Bayu. Seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang berkuliah di Universitas ternama yang ada di Indonesia meninggal setelah kejatuhan pohon besar yang tersambar petir saat dia pulang dari kerja paruh waktunya.
Dia kira dirinya sudah benar-benar mati. namun alangkah terkejutnya dirinya saat menyadari jika dia belum mati dan kembali terlahir di tubuh seorang bocah berusia 10 tahun yang namanya sama dengan dirinya yaitu Bayu. parahnya lagi dia terlempar sangat jauh di tahun 198. Anehnya Dia memiliki ingatannya di kehidupan sebelumnya di tahun 2025. berdasarkan ingatan Itu Bayu mulai menjalani kehidupan barunya dengan penuh semangat. jika di kehidupan sebelumnya dirinya sangat kesulitan mencari uang di kehidupan ini dia bersumpah akan berusaha menjadi orang kaya dan berdiri di puncak.
Hanya dengan menjadi kaya baru bisa berkecukupan!
Hanya dengan menjadi kaya batu bisa membeli apapun yang diinginkan!
Hanya dengan menjadi kaya aku bisa membahagiakan orang-orang yang aku sayangi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Hukum Yang Tidak Adil.
Bab 16. Hukum Yang Tidak Adil.
Bagas kembali berkata,
"Saya tidak menyimpulkan, Pak. Saya sudah melihat sendiri kondisi anak saya. Kepalanya dijahit, wajahnya lebam, dan ada tulang rusuk yang patah. Dan saya dengar pelakunya adalah anak bernama Rio."
"Bisa Bapak jelaskan? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Bagas dengan nada yang mengintimidasi.
Mendengar kata-kata yang begitu kasar, Kepala Sekolah itu menampilkan ekspresi jelek di wajahnya. Ia terlihat sangat tidak puas karena Ia merasa dipermalukan.
Namun, sebisa mungkin ia harus mempertahankan postur bijaksananya. Karena bagaimanapun ia harus menjaga nama baik sekolah ini. Lagi pula, ia juga sudah menerima uang pelicin dari orang tua Rio Senilai 5 juta rupiah.
Setelah menenangkan diri, kepala sekolah pun kembali tersenyum dengan ramah kepada Bagas. Ia mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya dan mencoba menjelaskan dengan sabar.
"Begini ya, Pak Bagas. Anak-anak seusia mereka itu ya kadang berlebihan. Ya mungkin Cinta-cintaan apa anak-anak di seusia remajalah.."
"Mungkin ada sedikit kesalahpahaman atau kecemburuan di antara keduanya. Saya juga tidak tahu. Rio dan Intan itu sebenarnya mungkin dekat atau seling suka satu sama lain. Jadi saat sedang bertengkar. Mungkin Intan terjatuh dan tidak sengaja terpeleset dari tangga saat mereka bertengkar, dan kepalanya membentur lantai. Jadi itu sama sekali bukan pemukulan atau penganiayaan. Tidak ada yang seperti itu di sekolah ini."
Mendengar kata-kata ngelantur dan tidak masuk akal dari kepala sekolah, Bagas sangat marah hingga mengebrak meja.
"Jangan meremehkan saya, Pak Darmawan! Kami memang orang miskin, tapi bukan berarti kami tak punya harga diri. Intan jelas-jelas dipukuli dengan sangat keras, hingga wajahnya mengalami luka yang sangat serius seperti itu. Itu bukan jatuh biasa, ini adalah penganiayaan. Teman Intan sendiri yang mengatakannya kepada saya jika dia dipukuli."
Mendengar apa yang dikatakan oleh Pak Bagas, Kepala Sekolah itu tersenyum menyeringai. Detik berikutnya berkata dengan nada yang sangat meremehkan.
"Pak Bagas, saya paham Anda marah. Tapi mohon jangan membesar-besarkan. Ini sekolah negeri ternama. Masyarakat bisa salah paham dengan apa yang bapak katakan."
"Dan reputasi sekolah yang dibangun selama puluhan tahun bisa rusak karena kesalahpahaman ini. Jadi saya mohon bapak jangan emosi, tenang pak..mari kita selesaikan dengan baik-baik dan secara kekeluargaan.
Menahan amarah yang semakin bergejolak di dalam dadanya. Bahkan berkata dengan nada suara yang begitu berat.
"Ini bukan emosi sesaat. Ini menyangkut nyawa anak saya. Dan Anda, sebagai kepala sekolah, lebih memperdulikan nama baik sekolah daripada keselamatan para murid. Omong kosong macam apa ini?"
Menghela napas seolah sedang berada di dalam dilema dan posisi yang sangat sulit. Kepala sekolah itu menjawab dengan ekspresi tertekan yang dibuat-buat.
"Begini, Pak Bagas. Kami harus mempertimbangkan semuanya, Pak. Apalagi Rio, ya bisa dibilang keluarganya banyak berjasa pada sekolah ini. Keluarganya sering membantu pembangunan, sumbangan, dan sebagainya. Saya harap bapak bisa mengerti posisi saya. Atau begini, orang tua Rio juga berpesan kepada saya untuk membicarakan ini baik-baik dengan damai-damai saja. Untuk itu, bapak bisa menerima uang 5 juta rupiah ini sebagai ganti rugi dari semua masalah yang terjadi."
Wajah bagas memerah. Bahkan matanya juga ikut memerah. Seperti darah. Dengan suara yang bergetar, dia mulai mengucapkan kata demi kata.
"Jadi, Demi nama baik reputasi sekolah, anak saya sama sekali tidak berharga. Uang lima juta sebagai kompensasi atas penderitaan yang dialami oleh anak saya.
"Bajingan!"
"Apakah kalian semua binatang? Apakah kalian semua tidak punya otak untuk berpikir? Ini menyangkut nyawa manusia. Dan kalian justru menangkapinya dengan sangat santai.
"Bagaimana jika anakku sampai meninggal? Uang 5 juta! Saya tidak butuh uang ini. Yang aku butuhkan hanyalah keadilan untuk anak saya."
"Jangan mentang-mentang mereka orang kaya sehingga mereka kebal hukum." kata Bagas dengan suara yang menggebu-gebu. Bahkan tangannya sudah terkepal erat siap untuk melancarkan pukulan kepada kepala sekolah brengsek yang ada di depannya.
Seketika raut wajah kepala sekolah menjadi sangat dingin, dirinya di tuding dan dipanggil bajingan, bahkan disamakan dengan binatang yang tidak punya otak.
"Pak Bagas, tolong perhatikan kata-kata Anda. Apa yang Anda katakan, sungguh sangat tidak punya santun dan etika. Baiklah, begini saja. Katakanlah, anak anda memang di aniaya. Tapi apakah Anda memiliki bukti yang kuat? Bukti yang benar-benar nyata, jika Rio yang melakukannya?"
"Jika Anda tidak punya, anda jangan asal menuduh. Karena jika anda salah menuduh, ini bisa dianggap sebagai fitnah dan pencemaran nama baik, yang mana jika dilaporkan ke polisi, anda melanggar hukum dan bisa dipenjara atas kata-kata anda yang tidak berdasar.
Berdiri dengan gemetar bagas menunjuk tepat ke wajah kepala sekolah.
"Cukup Pak Darmawan. Anda sama sekali tidak pantas menjadi kepala sekolah. Dan saya akan membawa masalah ini kepada pihak yang berwajib." ucapnya setelah itu langsung berjalan keluar, membanting pintu dengan sangat keras, diikuti oleh Bayu yang berjalan di belakangnya.
Sambil berjalan, Bayu akhirnya benar-benar melihat wajah asli dan manipulasi terang-terangan yang dibuat oleh pria paruh baya bernama Darmawan itu.
"Apa yang dia katakan barusan?
"Cinta anak remaja!"
"Cinta anak remaja matamu!"
"Terpeleset dari tangga?"
"Kepalanya membentur lantai sehingga dia terluka. Sialan. Semuanya omong kosong sialan."
"Itu hanyalah alasan yang dibuat-buat untuk membenarkan tindakan yang salah. Jelas, ini hanyalah karangan yang dibuat-buat untuk menutupi kesalahan pelaku," pikirnya.
Bukannya membela keadilan, justru memutar balikan fakta dengan menuduh. Jika tidak punya bukti, ini adalah tindakan fitnah yang mana membuat posisi ayahnya langsung terdiam seribu bahasa.
Ya, itu wajar. Di tahun 1980 ini memang zaman yang sangat penuh dengan manipulatif dan tipu daya. Sementara sarana-sarana yang mendukung untuk pencarian barang bukti seperti CCTV atau semacamnya sama sekali belum ada.
"Hmph...Ternyata keadilan hanya bisa didapatkan oleh orang-orang yang memiliki uang. Haha.. keadilan ya. Sistem keadilan ini memang sudah tidak berfungsi sejak dini. Sistem ini memang sudah lumpuh dan busuk hingga ke akar-akarnya sejak zaman dulu sehingga sangat sulit untuk memberantasnya," pikir Bayu dalam hati.
"Baiklah, karena sepertinya hukum memang tidak bisa di andalkan dan tidak ada keadilan yang jelas bagi kakak untuk menghukum orang bernama Rio ini, maka aku akan bertindak sesuai dengan keinginanku sendiri. Aku akan menjadi hukum yang akan menghancurkannya, sehingga kakak bisa menjalani hidupnya dengan damai."
Lalu, mengenai pikiran untuk melapor polisi, Bayu rasa ayahnya tidak akan pernah melapor. Bagaimanapun, ia hanya mendengar bukti dari cerita Bella yang menjadi saksi pada saat itu.
Sementara, untuk membuktikan Rio yang melakukan penganiayaan kepada kakaknya ini bersalah atau tidak, memang sangat susah. Lagipula, jika pihak sekolah atau pihak keluarga Rio merasa tidak nyaman dan terancam, mereka bisa saja menyuap petugas kepolisian sehingga membuat skenario tuduhan pencemaran nama baik yang berujung pada ayahnya yang akan dipenjara. Jika hal ini terjadi, maka masalah bisa akan bertambah panjang dan berlarut-larut, bukannya selesai, justru malah menjadi semakin rumit.
Bagaimanapun Bagas adalah Kepala Keluarga, dia harus melindungi keluarganya dari ancaman apapun yang mungkin bisa datang kapan saja, dan dari siapa saja. Bagi Bayu sendiri, apa yang dilakukan oleh Bagas ini sudah sangat tepat. Jika dia ditangkap dan dipenjara, maka ratna ibunya justru akan mengalami depresi yang sangat berat, dan itu tidak baik untuk kesehatannya.
Lalu, apa solusi yang paling tepat?
Solusi yang paling tepat adalah dia bergerak sendirian untuk menghukum Rio. Menyiksanya, menghancurkannya, dan dia akan membunuhnya. kemudian setelah itu ia bisa kabur dan melarikan diri dari kejaran polisi.
Tidak apa-apa dia menjadi buronan, asalkan bisa menghancurkan Rio, dia yakin kakaknya bisa menjalani kehidupan yang damai. Tidak masalah untuk kabur ke luar kota atau kemanapun. karena pada tahun ini kemungkinan besar polisi kehilangan jejaknya juga akan sangat besar.
Lagi pula meskipun ia seorang anak kecil akan tetapi yang memiliki jiwa orang dewasa.
Untuk itu, Rencananya dia akan menemui Bella untuk mengorek informasi yang lebih mendalam tentang Rio ini.
Karena dia berusaha menemukan celah di mana ada kesempatan yang bisa ia gunakan untuk menyeretnya di tempat yang sepi, kemudian menghancurkannya di sana. Itu adalah rencana tersimpel dan terpraktis. Pukul, hancurkan, bunuh. Lalu kabur. Sesederhana itu.