ISTERI CEO YANG TERLUPAKAN
Alvan Lingga ayunkan langkah besarnya melewati semua orang yang lalu lalang seputar rumah sakit ternama di kota. Keangkuhan terpatri di wajah ganteng cool itu. Wajah itu jelas cerminkan orang berkelas tak punya rasa humor. Kaku layak bongkahan es batu.
Di belakang laki tinggi besar itu berjalan cowok lain bertubuh sedikit subur berkaca mata minus. Wajahnya lebih manusiawi. Kontras dengan bosnya yang mirip dewa kematian.
Keduanya beriringan menuju ke salah satu ruang dokter. Langkah cowok dingin itu besar dan panjang sesuai dengan postur tubuhnya yang lumayan tinggi untuk ukuran orang Asia. Mungkin seratus sembilan puluh sentimeter atau kurang. Begitulah kira-kira.
Tiba di depan pintu salah satu ruang laki itu langsung masuk tanpa ketok pintu atau beri salam layak manusia beradab. Laki ini mungkin keturunan manusia primitif tak kenal tata Krama dan sopan santun. Main nyelonong bebas hambatan.
Orang berada dalam ruangan berpakaian putih bersih berkacamata gagang hitam tak sempat keluarkan suara protes tingkah tak sopan laki itu.
Perawat cewek yang sedang membereskan kasur untuk pasien kaget tiba-tiba ada orang masuk tanpa ijin. Setiap pasien yang masuk harus lalui prosedur antri tunggu giliran dipanggil. Ini belum apa-apa sudah masuk perlihatkan sikap angkuh.
Laki itu duduk di depan dokter tanpa bersuara. Dr. Hans menutup mata tak percaya sahabatnya secepat itu muncul di hadapannya. Rasanya baru setengah jam lalu dia kabari Alvan tentang permasalahan laki itu. Kini sudah di depan mata.
"Suster Ira...kau keluar sebentar dulu! Atur pasien yang bakal berobat." Dr. Hans mengusir perawat yang bantu dia secara halus. Tampaknya ada rahasia akan dibicarakan dengan laki sangar itu.
Suster Ira tahu diri mengangguk mundur diri keluar dari ruang pengobatan. Kini tinggal Alvan dan Hans duduk saling berhadapan. Hans mengeluarkan amplop dari laci serahkan pada Alvan. Amplop warna putih itu berada di atas meja menanti Alvan membukanya.
"Maaf Van...hasilnya seperti dugaanku! Bibit spermamu nol. Tak ada bisa buahi sel telur binimu. Artinya kau mandul total."
Wajah Alvan berkerut-kerut tanda kesal. Harga diri sebagai seorang lelaki terkoyak sudah. Pengusaha kaya raya berwajah ganteng tak bisa punya keturunan. Sungguh suatu cerita tragis. Punya gunung
emaspun tak ada guna bila tak ada penerus. Apa artinya segudang emas permata bila tak bisa diberikan pada anak-anak kelak.
"Tapi dulu Karin pernah hamil walau keguguran." ucap Alvan dengan suara empuk digilai para wanita.
"Kuakui itu. Kurasa kasusmu berkaitan dengan kecelakaan yang terjadi empat tahun lalu. Aku ingat tulang ************ mu terluka parah. Kurasa ada syarafmu terjepit halangi bibitmu turun ke *****. Kita harus lakukan scan untuk pastikan hal ini. Kalau memang cuma itu kasus mu masih ada kemungkinan tertolong. Tinggal operasi perbaiki syaraf yang terjepit. Selanjutnya akan ok."
"Operasi? Apa berhasil?"
"Berhasil atau tidak itu tergantung seberapa berat kasus mu. Asal syarafnya tak putus saja."
"Gimana bayi tabung?" tanya Alvan datar.
"Kamu ini lucu Van! Bayi tabung tetap harus ada bibitmu. Bibitmu nol dari mana bisa ada bayi? Bibit aku mau?"
"Sialan kau...diajak serius malah ngejek! Solusi lhu apa?"
"Aku sudah diskusi dengan seorang dokter muda pakar syaraf. Dia lulusan S2 dari China. Bisa teknik akupuntur lagi. Dia bersedia bantu." cerita Hans dengan semangat. Dari ekspresi wajah jelas banget Hans memuja dokter muda yang dimaksud. Tak usah dijabarkan Alvan bisa duga dokter itu seorang cewek.
Tak ada cowok akan berbinar bila cerita sesama cowok. Tak yang bisa dibanggakan dari sesama pemilik burung.
"Lalu?"
"Dia sedang dalam perjalanan ke sini. Mungkin kita bisa undang dia makan siang. Ya sambil diskusi soal penyakitmu."
"Apa itu perlu? Bukankah itu tugasnya sebagai seorang dokter? Membantu orang sakit." cetus Alvan tajam tak tertarik pada dokter yang dimaksud Hans.
"Dia cantik, baik, peramah, putih mulus, pintar, cuma sayang statusnya janda." keluh Hans seakan menyesali dokter itu bercerai dengan suaminya.
Alvan menyeringai jengkel pada sahabat sekaligus dokter rumah sakit miliknya. Orang yang janda kok dia yang susah. Nasib wanita itu yang apes. Masih muda sudah janda. Alvan tak perlu tahu mengapa dokter itu jadi janda. Dia cuma perlu pengobatan untuk punya keturunan.
"Kapan dia datang? Kok lama?"
"Bentar...coba kuteleponi dia! Mungkin sedang ada pasien. Dia pakar orang stroke. Pasiennya berjibun." Hans meraih hp di atas meja lalu geser layar cari nama dokter yang akan bantu Alvan.
Belum sempat Hans klik layar pintu diketok orang dari luar. Wajah Hans kontan cerah. Dokter ini menduga dokter yang ditunggu sudah nongol.
"Masuk!" seru Hans semangat.
Dari balik pintu muncul satu sosok wanita bertubuh mungil berpakaian serba putih. Wajahnya teduh bersih tanpa noda bekas jerawat atau flek hitam. Mata indah bak mata ikan koki siap hipnotis orang yang adu pandang. Bibir tipis dipolesi lipstik warna pink muda. Dokter itu tak ubah anak SMU sedang belajar ilmu pengobatan. Hans beri nilai sembilan untuk orang yang baru datang.
"Dokter Citra...kenalkan ini pasien kita Pak Alvan!" Hans berdiri perkenalkan Alvan yang duduk belakangi dokter muda itu.
Alvan bangkit memutar berhadapan langsung dengan dokter yang dimaksud Hans. Keduanya sama-sama terpaku sampai tak bisa berkata-kata. Mata dokter muda itu membesar tak percaya orang di hadapannya adalah orang yang paling ingin dia hindari.
"Maaf! Aku ada jadwal operasi." Dokter itu balik badan langsung pergi tanpa menanti jawaban kedua laki dalam ruang praktek dokter Hans. Hans melongo tak yakin yang pergi itu dokter yang dia kagumi.
Alvan terpana tak menyangka akan jumpa dengan wanita dalam kondisi berbeda. Alvan terbengong ikuti Hans yang tak bisa pindah mata dari daun pintu yang sudah tertutup. Wanita itu sudah pergi.
"Siapa dia?" tanya Alvan rata.
"Dokter Citra Ayu. Sudah setengah tahun gabung di rumah sakit ini. Dia lulusan UGM kedokteran. Dapat beasiswa ke Tiongkok ambil S2. Orangnya peramah tapi tertutup masalah pribadi." Hans bercerita dengan mulus.
"Kasih datanya. Sekalian alamat lengkapnya." ujar Alvan tampakkan tertarik pada wanita itu.
"Van...kamu sudah punya bini super cantik. Jangan kau rebut stok untuk aku! Rakus amat!" Hans kontan loyo Alvan tertarik pada dokter pujaannya. Hans mana sanggup lawan pesona orang punya gunung emas tapi bernasib sial. Kaya tapi tak bisa punya anak.
"Cerewet..."
Hans dibuat tak berdaya oleh gaya bos Alvan. Membantah sama saja bunuh diri. Rumah sakit tempat dia bekerja punyaan Alvan. Hans menjabat sebagai direktur atas rekom Alvan.
Hans terpaksa buka komputer perlihatkan semua data dokter Citra. Mata liar Alvan mencatat semua data tentang dokter kebanggaan Hans. Dari nomor ponsel sampai alamat rumah. Alvan menyimpan semua data Citra dalam memo ponselnya. Ntah apa rencana laki sangar itu pada Citra. Semoga bukan rencana yang merugikan Citra.
"Besok aku balik. Katakan pada rekanmu untuk jadi dokter bertanggung jawab. Jangan tinggalkan pasien tanpa sebab!" Alvan bangkit dengan wajah tak sedap di pandang.
Hans berusaha maklumi suasana hati sahabatnya. Divonis mandul dan ditolak secara mentah oleh dokter yang baru dikenal. Di mana harga diri Alvan sebagai orang terpandang.
Alvan keluar dari rumah sakit diikuti pemuda berwajah ramah. Pemuda yang disebut asisten Alvan jauh berbeda dengan bosnya yang sangar.
Untung demikianlah panggilan asisten Alvan. Laki muda ini sudah cukup lama ikut Alvan. Mungkin sudah hampir sepuluh tahun jadi ekor Alvan. Semua sifat Alvan dari yang baik hingga terburuk berada dalam buku Untung.
Dilihat dari tampang Alvan saat ini bukanlah angin baik. Siapa demikian berani usik bos yang berapa waktu ini moodnya sedang berada di tepi jurang. Buruk.
Untung memilih tutup mulut serapat mungkin agar terhindar dari bencana sport jantung. Kalau lagi bad mood setiap kalimat keluar dari bibir sexy Alvan mampu remukkan hati.
Keduanya masuk ke mobil tanpa bersuara. Untung duduk di belakang stiur menanti perintah selanjutnya. Balik kantor atau pulang menemui isteri cantik sang big bos.
"Pulang..." keluar juga perintah big bos. Singkat padat.
"Ya pak.." dengan sigap Untung stater mobil matic produk tahun terbaru berharga em em.
Mobil meluncur mulus tinggalkan rumah sakit menuju ke rumah bos yang tak terbayang mewahnya. Tak ada deru kasar mesin mobil mahal itu. Halus nyaris tak bersuara.
Tak ada musik ringan bergema dalam mobil. Hanya ada desis suara AC mobil menjadi penghibur sepi. Untung pusatkan perhatian ke jalan berharap tak berbuat salah kena imbas wajah rata bos.
Dari balik kaca pion mobil Untung lihat wajah Alvan berkerut seperti memikirkan sesuatu. Untung belum punya nyali untuk ikut campur urusan pribadi bos bila tak ada perintah. Menanti adalah jawaban terbaik.
Mobil berhenti di depan pagar rumah bak istana raja. Seluruh cat rumah didominasi warna gold warna kesayangan isteri tercinta sang big bos. Semua permintaan Karin harus dituruti saking sayangnya Alvan pada bini cantik itu.
Karin seorang selebgram yang followernya mencapai jutaan orang. Kecantikan wanita itu tak bisa dilukis pakai kata. Suami kaya raya makin menunjang penampilan wanita yang sering muncul di layar ponsel. Wajar Alvan sayang pada wanita cantik itu.
Untung bunyikan klakson minta satpam buka pintu gerbang. Pintu gerbang otomatis terbuka undang pemilik rumah masuk. Mobil meluncur masuk parkiran di tempat teduh. Untung segera turun buka pintu mobil untuk bos sekalian bawa tas kerja Alvan. Sikap Untung sopan penuh pengabdian.
"Aku tak balik kantor. Kau ke kantor pakai taksi." titah Alvan tertuju pada Untung.
"Iya pak! Nanti sore saya buat laporan."
"Tidak usah! Besok kau pagi sedikit datang. Kita harus balik rumah sakit."
"Iya pak! Saya permisi." Untung berikan tas kerja Alvan pada satpam yang menanti dengan sabar di pinggir mobil.
Alvan tinggalkan Untung dan satpam masuk ke dalam rumah. Pintu rumah terbuka lebar seolah sudah tahu Alvan akan pulang.
Di ruang tamu maha luas berisi perabotan luks warna gold. Jelas sekali pemilik rumah adalah orang berselera tinggi. Seluruh rumah dibuat warna emas, warna orang kaya. Warna menyilau mata. Selera orang siapa bisa larang? Mana lagi yang punya rumah mampu membeli semua keinginan hobi.
Di ruang tamu sudah ada beberapa orang yang sangat dikenal Alvan. Kedua orang tua Alvan dan isteri super luks Alvan yakni Karin.
Melihat suaminya datang wajah cantik Karin makin cantik berbunga-bunga. Pancaran aura wanita berkelas langsung terciprat bikin Alvan tak bisa berkutik. Alvan selalu terpesona oleh kecantikan Karin. Dari dulu hingga sekarang.
"Sayangku...pulang kok tak kasih kabar?" Karin menempel manja pada Alvan.
"Dari kantor pingin makan siang di rumah. Ternyata ada papa dan mama. Tumben mampir?" Alvan hampiri sang mama seraya cium pipi mulai keriput itu.
Dewi Lingga sang mama tersenyum kecil dapat kecupan dari anak semata wayang. Alvan selalu jadi pujaan sang mama walau laki itu tingginya melebihi sang mama. Di mata Bu Dewi Alvan selamanya tetap anak kecil yang butuh perhatian.
"Mama dan papa datang temani Karin ke dokter kandungan." jelas Bu Dewi senang.
Jantung Alvan menciut dengar Karin ke dokter kandungan. Mungkin Karin mengira dia yang bermasalah sampai ceking ke dokter. Sebenarnya yang bermasalah itu Alvan sendiri. Bukan salah Karin.
"Lalu?" tanya Alvan lemas.
"Karin hamil dua bulan. Mama lihat jelas bayinya di monitor. Masih segede biji jagung." Bu Dewi berkata full energi. Siapa tak bahagia bakal punya cucu.
Alvan dan Karin menikah hampir tujuh tahun. Di awal pernikahan Karin sempat hamil tapi sayang keguguran. Sejak itu Karin tak pernah hamil lagi sampai hari ini Alvan dapat kabar isterinya hamil.
Seharusnya Alvan gembira bakal jadi bapak. Penantian selama tujuh tahun berbuah hasil. Akhirnya Karin berhasil jadi ibu setelah vakum sekian lama. Tapi Alvan teringat diagnosa Hans tentang kesuburannya. Spermanya kosong. Dari mana Karin bisa hamil bila memang dirinya infertilitas. Hans salah diagnosa atau ada sandiwara tersembunyi.
Alvan membeku tak beri ekspresi dikabari berita bagus ini. Tak ada euforia berkembang dalam dada. Alvan malah sakit hati dapatkan Karin hamil. Anak dalam kandungan wanita yang dicintainya siapa bapaknya? Teganya Karin berkhianat demi anak.
Alvan tak katakan apapun sebelum semuanya jelas. Bagusnya besok dia jumpai Hans cross cek masalah kesuburannya. Siapa yang bermasalah di sini. Dirinya atau Karin yang berselingkuh.
"Sayang...kok diam? Tak senang jadi Daddy?" Karin menggoyang lengan Alvan dengan manja. Alvan yang terlanjur ilfil berusaha meredam emosi agar tak tampak buruk di depan orang tua dan isterinya.
"Maaf! Aku lelah...kita makan dulu! Aku masih ada kerja belum selesai. Setelah makan aku harus balik kantor." Alvan melepaskan tangan Karin menuju ke ruang makan.
Pak Jono dan Bu Dewi saling berpandangan tak ngerti mengapa Alvan tak tampak bahagia dapat kabar isteri hamil. Seisi rumah tahu Alvan sangat mendambakan kehadiran anak di antara mereka. Tapi reaksi Alvan bertolak belakang dengan harapan selama ini.
Apa yang sedang terjadi pada putra semata wayang itu. Dapat tekanan di kantor atau perusahaan sedang bermasalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Tuti Tyastuti
mampir thor
2023-07-28
1
Sur Anastasya
😭😭
2022-06-04
2
Alya Yuni
Penasarn
2022-05-05
1