Bagaimana jadinya jika seorang penulis malah masuk ke dalam novel buatannya sendiri?
Kenalin, aku Lunar. Penulis apes yang terbangun di dunia fiksi ciptaanku.
Masalahnya... aku bukan jadi protagonis, melainkan Sharon Lux-tokoh antagonis yang dijadwalkan untuk dieksekusi BESOK!
Ogah mati konyol di tangan karakternya
sendiri, aku nekat mengubah takdir: Menghindari Pangeran yang ingin memenggalku, menyelamatkan kakak malaikat yang seharusnya kubunuh, dan entah bagaimana... membuat Sang Eksekutor kejam menjadi pelayan pribadiku.
Namun, ada satu bencana fatal yang kulupakan
Novel ini belum pernah kutamatkan!
Kini aku buta akan masa depan. Di tengah misteri Keluarga Midnight dan kebangkitan Ras Mata Merah yang bergerak di luar kendali penulisnya, aku harus bertahan hidup.
Pokoknya Sharon Lux harus selamat.
Alasannya sederhana: AKU GAK MAU MATI DALAM KEADAAN LAJANG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.A Wibowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Langkah sharon terhenti di depan pintu kamar yang terlihat megah itu. Kamar milik Duke lux.
Sosok bangsawan yang ditulis sempurna, keras, adil. Tidak pernah salah. Tidak mengenal belas kasih. Sifat dan tingkah sangat sempurna, tapi sangat disayangkan, dia adalah kebalikan dari Althea yang sangat murni bagaikan malaikat, Duke adalah orang berhati dingin.
Seingat sharon ia selalu menulis bahwa Duke tak pernah menatap anak keduanya dengan kasih sayang hanya menatap bagaikan noda kotoran. Itu karena dia mencintai kehormatan lebih dari darahnya sendiri.
Bagi dia anak yang terlahir dari darah pelayan rendahan, akan mencoreng nama baik dia.
Dulu lunar ingin menulis latar belakang ‘tokoh jahat yang pantas dibenci, dan pantas diberi simpati tersendiri’, jadi dia membuat alur dimana sharon menjadi vilain karena ayahnya yang dingin dan tak mencintainya serta masih banyak hal lagi..
Namun dia tak pernah memahami perasaan Sharon sendiri—waktu itu dia hanya memakai sebagai alat penopang cerita.
Dan sedikit hal yang jarang diketahui, meski sikap duke ke sharon sangat buruk. Namun sejatinya dia baru menyadari perbuatan buruk tersebut. Puncaknya saat mendengar kabar Sharon yang ingin membunuh kakaknya sendiri karena rasa iri.
Ada rasa tidak enak di hati saat mengetahui itu. Perasaan menyesal, dan gagal sebagai orang tua.
Ia mengundang Sharon bukan hanya untuk diinterogasi saja, melainkan untuk menilai apakah sharon sempat menyesal, tergantung jawaban dia akan memberikan hukuman. Dan yang penting ini berkaitan dengan rasa bersalah di masa lalunya yang membedakan sharon dan Althea.
Namun sayangnya Sharon yang dulu tidak menyadari perasaan sang duke.
Sosok duke yang dia tulis bagaikan monster, sekarang dia harus berhadapan dengan monster itu sendiri
“Cukup tragis, aku memahami perasaannya …” ucap dia, lalu menghela nafas sebelum mengetuk pintu.
Tok
Tok
“Masuklah!” suara berat dari Duke, berasal dari kamar tersebut.
Sharon membuka pintu kamar. Langit tinggi, karpet merah membentang lurus, kursi besar di ujung ruangan. Sosok pria paruh baya berwajah tegas, rambut perak terikat rapi ; Duke lux sudah menunggu.
Tatapan matanya dingin, menembus dada Sharon. Bagi Sharon sendiri ini sudah serupa momen interview kerja di kehidupan sebelumnya. Hanya saja, kalau gagal, bukan lagi “tidak diterima,” tapi, “Kepala melayang.”
“Oke jangan panik. Tampil seperti anak berbakti. Alasan Duke menilai Sharon sudah berlebihan dan memutuskan dibawa ke pengadilan karena di bab aslinya Sharon masih menantang, tidak mau salah, dan menunjukan tingkah laku buruk. Agar nyawaku aman, aku harus tampil kaya anak berbakti.” bati sharon.
“Selamat pagi, Ayah,” ucap Sharon pelan, berusaha sopan.
Duke lux mengerutkan dahi tipis, “ayah?” Ia menatap lebih lama, biasanya Sharon tak akan mau mengakui dia sebagai ayah karena tindakannya, paling sopan dia akan memanggil “duke” terakhir kali dia disebut ‘ayah’ saat Sharon masih kecil.
“Ada apa dengan tingkah sopanmu itu? Biasanya kau adalah orang pertama yang datang dengan mulut lancang!” Ucap Duke bingung.
Sharon meneguk ludah. “Penyakit… kesadaran, mungkin?”
Satu alis Duke terangkat. “Kesadaran?”
“Ya, kesadaran… kalau aku sudah terlalu banyak dosa, jadi mulai mikir buat jadi orang baik.”
Diam. Kamar itu senyap seperti kuburan. Bahkan pelayan yang berjaga di kamar menahan napas.
“Sharon,” suara Duke pelan tapi berat. “Kau tahu kenapa aku memanggilmu, bukan?”
Sharon mengangguk cepat. “Ya, soal pengadilan, hukuman, dan kepala saya yang akan melaya—eh, maksud saya—soal nasib saya kedepannya.”
Duke tidak tertawa. (Tentu saja!.) “Benar. Tumben kau jadi anak penurut.”
Sharon hanya terkekeh kecil. “karena aku masih pengen hidup!’ batinnya.
“Baiklah. Langsung ke topik saja, kenapa kamu berencana membunuh kakakmu?”
Sharon menarik napas panjang. “Ayah, dengarkan. saya… mungkin dulu terlalu banyak salah paham. Saya iri, marah, dan bodoh kepada kakak, makannya sampai berani melakukan hal nekat tersebut. Tapi, ini mungkin terdengar susah dipercaya, saya sekarang cuma mau satu hal—kesempatan untuk menebus semuanya.”
Tatapan Duke sedikit melunak, tapi tetap berhati-hati. “Menebus? Dengan apa?”
Sharon menatapnya serius. “Dengan menjaga kak Althea.”
Duke melihat tatapan serius dari Sharon, sebuah bola mata yang begitu lembut, yang begitu murni, begitu serius. Hal itu membuat Duke terkejut.
Namun ucapan barusan membuat Duke Lux tertawa pelan. “Tentang kau, yang ingin melindungi gadis yang nyaris kau bunuh minggu lalu?” ini adalah lelucon paling lucu seumur hidup yang pernah dia dengar.
“Ya. Ironis, kan? Tapi mungkin itu justru alasan Tuhan menamparku ke dunia ini—eh maksud saya…Lupakan saja!”
Duke menatap bingung mendengar perkataan terputus dari sharon itu, ia pun menggelengkan kepala tidak mau menganggap lebih dalam ucapan tak jelas itu.
Sharon berdehem, meralat kembali ucapannya. “Saya sangat menyadari kesalahan saya, mungkin ini sangat terdengar konyol, tapi tolong izinkan saya menebus perbuatan saya!”
“Apa karena tahu kamu akan dibawa pengadilan, kamu jadi melunak?” Tanya duke lux lebih serius.
Sharon cuma bisa mematung dengan keringat dingin. Ia sudah menduga bahwa ini percuma saja, ia paling paham bahwa duke adalah orang yang berkepala batu, berhati dingin. Ah! Gawat kalau dia dibawa pengadilan sekarang, dia tidak bisa menghentikan rencana pembunuhan Althea dan akhirnya dia akan mati.
Sharon harus mencari otak. Berpikir! “Anu aku …”
“Baiklah …” ucap Duke membuat lamunan Sharon terputus. “kamu tetap akan kubawa ke pengadilan!”
Sharon melotot. Berakhir sudah.
“Tapi, bukan sekarang. Besok! Saya tak akan membuat keputusan tergesa-gesa, reputasi keluarga harus bersih.”
“Kau akan menunggu dibawah pengawasan selama satu hari. Itu untuk merenung. Kamu pintar menjawab pertanyaanku, entah ini sandiwara atau akting, aku tak tahu arahnya. ‘Kamu ingin menebus’, katamu? lebih baik kamu tunjukan tindakan daripada hanya omongan saja.”
Sharon sudah bahagia sendiri paling tidak dia tak akan dibawa pengadilan dalam waktu singkat.
“Tapi aku gak sebodoh itu untuk percaya sama kamu dan membiarkan diawasi oleh pelayan biasa, oleh karena itu …” Duke menatap seorang pelayan pria penjaga kamar yang berdiri di pojok ruangan. “Gilbert!”
“Baik tuan,” pelayan tampan berambut hitam itu mendekati Duke.
“Gik… dia kan!” Batin sharon.
Tentu sebagai penulis dia paham siapa pria bernama Gilbert itu, dia adalah eksekutor resmi keluarga Lux, jagal tangan kanan duke, pria paling dipercayainya.
Di cerita, Gilbert adalah orang yang bertanggung jawab untuk mengeksekusi Sharon, setelah Sharon benar benar terdakwa sebagai pembunuh Althea Lux.
Dengan kata lain, Gilbert adalah orang yang seharusnya Sharon hindari jika ingin hidup tenang! Karena dia lah yang akan memenggal kepalanya.
Sharon serasa baru saja bermimpi buruk, ia kira sudah sedikit bebas, tapi bebas apanya! Dia akan dipantau oleh orang yang bertugas membunuhnya secara hukum. Kepala sharon bisa melayang kapanpun.
“Gilbert, tolong jaga dia untuk sementara. Kalau saja dia menunjukan pergerakan aneh aneh dan mencurigakan, kamu bebas melakukan apapun,” tegas Duke.
Duke sangat yakin bahwa orang terpercayanya Gilbert adalah satu satunya orang yang bisa mengontrol sharon.
“Bebas melakukan apapun, ya?” Gilbert tersenyum. “Baik dimengerti tuan.”
Sementara Sharon menangis di dalam hati, dari semua pelayan kenapa sih harus dia! Bagaimana dia bisa tenang, dia akan diawasi oleh orang yang akan membunuhnya!
malah meme gw😭
Sharon sebagai antagonis palsu tuh bukan jahat—dia korban. Dan kita bisa lihat perubahan dia dari bab awal sampai sekarang.
pokonya mantap banget
rekomendasi banget bagi yang suka cerita reinkarnasi
dan villain
semangat thor