Juara Pertama "Lomba Menulis Novel Cerita Seram" yang diadakan oleh Noveltoon.
Mbah Arni dan suaminya bersahabat dengan seorang penari tradisional. Saat menginap di rumah Mbah Arni, penari itu tiba-tiba lenyap ditelan bumi.
Semenjak hilangnya penari itu, setiap malam Mbah Arni merasa ada yang berkelebatan di sekitar rumahnya. Terlebih, ketika suaminya sudah meninggal dan Mbah Arni tinggal sendirian, bayangan itu semakin intens mengganggu perempuan tua itu.
Apa yang terjadi dengan penari itu? Mengapa sahabat lain Mbah Arni yang bernama Lastri memilih mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri?
Mengapa Imran dan Parto takut dengan Mbah Arni?
SEASON KEDUA
Imran yang baru masuk SMP bertemu dengan seorang gadis misterius yang hanya ia temui di hari pertama ia bersekolah.
Ke mana perginya gadis itu?
Mengapa nama gadis itu sama dengan nama teman kedua orang tuanya yang tewas kecelakaan puluhan tahun yang lalu?
Apa yang dilakukan ayah Imran dan teman-temannya ketika SMP?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 29 DUEL MAUT
Kami mengangkat dengan sedikit melempar kayu-kayu lapis yang menutupi tubuh kami, sehingga menabrak golok yang sedang Agus hantamkan ke tubuh kami. Untunglah kayu-kayu lapis itu cukup tebal sehingga tajamnya golok Agus tidak sampai mengenai tubuh kami, justeru Agus yang agak terlempar ke belakang. Kami memanfaatkan kesempatan itu untuk bangkit berdiri,
"Oooooooo... Jadi kalian benar ada di sini? Bisa pesta besar aku malam ini." Kembali Agus berbicara dengan logat kemayu yang dibuat-buat. Kami bukannya malah terhibur dengan pertunjukan dialognya, tetapi justeru merasa muak dan ngeri.
Agus sudah menemukan keseimbangan tubuhnya kembali. Dalam sorotan senter aku melihat Agus mengelus-elus goloknya yang tajam dari pangkal sampai ke ujung seraya berkata, "Sepertinya malam ini kamu akan memenggal beberapa kepala."
Benar-benar sinting kakek-kakek tua ini. Semakin lama didengarkan omongannya semakin ngawur dan ngelantur. Mungkin itu caranya untuk melemahkan mental kami, benar saja mendengarkan omongannya yang seperti itu terasa seperti dicabut urat keberanian kami.
"Kamu pegang senter ini, Im! Arahkan terus ke Agus!" Mbah Nur menyodorkan senter kepadaku. Kemudian ia berbicara lembut kepada Agus, "Gus, hentikan semua perbuatanmu! Menyerahlah kepada polisi, dan bertanggungjawablah atas semua yang sudah kamu lakukan!".
"Apa kamu bilang, Nur? Enak saja menyuruhku menyerah. Tidak ada gunanya lagi aku hidup, kedua pujaan hatiku sudah mati dengan cara mengenaskan. Dan sebentar lagi semua orang akan tahu bahwa akulah yang membunuh Lastri. Itu semua karena kalian! maka sekalian saja ku bunuh kalian semuanya." Jawab Agus dengan suara serak-serak lantang, suara aslinya.
"Setiap yang bersalah harus menanggung akibat kesalahannya, jangan salahkan kami karena mengungkap kasus pembunuhan yang dilakukan olehmu. Tidakkah kamu berpikir selama ini pujaan hatimu, Lastri juga menanggung fitnah di dalam kuburnya. Orang-orang menuduh ia mati bunuh diri, PADAHAL KAMU YANG TELAH MEMBUNUHNYA." Teriak lantang Mbah Nur.
"Itu kecelakaan, Nur. Aku khilaf waktu itu. Aku terlalu marah dengan lenyapnya isteri keduaku, Cempaka. Lebih-lebih Lastri berdalih diguna-guna dan itu mengingatkanku kepada LICIKNYA IBU TIRIKU YANG JAHAT." Agus juga berteriak tidak kalah lantang di kalimat terakhirnya.
"Mengapa kamu tidak menyerahkan diri kepada polisi setelah itu?" cecar Mbah nur.
"Kalau aku dipenjara, siapa yang akan mengurus Rosid, Nur? dia masih sangat kecil waktu itu?" jawab Agus dengan suara agak dipelankan
"Nyatanya kamu malah menelantarkan dia setelah itu" kata Mbah Nur lebih tegas
"Aku sudah berusaha, Nur. Tapi setiap melihat Rosid aku teringat terus dengan Lastri, aku tak kuat Nur. Kepalaku sakit setiap mengingat Lastri." Jawab Agus dengan ekspresi memelas campur marah.
"Untung ibunya Ningrum ini mau merawat Rosid selayaknya anaknya sendiri. Dan apa yang sudah kamu lakukan? kamu malah hampir membunuh anak dari orang yang telah merawat anakmu."
"Cukuuuup!!! Tidak usah diteruskan, lebih baik kamu bersiap-siap untuk menjemput ajalmu!"
HIAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAT
BUUUUUUUUUUK
Agus secara tiba-tiba menyerang Mbah Nur dengan goloknya, untunglah Mbah Nur dengan sigap mengelak, sehingga golok tersebut mengenai udara kosong, Mbah Nur juga menendang bokong Agus sehingga Agus jatuh terjerembap ke depan menabrak tumpukan kayu. Aku tetap mengarahkan senter ke arah Agus, Mbah Arni buru-buru lari ke luar gedung. Beberapa detik kemudian aku mendengar teriakan Mbah Arni di luar sana,
"Toloooooooooooooong....... Kyai Nur berkelahi......Kyai Nur berkelahi......"
Mungkin bagi yang tidak paham akan menganggap aneh teriakan Mbah Arni, tetapi jika dipikir dengan logika masuk akal juga. Sosok Mbah Nur sangat disegani oleh penduduk kampung, mendengar teriakan Mbah Nur berkelahi pasti mereka akan datang untuk menyelamatkannya. Jika hanya berteriak minta tolong, belum tentu warga mau datang menolong karena takut bahaya mengancam atau takut yang berteriak bukan manusia. Maklum suasana mistis di kampungku, apalagi tengah malam begini masih sangat terasa. Seperti yang sudah saya ceritakan di awal, gedung KUD ini agak terpisah dari rumah penduduk, yang agak dekat hanya rumah Mbah Arni dan rumah Pak Satar saja. Semoga saja ada yang mendengar teriakan Mbah Arni. Teriakan Mbah Arni semakin lama semakin lemah, mungkin ia berlari semakin jauh dari gedung KUD.
Agus menjadi semakin beringas setelah terjatuh. Ia menyerang Mbah Nur dengan membabi buta, golok tajam itu ia babatkan berkali-kali ke arah Mbah Nur. Untunglah Mbah Nur menguasai ilmu bela diri, meskipun dengan tangan kosong ia mampu membuat Agus jatuh terjengkang berkali-kali.
Stamina Agus ini benar-benar luar biasa, jatuh berkali-kali tidak membuat serangannya berhenti justeru ia semakin gencar menyerang Mbah Nur. Sebaliknya semakin lama Mbah Nur seperti ngos-ngosan kehabisan nafas, hingga ia agak kewalahan meladeni serangan Agus dan ia tiba-tiba limbung dan terjatuh.
BRAAAAAAAAAAAAAK
Agus berdiri di hadapan Mbah Nur sambil mengangkat goloknya,
"Ini ujung ajalmu, Nur.........."
"HIAAAAAAAAAAAAAAAAAT" teriak Agus kesetanan sambil bersiap memenggal kepala Mbah Nur.
"Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak" aku berteriak
PRAAAAAAAAAAAAAAAAAK
Sebuah batu kerikil menghantam pelipis Agus sehingga darah mengucur deras dari pelipis kirinya. Mbah Nur terselamatkan, ia segera bangkit menyeimbangkan posisinya kembali. Di sebelahku Parto nampak senang telah sukses mengetapel Agus.
ARRRRRRRRRRRRGH.......
Agus berteriak dengan penuh kemarahan, ia berbalik badan dan berjalan mendekati kami dengan pelipis yang terus mengucurkan darah. Golok tajam itu masih berada di tangannya,
"Tidaaaaaaaaak....... Jangaaaaaaaaan........."
Ibu yang berada di dalam pelukanku berteriak ketakutan, aku melempar kayu-kayu kecil ke arah Agus untuk menghalangi pergerakannya. Namun, Agus berhasil menepisnya sehingga ia semakin dekat ke arah kami. Partopun gugup sehingga kesulitan untuk mencari kerikil di dalam tasnya untuk dipakai mengetapel Agus lagi. Agus sudah sangat dekat dengan posisi kami bertiga, ia mengangkat goloknya untuk diayunkan ke leher kami. Tiba-tiba
PRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAANG......
Mbah Nur memukulkan kayu ke tangan Agus sehingga golok itupun terlempar jauh,
DOOOOOOOOOORRRRRRRRRRR
Terdengar bunyi pistol dari arah pintu, ternyata Pak Prapto sudah berdiri di sana. Ia baru saja memberikan tembakan peringatan.
"Saudara Agus. Anda sudah dikepung, lebih baik Anda menyerahkan diri!" Teriak Pak Prapto tegas dan keras
Aguspun tidak punya pilihan lain selain menyerahkan diri, ia bersimpuh dengan lututnya. Awalnya kami terkejut dan mengira ia akan menyerang kami lagi ternyata tidak, ia sudah menyerah. Polisi bergerak cepat memborgol tangannya. Bapak mendatangi dan memeluk kami bertiga.
"Kamu tidak apa-apa, Ningrum, Im, To?" tanya bapak cemas
"Aku tidak apa-apa, Pak." Jawab ibu lemah
"Alhamdulillah. Maafkan Bapak ya?"
Kamipun menangis terharu.
"Terima kasih, Mbah Nur." Ucapku
Mbah Nur hanya tersenyum. Di sebelah Mbah Nur ada Mbah Arni dan Pak Satar mereka nampak senang kami bisa selamat.
-bersambung-
pak rengga melecehkan mita karna minta cantik dan makaya ada cerita anak dilecehkan saat masuk ruang lab pak rengga, mita hamil dan pak rengga gak mau tanggung jawab makanya dia coba bunuh Mita dgn menabrak mita
baru beberapa chapter aja udah buat sakit jantung
ARWAH BUNUH DIRI