Ketika Violetta Quinn, saudari kembar yang lembut dan penurut, ditemukan tak sadarkan diri akibat percobaan bunuh diri, Victoria Thompson tak bisa menerima kenyataan itu begitu saja. Tidak ada yang tahu alasan di balik keputusasaan Violetta, hanya satu kenangan samar dari sang ibu: malam sebelum tragedi, Violetta pulang kerja sambil menangis dan berkata bahwa ia 'Tidak sanggup lagi'.
Didorong rasa bersalah dan amarah, Victoria memutuskan untuk menyamar menggantikan Violetta di tempat kerjanya. Namun pencarian kebenaran itu justru membawanya ke dalam dunia gelap yang selama ini Victoria pimpin sendiri; Black Viper. Jaringan mafia yang terkenal kejam.
Di sanalah Victoria berhadapan dengan Julius Lemington, pemilik perusahaan yang ternyata klien tetap sindikat Victoria. Tapi ketika Julius mulai mencurigai identitas Victoria, permainan berbahaya pun dimulai.
Victoria masuk dalam obsesi Julius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28. KEKACAUAN DI LEMINGTON
Kabar itu datang seperti badai yang menghantam tanpa ampun.
Gerald Lemington, kepala besar keluarga Lemington ... meninggal.
Bukan karena penyakit. Bukan kecelakaan.
Ia ditembak.
Dan pelakunya, menurut laporan resmi yang masuk pagi itu adalah anak pertamanya sendiri.
Paman kandung Julius.
Sean membeku, berdiri di tengah ruang kerjanya yang selama seminggu terakhir bahkan hampir tidak ia jamah. Ia masih memakai kemeja rumahan karena sepanjang minggu ia sibuk mengurusi 'mainan kesayangannya', yaitu Victoria, yang ia simpan rapat-rapat di kediaman rahasianya.
Seminggu penuh ia meninggalkan urusan keluarga Lemington, perusahaan DeLuca, hingga semua masalah yang dulu selalu ia hitung seperti napasnya sendiri. Semua itu ia abaikan karena Victoria, karena gadis itu terlalu menyita pikirannya, obsesi, dan dunianya.
Dan sekarang, tepat ketika ia menyalakan ponsel yang sejak kemarin ia matikan ...
Kacau.
Benar-benar kacau.
Notifikasi bertumpuk. Pesan dari Julius, pesan dari kepolisian, pesan dari Leon, pesan dari berbagai direktur, bahkan dari Dewan Pengawas DeLuca yang panik tidak karuan.
Tapi yang paling membuat Sean benar-benar berhenti bernapas adalah pesan Leon.
'Dad membunuh Grandpa Gerald.'
Di bawahnya ada pesan kedua dari Leon.
'Julius sudah melaporkannya. Aku harus apa sekarang, Sean?'
Sean menghembuskan napas panjang, menutup mata.
Jadi begini akhirnya? Padahal sudah sejauh ini, Lemington bahkan belum jatuh sepenuhnya ke tanganku. Jika saja pria tua itu mau menandatangani surat waris yang kuberikan, pasti tidak akan sekacau ini, batin Sean.
Ia menyalakan TV besar di ruangan itu, menekan saluran berita.
BREAKING NEWS
“Gerald Lemington, Ketua Utama DeLuca Corporation, ditemukan tewas akibat luka tembak di kediaman pribadinya. Tersangka utama adalah putra pertamanya ..."
Layar menampilkan wajah pria berumur empat puluhan dengan mata merah, tangan diborgol, dikawal polisi.
Pria yang bahkan menurut Sean hanya tahu cara menghabiskan uang tanpa bisa menggunakan otaknya untuk kemajuan keluarga.
Lemington.
Nama itu terpuruk.
Hancur.
Sean berdiri diam seperti patung, matanya gelap, pandangannya tajam namun kosong. Ia tidak tahu apakah ia harus tertawa, mengumpat, atau menyalahkan dirinya sendiri yang menghilang seminggu penuh demi seorang gadis.
Dalam pikiran Sean, satu kalimat terus berputar:
Aku baru pergi seminggu. Dan semuanya hancur.
Keributan tidak berhenti sampai di situ.
Kepolisian bergerak cepat, terlalu cepat bahkan anehnya.
DeLuca Corporation, perusahaan pusat Lemington, ditutup sementara.
Digeledah.
Diselidiki.
Didatangi penyidik korupsi dan kriminal.
Karena Julius bukan hanya melaporkan pamannya sebagai pembunuh. Ia juga melaporkan Gerald Lemington sendiri atas dugaan bisnis gelap yang selama ini ditutup-tutupi.
Human trafficking; Perdagangan manusia.
Ke berbagai kota. Bahkan keluar benua.
Ketika berita itu muncul di layar TV, Sean hampir menjatuhkan remote dari tangannya.
"Dasar bodoh," gumam Sean dengan nada sabar yang tidak lagi tersisa. "Julius benar-benar ingin menghancurkan Lemington rupanya."
Tapi bukan itu yang paling membuat debar di dadanya kacau.
Bukan itu.
Yang membuat Sean merasa darahnya mendidih adalah melihat Leon, cucu Gerald sekaligus Direktur DeLuca, digiring polisi untuk diperiksa. Anjing kecil Sean yang selalu menurut padanya, kini berada dalam pengawasan polisi.
Lalu Julius dipanggil.
Karena ia adalah CEO.
Persetan dengan Julius, akan lebih bagus jika dia ikut mendekam di penjara, maki Sean dalam hati.
Keluarga Lemington benar-benar terbelah, remuk, dan terpapar ke publik seperti luka yang dibelah paksa.
Semua media menguliti mereka.
Semua saham merosot tajam.
Semua investor gemetar.
Sementara Sean ...
Sean berdiri sendirian, menatap kekacauan itu dari luar seperti seseorang yang baru saja kembali dari mimpi panjang. Padahal dia sudah sejauh ini untuk memiliki Lemington, tapi karena kebodohan anak pertama yang tidak tahu diri itu. Semua jadi hancur.
"Seminggu. Hanya seminggu aku fokus ke Victoria, dan lihat apa yang terjadi," desis Sean.
Ia mengusap wajah, meraih jas, dan berjalan keluar kediamannya yang tersembunyi itu.
Ia kembali ke dunia yang sempat ia tinggalkan.
Sean mendatangi kantor pusat kepolisian pada hari yang sama, begitu surat pemanggilan resmi tiba.
Ia tidak bisa menghindar. Namanya terdaftar dalam lingkaran dalam Lemington. Dia pernah menjadi tangan kanan beberapa direktur dan juga Gerald Lemington itu sendiri, pernah muncul dalam rapat besar. Keberadaannya di struktur Lemington terlalu jelas untuk dihapus.
Sesampainya di sana, suasana benar-benar panas. Wartawan menunggu di luar, kilatan kamera tak henti-henti.
Saat Sean masuk, ia langsung diarahkan ke ruang tunggu untuk persiapan interogasi.
Dan di sana ....
"SEAN?!"
Sebuah suara meledak seperti bom.
Julius.
Sean menoleh perlahan, wajahnya tetap datar ... namun mata Julius merah menyala penuh amarah.
Pria itu menghampiri langkah besar, dan sebelum Sean sempat berkata apa pun, kerah bajunya sudah direnggut kasar.
"DI MANA VICTORIA?!" Julius berteriak seperti orang kehilangan akal.
Polisi yang berjaga langsung berlari mendekat, tetapi Julius sudah mengguncang tubuh Sean keras-keras.
"Jawab, Sean! Di mana dia?! Kau menculiknya?!" raung Julius.
Sean mengangkat alis, wajahnya tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun. Ia tidak menepis tangan Julius, tidak berontak. Ia hanya menatap pria itu dengan tatapan penuh kasihan.
"Julius," suara Sean tenang, lembut, seperti biasa. "Kenapa kau tiba-tiba memfitnahku? Apa semua tekanan membuatmu seperti ini?"
"JANGAN BERAKTING!!" Julius kembali berteriak, tangannya semakin kuat mencengkeram. "Kau membawa Victoria malam itu! Dia calon istriku! Dan kau yang menculiknya! Aku tahu kau-"
"Cukup." Suara Sean rendah, nyaris berbisik.
Namun justru karena itulah Julius terdiam.
Ada sesuatu dalam bisikan itu ... yang membuat siapa pun merinding. Seolah wajah tenang dan ramah yang selalu dipasang di publik menghilang begitu saja.
Polisi akhirnya menarik Julius menjauh.
"Pak Julius, tolong kendalikan diri!"
"Kami sedang mengamankan proses interogasi!"
Tapi Julius tidak berhenti berteriak.
"Dia penculiknya! Periksa dia! Periksa kediamannya! Periksa semua-"
Sean menyentuh dadanya, menghela napas dalam, kemudian menatap polisi dengan wajah paling polos yang bisa ia tampilkan.
"Sir," katanya lembut. "Saya rasa Julius sedang tidak stabil. Selama ini dia selalu bilang bahwa dia membenci Lemington dan ingin membunuh semua orang di dalamnya. Mungkin akan lebih baik, kalian periksa dengan benar dia."
Julius membelalak.
"Apa?! Kau-"
Sean memotong cepat, suaranya dibuat lirih dan sedikit bergetar.
"Saya takut sekarang. Tolong berikan saya perlindungan. Saya takut dia mencoba menyakiti saya dan juga Leon. Keponakan saya yang manis," kata Sean dengan aktingnya.
Polisi menatap keduanya, bingung melihat dua versi cerita yang saling bertentangan.
"Kami akan memisahkan kalian dulu," salah satu polisi berkata tegas.
Julius mencoba merangsek ke depan lagi.
"SEAN! Jangan pura-pura! Kau-"
Polisi menahan lengannya. "Mr. Julius, tolong ikuti kami. Anda bisa kembali setelah tenang."
Julius dipaksa pergi dengan mata penuh amarah membara.
Sebelum pintu tertutup, Sean menatap Julius dan ... tersenyum.
Senyum dingin.
Senyum licik.
Senyum yang membuat Julius hampir meronta lagi.
Interogasi berlangsung singkat.
Karena Sean pintar.
Terlalu pintar untuk memanipulasi keadaan.
Sean tidak memberikan jawaban mencurigakan. Ia menjawab semuanya dengan tatapan hangat, ekspresi lembut, suara tenang, tanpa pernah terlihat menyembunyikan sesuatu. Ia memainkan peran pria baik-baik dengan sempurna.
Ketika proses selesai, polisi memersilakan Sean pulang.
"Terima kasih atas kerja samanya, Mr. Sean," kata sang polisi.
"Dengan senang hati," jawab Sean sambil memberi senyum ramah.
Begitu pintu keluar tertutup dan ia berada di tempat parkir gelap, senyum itu hilang.
Wajahnya kembali dingin.
Tatapannya kembali kosong.
Ia menyalakan mobil.
Mesin menderu.
Lalu ia melesat cepat meninggalkan gedung itu.
Perjalanan pulang ke kediaman tersembunyinya terasa jauh lebih sunyi dari biasanya.
Jalan raya malam itu basah diguyur hujan tipis. Lampu-lampu kota memantul di jalan seperti serpihan kaca.
Sean menyetir tanpa suara, hanya suara hujan yang mengetuk kaca mobil.
Di kepalanya, suara Julius terus terngiang.
"Di mana Victoria?!"
"Dia calon istriku!"
"Calon istri ...." Sean mengulang kata itu dalam bisikan kecil. Bibirnya terangkat sedikit. "Berania sekali dia mengklaim milikku menjadi miliknya."
Ia menertawakannya dalam diam.
Dunia boleh kacau.
Lemington boleh terbakar.
DeLuca boleh runtuh.
Tapi Victoria ...
Victoria tetap milik Sean.
Tak ada yang menyentuhnya.
Tak ada yang menemukannya.
Tak ada yang bisa merebutnya.
Julius boleh mengamuk.
Polisi boleh mencurigai.
Media boleh menuduh.
Sean tidak peduli. Ia sudah memilih jalannya.
Dan begitu mobil berhenti di depan kediaman itu, rumah besar tersembunyi yang tidak ada namanya dalam peta dan tidak terdaftar di dokumen mana pun, Sean turun perlahan.
Hujan mulai turun lebih deras.
Ia masuk ke dalam rumah, membuka mantel basahnya, dan berjalan menyusuri koridor senyap menuju ruangan menuju ke lantai dua.
Ruangan di mana ia menyimpan seorang gadis yang terus membuatnya kehilangan akal.
Ia membuka pintu.
Lampu ruangan temaram, hangat.
Dan di sana ...
Victoria duduk di atas ranjang, selimut membungkus tubuhnya, kepala wanita itu menoleh sedikit ketika mendengar pintu membuka.
Matanya melebar.
Ketakutan.
Lega.
Campur aduk.
Sean berdiri di ambang pintu, menatapnya lama.
"Victoria?" suaranya rendah, dingin namun lembut.
Gadis itu menggigit bibirnya, tangan kecilnya meremas selimut.
Dari sorot mata Victoria ... Sean tahu:
Walau takut gadis itu membutuhkan Sean.
Dalam ketakutan, dalam kebingungan, dalam penolakan yang bercampur pasrah.
Sean melangkah perlahan mendekat.
"Maaf aku terlambat," kata Sean sambil tersenyum tipis. "Keluarga Lemington sedang ... hancur total."
Ia duduk di tepi ranjang, memandang Victoria dalam-dalam.
"Dan semua itu terjadi karena aku tinggalkan mereka selama seminggu untukmu," lanjut Sean.
Tangannya terulur, menyentuh pipi Victoria.
"Jadi kau harus menebusnya, hmm?"
Victoria menelan ludah, wajahnya pucat.
Tangan Sean mengelus pipinya pelan, sentuhan lembut yang justru membuat jantung Victoria berlari tak tentu arah.
Di luar, hujan makin deras.
Di dalam, Sean menatap Victoria seolah ia adalah satu-satunya dunia yang ia inginkan.
"Sekarang," bisik Sean. "Ayo kita bermain."
Ia menunduk perlahan mendekati wajah Victoria. Mengukung gadis itu dan dunia Victoria kembali terperangkap sepenuhnya di dalam genggaman seorang pemangsa yang tak pernah benar-benar tersenyum.
Namun semua terhenti ketika Sean mendengar sesuatu yang membuatnya marah.
happy ending 👏👍
terimakasih thor, sukses dgn karya-karyanya di novel 💪
S
E
H
A
T
SELALUUU YAAAA💪💪💪💪❤️☕️
Hanya kamu yang tau thoorrr...
q suka....q suka...q suka
tarik siiiiiiisssss💃💃💃💃
Violetta Henry
wkwkwk
bener² kejutan yang amat sangat besaaarr...
kusangka hanya PION dr SEAN...nyata oh ternyata...daebaaaakkkk👏👏👏👏👏👏👏
kebuuut sampai 400 episode thooorrr...
bagis banget alur cerita ini...☕️☕️☕️
lanjutin Thor semangat 💪 trimakasih salam 🙏
eh, ngomong² gmn tuh dgn Sean skrg
Sean dah dipenjara, semoga aja gak bikin ulah lagi, tapi kayaknya gak bisa diem deh Sean