Sepuluh bulan lalu, Anna dijebak suaminya sendiri demi ambisi untuk perempuan lain. Tanpa sadar, ia dilemparkan ke kamar seorang pria asing, Kapten Dirga Lakshmana, komandan muda yang terkenal dingin dan mematikan. Aroma memabukkan yang disebarkan Dimas menggiring takdir gelap, malam itu, Anna yang tak sadarkan diri digagahi oleh pria yang bahkan tak pernah mengetahui siapa dirinya.
Pagi harinya, Dirga pergi tanpa jejak.
Sepuluh bulan kemudian, Anna melahirkan dan kehilangan segalanya.
Dimas dan selingkuhannya membuang dua bayi kembar yang baru lahir itu ke sebuah panti, lalu membohongi Anna bahwa bayinya meninggal. Hancur dan sendirian, Anna berusaha bangkit tanpa tahu bahwa anak-anaknya masih hidup. Dimas menceraikan Anna, lalu menikahi selingkuhan. Anna yang merasa dikhianati pergi meninggalkan Dimas, namun takdir mempertemukannya dengan Kapten Dirga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Ruangan bawah tanah?
Langkah Dirga terhenti tepat di tikungan lorong utama mansion itu. Cahaya lampu temaram membuat bayangan panjang memanjang di dinding. Dari kejauhan ia mendengar suara dua pengawal berjalan mendekat, langkah mereka berat dan berirama, suara boots menendang lantai marmer.
Dirga segera menundukkan tubuh, menyelinap ke balik patung besar di sudut lorong. Dua pengawal itu lewat sambil berbicara keras, tidak sadar ada mata yang mengawasi.
“Perempuan itu masih di bawah, kan?”
“Ya, Nona Asmirandah bilang jangan biarkan dia keluar. Mulutnya terlalu bawel.”
“Kasihan sih, tapi siapa suruh dia bikin nona kesal.”
“Hahaha, kalau dia teriak lagi, aku sumpal mulutnya pakai kain basah.”
Dirga menutup mata, rahangnya mencengkeras keras. Dia tahu mereka bicara tentang Anna. Ia ingin menghajar kedua orang itu di tempat, tapi ia tidak boleh gegabah. Terlalu banyak mata, terlalu banyak penjaga, dan Anna bisa terancam kalau ia bertindak tanpa perhitungan.
Begitu suara mereka menjauh, Dirga keluar dari persembunyian, mengikuti arah yang mereka lewati. Lorong itu berakhir di sebuah dinding besar tanpa jendela, tanpa celah apa pun. Tidak ada pintu, tidak ada ventilasi. Hanya ukiran besar keluarga Asmir terpampang di tengahnya. Dirga menempelkan telinganya ke dinding.
Hanya samar-samar ia bisa merasakan getaran rendah, seperti suara mesin atau generator.
“Ruangan tersembunyi.” Pikirannya bekerja cepat.
Ia mencoba mendorong, menarik, menekan ukiran, tapi tidak ada yang bergerak. Sial, dia tidak bisa membuka ruangan itu seorang diri tanpa membuat kegaduhan. Ia menatap dinding itu sekali lagi, menghafal setiap detail. Besok subuh, ia tidak akan datang sendirian.
Dirga mengambil langkah mundur beberapa meter, lalu meraih benda kecil seukuran baterai AA dari sakunya. Alat itu hanya satu fungsi, mengirim sinyal tanpa bunyi ke satu orang saja yaitu Mayor Kevin.
Ia tekan tombolnya, lampu kecil berwarna biru berkedip dua kali.
Pesan terkirim,
“Siapkan pengepungan subuh. Aku akan bertindak.”
Dirga memasukkan alat itu kembali dan berbalik. Masih ada satu tempat yang harus ia datangi malam itu.
Dirga kembali ke lantai dua mansion, menuju ruangan yang siang tadi dilarang keras oleh Asmirandah. Wanita itu bahkan menyebutnya ruang yang tidak boleh dimasuki siapa pun. Ia berdiri tepat di depan pintu kayu gelap itu.
Ia mengeluarkan dua alat kecil tipis seperti koin perak, pembuka sandi magnetik yang ia selundupkan sejak awal penyamaran. Ia tempelkan satu di bagian bawah gagang pintu, satu lagi di sambungan sisi pintu.
Alat itu menyala redup, pembuka pertama gagal, dan kedua alat itu mengeluarkan getaran kecil saat pembuka kedua kali, lalu lampu berubah hijau. Pintu itu terbuka perlahan, nyaris tanpa suara.
Ruangan tersebut besar dan sangat dingin. Cahaya putih redup dari lampu gantung membuat bayangan lemari-lemari besar menjulang tinggi.
Di dinding pertama, terdapat peta besar dengan titik-titik merah, foto wajah beberapa pejabat, petinggi militer, dan pengusaha besar.
Di meja panjang di tengah ruangan, ada map dokumen yang dibuka setengah. Dirga mendekatinya, salah satu halaman membuat tatapannya berubah gelap.
Foto wajah seseorang, lingkaran merah mengelilinginya, tulisan tangan kasar,
“Target berikutnya Kapten Dirga. Eksekusi setelah pernikahan.”
Dirga memejamkan mata, menahan napas. Mereka memang berniat membunuhnya, secara resmi setelah ia menikahi Asmirandah. Dia foto orang tuanya pun menjadi korban, Dirga memfoto semua bukti itu, tangan Dirga mengepal begitu keras hingga buku ujung jarinya memutih.
“Brengsek…” Tapi ia tidak boleh kehilangan fokus. Ia menarik napas panjang, menata pikirannya lagi. Setiap informasi di ruangan ini harus ia pelajari, simpan, retas, dan kirim ke Mayor saat waktunya tiba. Lalu matanya jatuh pada satu pintu kecil di sisi ruangan.
Seperti pintu menuju ruang bawah tanah, seperti jalan menuju tempat penjara. Tempat Anna, Dirga mendekati pintu itu perlahan, namun Dirga tersentak saat mendengar alarm, dia buru-buru keluar dari ruangan itu.
Dirga baru saja keluar dari ruangan terlarang itu ketika alarm kecil, bukan alarm gedung, tapi alarm internal mansion, berbunyi sekali, singkat, seperti tanda bahwa ada sesuatu yang tidak seharusnya terbuka.
Ia membeku sejenak.
Pintu ruangan terlarang itu perlahan menutup otomatis di belakangnya, menghapus jejak keberadaan Dirga di dalam. Ia mengatur napas, menenangkan detak jantung yang melonjak akibat hampir ketahuan.
Baru sepuluh menit ia berhasil kembali ke kamar lamanya, kamar yang sengaja disediakan Asmirandah untuknya, ketika terdengar ketukan keras dari luar.
Tok! Tok! Tok.
Dirga menoleh cepat, ketukannya bukan seperti pengawal, bukan pula ketukan formal. Ketukan itu menuntut jawaban. Ia melangkah ke arah pintu, memutar gagang perlahan, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang masih tersisa. Saat pintu terbuka, sosok yang berdiri di depannya membuat matanya menyipit sedikit.
Asmirandah, lengkap dengan gaun tidur sutra mewah berwarna merah gelap, rambutnya tergerai, bibirnya dilapisi warna garnet yang pekat. Namun malam ini ada yang berbeda tatapannya tidak manja seperti biasanya.
Tatapannya curiga.
“Ma—malam,” ucap Dirga datar, menjaga raut wajahnya tetap kosong seperti orang yang belum sepenuhnya mengingat identitasnya.
Asmirandah tidak menjawab sapaan itu. Ia menatap Dirga dari atas ke bawah, seperti memeriksa sesuatu. Kemudian, with no warning ia mendorong pintu lebih lebar dan melangkah masuk tanpa izin. Dirga menahan napas setengah detik, tapi tetap menutup pintu seperti biasa.
Asmirandah berbalik menghadapnya. Suara lembutnya terdengar aneh ketika ia berkata,
“Ayah … memanggilmu ke ruang keluarga.”
Dirga menahan ekspresi, biasanya Tuan Asmir tidak mengganggu Dirga pada jam seperti ini.
“Sekarang?” tanya Dirga pura-pura bingung, memainkan peran amnesia yang masih melekat padanya.
Asmirandah menatapnya sambil mengerling, langkahnya maju hingga jarak mereka sangat dekat.
“Ya, sekarang. Ayah tidak suka menunggu,” katanya lirih.
Ia mengangkat tangannya, merapikan kerah baju Dirga dengan sentuhan lambat yang membuat bulu kuduk pria itu berdiri, bukan karena kehangatan, tapi karena ancaman yang terasa di baliknya.
Asmirandah tersenyum kecil.
“Tadi … ada alarm yang aktif,” katanya sambil memperhatikan reaksi Dirga.
“Ayah sedang mengecek seluruh sistem keamanan, takut ada penyusup atau tahanan yang kabur," ujarnya pelan, Dirga tetap diam.
Tidak menunjukkan apa pun, bahkan ketika jantungnya terasa meninju dadanya. Asmirandah memiringkan kepala.
“Apa kamu … mendengar sesuatu?”
Dirga membalas dengan nada sangat tenang.
“Tidak, aku hanya tidur.”
Asmirandah mengamati wajah Dirga selama beberapa detik yang terasa seperti menit.
Kemudian ia mengangguk.
“Baiklah,” ujarnya akhirnya. “Ayo. Ayah menunggu.”
Ia berbalik menuju pintu, membuka dengan elegan, lalu melangkah ke luar. Dirga mengembuskan napas pelan. Hanya satu embusan, lalu ia mengikuti di belakangnya.
ayo basmi habis semuanya , biar kapten dirga dan anna bahagia
aamirandah ksh balasan yg setimpal dan berat 🙏💪
kejahatan jangan dibiarkan terlalu lama thor , 🙏🙏🙏
tiap jam berapa ya kak??
cerita nya aku suka banget🥰🥰🙏
berharap update nya jangan lama2 🤭🙏💕