan. Bila suka jangan lupa beri tanda like dan vote. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mei Sandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saingan Baru
Untung menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bos yang punya masalah mengapa dia yang harus jadi tameng peluru. Karin mana mau tahu perintah Alvan. Dia adalah nyonya boleh perintah anak buah suami sesuai keinginan. Yang perang orang lain, yang jadi sasaran peluru pasti Untung.
Untung memasang hand set ke kuping agar bisa ngobrol tanpa memegang ponsel. Ini salah satu cara menjaga keselamatan main ponsel selama berkendaraan.
"Halo Nona..." sapa Untung ngeri-ngeri sedap.
"Suamiku mana? Mengapa semua kartu aku kena blokir."
Untung melirik Alvan lewat kaca pion. Alvan goyang tangan tanda menolak dibawa dalam obrolan.
"Bapak sedang meeting."
"Bukankah dia keluar kota? Mengapa sudah meeting. Kalian bohongi aku ya!"
"Bapak pulang pagi subuh. Dia langsung ke kantor karena ada pertemuan investor. Memang nona tak jumpa bapak di rumah?" Untung bersandiwara seolah Alvan memang dari luar kota.
"Apa? Alvan sudah pulang? Katanya pulang dua hari. Gawat...dia tak omong apa?"
"Tidak nona cuma wajahnya muram. Memangnya nona di mana? Kenapa tak jumpa bapak?"
"Bukan urusanmu. Sekarang kamu cari jalan buka blokir kartu aku. Atau cari uang kontan tiga ratus juta. Antar ke hotel X! Sekarang!"
"Nona...dari mana aku bisa cairkan uang segitu banyak tanpa persetujuan bapak. Lebih baik nona ke kantor langsung jumpa bapak. Mungkin bapak bisa urus dana itu untuk nona."
"Sialan! Aku tak bisa pergi sebelum ada uang itu. Uang segitu tak besar, coba buka kasbon di kantor atas namamu. Aku bayar kembali setelah jumpa Alvan. Cepat!" geram Karin dari seberang sana.
"Nona..semua ada prosedur. Tak mungkin pegawai kecil macam aku pinjam dana segitu besar dari kantor. Lebih baik nona hubungi bapak. Sebentar lagi bapak masuk ruang meeting. Ntah jam berapa baru kelar. Maaf nona! Aku tak bisa bantu."
"Dasar mental tempe...awas kau! Akan kupecat kamu!" seru Karin berang tujuannya tak tercapai. Wanita itu pasti pusing cari uang segar segitu banyak di pagi hari. Siapa suruh berbuat tak pakai otak. Sewa satu lantai hotel hanya untuk foya-foya. Pikir bayar pakai daun. Tinggal pungut di pinggir kebun.
Ponsel terputus. Alvan acung jempol puji cara Untung hadapi Karin. Biarlah wanita itu panik tak bisa dapat uang bayar sewa hotel. Alvan tak rela uang hasil kerja kerasnya digunakan sia-sia. Karin hambur uang bagai percikan air ke mana-mana. Sedangkan anak-anak yang berhak hidup sederhana tak pakai uang Alvan satu senpun. Hal ini menyebabkan Alvan semakin jengkel pada Karin.
"Biar dia tahu diri tak hambur uang lagi." gumam Alvan ntah pada siapa.
Untung tak berani jawab. Ini masalah rumah tangga Alvan. Untung tak punya hak ikut campur. Hakim paling adilpun takkan sanggup bila harus ikut campur soal rumah tangga. Pembunuhan, perampokan, maling ataupun korupsi sudah ada aturan hukum. Tapi soal keluarga mungkin belum ada pasal tepat untuk menjerat pasangan suami istri bila tak ada kekerasan. Apanya mau dihukum.
Akhirnya Untung berhasil bawa mobil keluar dari kemacetan. Keduanya tiba di kantor sedikit telat. Sebagai bos tak ada sanksi walau telat. Coba kalau pegawai rendahan telat. Aneka sanksi siap bercokol di pundak. Ini sudah jadi nasib orang kecil. Sudah kecil makin diinjak sampai tak kelihatan.
Alvan dan Untung naik lift pribadi khusus untuk bos. Tak ada yang boleh pakai lift itu selain Alvan dan Untung. Tak ada pengecualian termasuk Selvia yang jadi tangan kanan Alvan.
Lift mentok di lantai tiga puluh lantai terakhir gedung ini. Tak ada ruang untuk pegawai lain karena di situ cuma ada ruang Alvan dan ruang Untung. Bahkan sekretaris Alvan berada di lantai bawah. Mau jumpa Alvan harus ada ijin Untung dulu. Alvan tak suka buat skandal yang bisa coret nama baiknya. Bos dihubungkan dengan sekretaris cantik bikin skandal memalukan kerap terjadi. Alvan wanti-wanti pada diri sendiri tak tergoda ikuti permainan tak tertulis itu.
Alvan masuk ke ruangnya diikuti Untung. Laki gempal itu tahu apa yang harus dilakukan tanpa perlu perintah dari Alvan. Sepuluh tahun bekerja sama dengan Alvan membuat Untung tahu semua seluk beluk Alvan.
Untung memberi beberapa map untuk diperiksa bosnya. Semua tercatat rapi tinggal di acc Alvan.
Alvan bolak balik setiap lembar kertas periksa hasil kerja Untung dan sekretarisnya. Dua manusia andalan Alvan tak pernah mengecewakan Alvan. Semua beres bisa dipercaya.
Telepon di meja Alvan berbunyi. Ini panggilan sesama kantor karena telepon hanya diperuntukkan dalam kantor. Untuk hal lain berhubungan via ponsel. Jaman gini mana ada yang pakai telepon bergagang lagi.
Untung dengan sigap wakili Alvan angkat telepon. Alvan tak open bunyi telepon karena sibuk dengan file-file menyangkut pekerjaan.
"Ya halo..."
"Pak Untung...ini Wenda! Bu Selvia mau jumpa bapak!"
"Tunggu sebentar tanya bapak dulu!" Untung menutup horn telepon agar Wenda sekretaris Alvan tak dengar pembicaraan dengan Alvan. Untung takut Alvan menolak jumpa Selvia. "Pak...Bu Selvia mau jumpa!"
"Ijinkan! Aku juga mau tanya soal kesungguhan investor sebelum rapat."
"Ok...Halo Wen! Silahkan!"
"Terima kasih pak Untung."
Untung meletakkan gagang telepon dengan hati-hati takut ganggu Alvan yang curahkan perhatian pada tugas. Alvan harus perhatikan setiap huruf dan kalimat agar tak terjadi kesalahan. Satu angka selisih bisa jadi musibah besar. Alvan hindari setiap resiko yang merugikan perusahaan.
Untung mematung menunggu instruksi selanjutnya dari Alvan. Untung belum berani angkat kaki sebelum ada perintah dari Alvan. Bisa saja ada hal tak dipahami Alvan butuh keterangan Untung.
Pintu diketok dari luar. Alvan beri kode pada Untung untuk buka pintu. Tak usah ditebak Alvan sudah tahu siapa yang datang.
Satu sosok semampai kenakan pakaian warna abu rokok muncul dari balik pintu. Wanita itu tampak terpelajar serta high class. Rambut di cat warna blonde dengan riasan rapi tidak terlalu menor. Sekilas mata sudah tahu itu wanita bukan dari kalangan biasa.
Senyum manis terpahat di bibir berlapis lipstik warna pink muda. Pokoknya wanita yang baru datang sangat elegan. Siapapun tak bisa membantah kalau wanita itu sangat mempesona.
Alvan membalas senyum wanita itu. Alvan sebagai lelaki normal mengakui pesona Selvia sebagai wanita cantik.
"Ke mana dua hari ini? Hampir kami lapor polisi kehilangan bos." gurau Selvia menarik bangku di depan Alvan. Bokong indah Selvia mendarat dengan lembut di kursi berbusa itu. Sungguh beruntung nasib sang kursi diduduki wanita cantik. Coba kalau yang duduk wanita kumuh penuh lemak. Mungkin ada bunyi kata no dari kursi.
"Ada sedikit urusan. Gimana pembahasan investor dari luar itu?"
"Mereka bersedia tinggal cocokkan harga. Nampaknya kita harus mundur selangkah. Soalnya pajak mereka yang tanggung." sahut Selvia elegan. Bicaranya pelan empuk enak memanjakan kuping.
Alvan manggut-manggut maklum. Saran Selvia patut dipertimbangkan. Wanita itu tak mungkin merugikan perusahaan tempat dia bernaung.
"Kita bahas di rapat nanti. Kita sudah ada translator?"
"Ada..."
Alvan bersyukur Selvia mengurus segalanya dengan baik. Tidak mubazir Selvia menjadi wakilnya. Wanita ini cukup kompeten di bidangnya. Andai kelak Selvia mengundurkan diri, Alvan bakal kehilangan satu tangan handal.
"Oya Pak Alvan...di sini aku sedikit lancang! Sebelumnya mohon maaf bila bapak rasa aku lewat batas."
"Silahkan! Ada yang bisa kubantu?"
"Gini...kau tahu Abang sepupuku lagi dirawat di rumah sakit Health Center. Dia puas dengan layanan rumah sakit bapak."
"Oh itu...bukankah setiap pasien adalah raja? Tak perlu dibesarkan."
"Intinya bukan itu!" Selvia mengulum bibir bikin gerakan menggoda. Untung yang gregetan ingin mengelus bibir pink itu.
"Lalu?"
"Abangku ingin tanam saham di rumah sakit bapak."
"Oh...memangnya apa yang gerakkan dia ingin ikut terjun di bidang kesehatan. Sangat jauh dari jangkauannya."
Selvia tertawa pamer suara empuk penggoda Sukma. Untung menelan ludah terbawa alunan nada empuk dari pita suara Selvia.
"Abangku ingin dekati salah satu dokter sombong di rumah sakit bapak. Abangku heran masih ada wanita tak tertarik pada Heru Perkasa. Berkali Heru undang dia jadi dokter pribadi berkali pula dia menolak. Malah dia rekom dokter lain. Abangku ingin taklukkan dokter itu."
Alvan berpikir keras rencana Heru ingin menarik perhatian salah satu dokternya. Seberapa hebat dokter itu sampai menolak merawat Heru yang terkenal kaya raya. Alvan ikut penasaran siapa dokter yang dimaksud.
"Tahu nama dokternya?"
"Kurang tahu. Dia spesialis syaraf. Dia yang operasi Heru. Tangannya sungguh ahli maka Abangku tertarik. Tapi sombong."
Perut Alvan terasa kram diberi sedikit clue oleh Selvia. Alvan sudah ngerti siapa yang dimaksud Selvia. Hanya Citra sanggup berbuat sadis pada lelaki yang berniat jerat dia. Alvan sendiri tak mampu menarik perhatian Citra kini tambah satu kandidat coba masuk ke dalam lingkup hidup Citra. Alvan kurang suka cara Heru rebut perhatian Citra. Cara paling licik.
"Kurasa Heru salah sangka. Dokter profesional bukan milik pribadi. Dokter itu tak suka bekerja di bawah tekanan. Seorang dokter itu milik semua pasien. Aku hargai dokter berdedikasi tinggi." cetus Alvan dengan nada berbau asam. Jujur Alvan merasa tersaingi lihat cara Heru ingin rebut perhatian Citra. Dalam hati Alvan menjerit dokter yang diincar Heru itu isterinya. Mami dari tiga anak kembar.
Selvia melongo baru kali ini Alvan bela wanita selain Karin. Selvia jadi pingin tahu gimana sosok dokter yang diincar Heru. Sudah pasti dokter bintang lima.
"Kayaknya Pak Alvan kenal betul dengan dokter itu." Selvia coba berargumen dengan pola pikir sendiri.
"Semua dokter di rumah sakit aku kenal. Aku harus tahu siapa yang bekerja di sana. Dokter-dokter dengan jam terbang tinggi atau dokter yang incar pasien kalangan atas."
Untung menyesal telah vonis buruk pada Citra. Ternyata Citra tidak buruk seperti dugaan. Ada lelaki kaya ingin dekati dia ditolak mentah-mentah sampai lakinya habis akal ingin gunakan power tekan Citra. Heru bukan konglomerat kacangan. Siapa tak kenal orang kaya se Asia.
Citra sedang jual mahal atau tarik ulur goda Heru. Wanita itu punya nilai patut diberi pujian. Dua laki kaya raya sedang berlomba cari perhatiannya.
"Jadi gimana keputusan bapak kalau abangku ingin gabung?"
"Rumah sakit itu milik keluarga. Aku harus diskusi sama orang tuaku. Kau kan tahu itu warisan kakek Wira untuk anak-anak aku kelak. Tolong sampaikan maaf pada Heru! Lain kali aku akan undang dia makan malam bersama."
Selvia tidak memaksa demi menjaga hubungan baik. Alvan berhak menolak kalau memang tak suka ada orang ingin beli saham rumah sakit itu. Semua tahu yang bangun Kakek Wira bertahun-tahun lalu. Dari waktu ke waktu berkembang baik.
"Baiklah! Heru masih dirawat di kamar VVIP. Kapan kita pergi jenguk dia?"
"Kalau ada waktu nanti. Bersiaplah kita rapat. Tiga puluh menit lagi."
"Baiklah! Kuharap ada kabar secepatnya dari orang tuamu. Heru tak sabar ingin bawa pulang dokter cantik pujaannya. Baru kali ini kulihat Heru tergila pada wanita setelah bininya meninggal. Semoga pilihannya tepat." Selvia bicara sambil bangkit dari kursi Alvan. Gaya Selvia cerminkan wanita punya tata Krama serta elite. Sopan tidak norak.
"Apa Heru tak selidiki latar belakang wanita itu?" tanya Alvan gemas dengar doa Selvia. Orang yang didoain adalah wanita milik Alvan. Wanita yang pernah dia lupakan. Sekali balik menyita seluruh hati Alvan.
"Heru orangnya..kurasa pasti sudah. Kata Heru cantik seperti boneka India. Suaranya lembut tak pernah marah walau Heru menyebalkan. Aku harus jumpa dokter cantik itu. Mana tahu aku bisa bujuk dia jadi dokter di ranjang Heru." ujar Selvia dibarengi tawa kecil.
Leher Alvan tercekik oleh tawa Selvia. Tawa itu seperti ejekan mengatakan kebodohan Alvan campakkan Citra demi Karin. Perih hati Alvan bayangkan andai Citra luluh oleh Heru. Citra pasti akan makin rajin tuntut cerai secara hukum songsong hidup baru bersama Heru.
"Kita jumpa nanti." Alvan tak menyahut takut ikut doakan Heru gaet Citra.
"Ok...jumpa nanti!" Selvia melangkah dengan anggun keluar dari ruang Alvan. Detak sepatu Selvia samar-samar hilang menjauh.
Untung merasa tubuhnya menciut jadi kecil lihat tampang seram Alvan setelah Selvia pergi. Untung bisa berubah kurus bila Alvan sering marah gitu. Tak perlu diet menahan lapar lagi.
"Dasar gila...segitu banyak cewek mengapa harus Citra?" Alvan menepuk meja saking gemas.
"Citra memang berubah cantik pak! Wajahnya imut bikin orang ingin peluk gitu!" timpal Untung jujur.
Alvan melontar tatapan dingin. Beraninya Untung ikut memuji sosok Citra yang buat Alvan panas dingin. Belum berhasil pancing Citra masuk perangkap muncul pemancing lain bawa umpan tak kalah heboh. Asisten pribadinya ikut komentari sisi kecantikan alami Citra. Mengapa Citra berubah jadi sosok pemikat hati laki.
Mungkin Citra pasang susuk pemikat laki maka mata laki jadi tak bisa berpaling bila telah tatap wajah wanita itu. Azimat dari dukun mana demikian dahsyat memelet semua cowok.
"Jaga mulutmu Tung! Citra itu nyonya kamu!"
Untung mendekap mulut sadar telah salah komentar. Bosnya uring-uringan bininya di taksir orang Untung tambah pula bicara seakan naksir dokter itu juga.
dah namanya di talak ya sah la sudah bercerai..talak jatuh selepas anak lahir...kalau namanya nak rujuk kena nikah semula...rujuk berlaku dalam masa edah sahaja...
kalau tak salah
maaf ya Thor hanya bagi tahu sahaja