NovelToon NovelToon
Kontrak Pacar Pura-Pura

Kontrak Pacar Pura-Pura

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Dijodohkan Orang Tua / Kekasih misterius / Perjodohan
Popularitas:152
Nilai: 5
Nama Author: SineenArena

Untuk menghindari perjodohan, mahasiswa populer bernama Juan menyewa Yuni, mahasiswi cerdas yang butuh uang, untuk menjadi pacar pura-puranya. Mereka membuat kontrak dengan aturan jelas, termasuk "dilarang baper". Namun, saat mereka terus berakting mesra di kampus dan di depan keluarga Juan, batas antara kepura-puraan dan perasaan nyata mulai kabur, memaksa mereka menghadapi cinta yang tidak ada dalam skenario.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SineenArena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4 - Draf Kontrak

Yuni berjalan keluar dari Kafe Kaca.

Kakinya terasa lemas.

Dia tidak yakin bagaimana dia akan melangkah.

Dunia di sekitarnya terasa sedikit miring.

Juan.

Si populer.

Laki-laki yang fotonya ada di poster-poster besar acara kampus.

Baru saja menegosiasikan kontrak gila dengannya.

Yuni sampai di depan gerbang kosnya.

Dia bahkan tidak ingat perjalanan pulang dari kampus.

Dia sepertinya naik bus yang benar.

Otomatis.

Tubuhnya bergerak, tapi pikirannya tertinggal di kafe itu.

Dia berhasil.

Dia menegosiasikan uang untuk UKT Dika.

Dia akan menyelamatkan adiknya.

Tapi dengan cara apa?

Dengan cara berbohong kepada seluruh dunia.

Dia menaiki tangga kayu yang berderit.

Suara musik dangdut dari kamar sebelah terdengar lagi.

Lagu tentang cinta yang dikhianati. Ironis.

Yuni masuk ke kamarnya.

Dia mengunci pintu.

Dia bersandar di pintu, melepaskan napas yang ditahannya.

Dia baru saja menjual satu bulan hidupnya.

Satu bulan kebohongannya.

"Alasan keluarga."

Dia memikirkan kata-kata Juan. Dan kata-katanya sendiri.

Dua orang dari dunia yang berbeda, terikat oleh masalah keluarga yang sama sekali berbeda.

Tapi ini profesional.

Dia terus mengulang kata itu di kepalanya.

Profesional. Transaksional.

Bukan hal yang memalukan. Ini pekerjaan.

Pekerjaan... akting.

Yuni mencoba duduk di meja belajarnya.

Esai "Pergeseran Makna" menatapnya.

Dia tertawa. Tawa kering yang pahit.

Hidupnya sendiri baru saja mengalami pergeseran makna yang radikal.

Dari mahasiswi sastra... menjadi pacar sewaan.

Dia menatap ponselnya.

Belum ada email.

Tentu saja. Juan bilang besok.

Dia mencoba tidur malam itu.

Gagal.

Setiap kali matanya terpejam, dia melihat dua hal.

Wajah Ibunya yang menangis.

Dan mata Juan yang tajam dan lelah.

Dia tidak bisa tidur.

Suara pertengkaran dari kamar seberang terdengar lagi.

Suara motor lewat di gang.

Semua suara yang biasanya bisa dia abaikan, kini terdengar memekakkan telinga.

Dia memikirkan Juan.

Dia pasti sedang tidur nyenyak di asramanya yang mahal.

Atau mungkin tidak.

"Alasan keluarga" apa yang begitu mendesaknya sampai harus melakukan ini?

Ultimatum. Seperti di novel-novel picisan.

Yuni berbalik di ranjangnya yang sempit.

Dia tidak peduli alasan Juan.

Dia hanya peduli pada Dika.

Jam tiga pagi, dia akhirnya tertidur.

Pagi berikutnya.

Jam sembilan pagi.

Yuni sudah bangun. Dia tidak benar-benar tidur.

Hanya memejamkan mata.

Matanya terasa berat dan bengkak.

Hari ini dia tidak ke perpustakaan.

Hari ini dia punya janji "bisnis".

Dia membuka lemari kainnya.

Dia tidak bisa memakai kemeja putih yang sama.

Nanti Juan berpikir dia tidak punya baju lain.

Yuni mendengus. Dia memang hampir tidak punya baju lain.

Dia mengeluarkan kemeja flanel kotak-kotak.

Warnanya sedikit pudar, tapi bersih dan rapi.

Dia menyisir rambutnya. Mengikatnya ekor kuda.

Sama seperti kemarin.

Dia harus terlihat konsisten.

Dia harus terlihat... bisa diandalkan.

Dia tidak boleh terlihat putus asa.

Meskipun nyatanya, dia putus asa.

Dia minum teh pahit lagi.

Memaksa sepotong roti tawar masuk ke tenggorokannya.

Perutnya mulas.

Jam 9:45 pagi. Dia berangkat.

Dia berjalan ke Kafe Kaca.

Setiap langkah terasa berat, seolah kakinya terbuat dari timah.

Dia melewati mahasiswa lain.

Mereka tertawa, membahas kuis, mengeluhkan dosen.

Normal.

Kehidupan mereka sangat normal.

Yuni merasa seperti sedang berjalan ke dunia yang berbeda.

Sebuah dunia rahasia di dalam kampusnya sendiri.

Dia sampai di sana. Jam 9:58.

Dia menarik napas.

Dia masuk.

Juan sudah ada di sana.

Duduk di meja yang sama.

Tapi hari ini, dia terlihat berbeda.

Tidak ada hoodie abu-abu yang lelah.

Dia memakai kemeja polo biru tua yang pas di badan.

Lengan bajunya menampakkan lengan yang kencang.

Rambutnya rapi.

Dia tidak terlihat lelah. Dia terlihat... fokus.

Dan sangat mahal.

Aura "anak orang kaya" yang kemarin dia sembunyikan di balik hoodie, hari ini terpancar jelas.

Di atas meja, ada sebuah map cokelat.

Dan dua cangkir kopi.

Bukan air putih.

"Pagi," kata Juan, suaranya datar.

"Pagi," balas Yuni, duduk di depannya.

"Saya pesankan kopi," kata Juan. "Hitam. Tanpa gula."

Yuni menatap kopi itu.

"Bagaimana kamu tahu?"

"Kamu terlihat seperti peminum kopi hitam," kata Juan. "Tidak suka yang manis dan rumit."

Yuni tidak tahu harus merespon apa.

Dia memang suka kopi hitam. Tapi dia tidak pernah membelinya di kafe.

Dia membelinya dalam kemasan saset murah.

"Terima kasih," katanya pelan.

Juan mengangguk.

Dia membuka map cokelat itu.

Dia mengeluarkan beberapa lembar kertas yang dijilid rapi.

"Draf Kontrak," katanya.

"Dua rangkap. Satu untuk saya, satu untuk kamu."

"Saya sudah baca emailmu soal IPK. Jadi saya berasumsi kamu akan membaca ini dengan teliti sebelum tanda tangan."

"Saya tidak suka masalah di kemudian hari."

Yuni mengangguk. Dia pasti akan membacanya.

Dia adalah mahasiswi sastra. Teks adalah dunianya.

Dia akan menganalisis setiap kata.

Dia mengambil satu rangkap.

Tangannya sedikit gemetar.

Dia memaksanya berhenti.

Dia memegang cangkir kopi yang hangat.

Menstabilkan tangannya.

Lalu dia mulai membaca.

Judulnya tertulis tebal.

PERJANJAN KERJASAMA JANGKA PENDEK.

Terdengar sangat resmi.

Pihak Pertama: Juan.

Pihak Kedua: Yuni.

Lengkap dengan Nomor Induk Mahasiswa mereka.

Yuni menelan ludah. Ini mengikat.

Pasal 1: Durasi Perjanjian.

Perjanjian ini berlaku selama tiga puluh (30) hari kalender.

Dimulai hari ini...

Dia melihat tanggalnya.

Dan berakhir pada... dia menghitung. Tepat setelah akhir pekan acara keluarga.

"Tanggalnya spesifik," katanya.

"Tentu saja," kata Juan. "Acara keluarga saya selesai tanggal itu. Setelah itu, kita selesai."

Yuni mengangguk. Jelas. Garis akhir yang jelas. Dia suka itu.

Pasal 2: Tugas dan Kewajiban Pihak Kedua (Yuni).

Yuni membaca poin-poinnya dengan hati-hati.

Satu: Berperan sebagai pasangan romantis Pihak Pertama di depan umum, sesuai arahan wajar dari Pihak Pertama.

Dua: Hadir dan berpartisipasi penuh dalam acara keluarga Pihak Pertama.

Tiga: Menghafalkan skenario latar belakang hubungan yang disediakan oleh Pihak Pertama.

Skenario?

"Skenario?" tanya Yuni, mengangkat kepalanya dari kertas.

"Ada di lampiran," kata Juan. "Kisah kita. Bagaimana kita bertemu. Kapan kita jadian. Apa yang saya suka dari kamu."

"Apa yang kamu suka dari saya?"

"Tentu saja palsu," kata Juan. "Keluarga saya akan bertanya. Kita harus punya jawaban yang konsisten."

Yuni mengangguk. Masuk akal.

Empat: Menjaga kerahasiaan penuh atas eksistensi dan detail perjanjian ini.

Pasal 3: Larangan.

Ini dia.

Yuni membaca lebih lambat.

Satu: Pihak Kedua dilarang keras membocorkan detail perjanjian, identitas Pihak Pertama, atau informasi pribadi keluarga Pihak Pertama kepada siapapun.

Dua: Dilarang menghubungi anggota keluarga Pihak Pertama secara pribadi tanpa izin.

Tiga: Pihak Pertama dan Pihak Kedua dilarang...

Yuni membaca kalimat itu dua kali.

...dilarang mengembangkan perasaan romantis sungguhan satu sama lain.

Yuni hampir tersedak kopinya.

Dia menatap Juan.

Juan menatapnya balik. Tanpa ekspresi.

"Itu standar," kata Juan. "Untuk transaksi seperti ini."

"Transaksi seperti ini?" Yuni bertanya-tanya, seberapa sering Juan melakukan ini?

Dia tidak berani bertanya.

"Itu pasal terpenting," kata Juan.

Yuni melanjutkan membaca.

Pasal 4: Kompensasi.

Angkanya tertulis jelas.

Total kompensasi... Angka itu masih membuat Yuni pusing.

Pembayaran Tahap Satu:

Jumlahnya persis seperti yang Yuni minta.

Angka untuk UKT Dika.

Akan ditransfer...

"Hari ini?" tanya Yuni.

"Satu jam setelah tanda tangan," kata Juan. "Saya pegang janji saya. Saya sudah siapkan transfernya."

Yuni merasa lega.

Pembayaran Tahap Dua: Sisanya.

Akan ditransfer H+1 setelah kontrak berakhir, dengan asumsi tidak ada pelanggaran.

Pasal 5: Klausul Wanprestasi (Pelanggaran).

Jika Pihak Kedua (Yuni) melanggar Pasal 3 Poin Satu (Kerahasiaan)...

Pihak Kedua wajib mengembalikan 200% dari total kompensasi.

Mata Yuni membelalak.

"Dua ratus persen?"

"Itu gila," katanya. "Saya tidak akan punya uang sebanyak itu."

Jumlah itu... dia tidak akan bisa membayarnya seumur hidup.

Ini adalah rantai.

"Kalau begitu, jangan dilanggar," kata Juan dingin.

"Kerahasiaan adalah segalanya di sini, Yuni."

"Nama baik keluarga saya taruhannya. Ini tidak bisa ditawar."

Yuni menelan ludah. Dia mengerti.

Dia lanjut membaca.

Jika Pihak Pertama (Juan) yang membatalkan kontrak di tengah jalan tanpa alasan yang jelas...

Pihak Pertama tetap wajib membayar lunas 100% kompensasi kepada Pihak Kedua.

Yuni mengangkat alis.

"Ini adil," katanya pelan.

Ini melindungi dirinya juga.

"Saya bilang ini profesional," kata Juan.

Dia selesai membaca.

Lampiran. Skenario.

Yuni membacanya sekilas.

Bertemu di perpustakaan pusat. Juan sedang mencari buku referensi teknik. Yuni (sukarelawan) membantunya. Mereka bicara soal buku. Juan terkesan dengan kecerdasan Yuni.

Yuni mendengus.

"Kamu yang buat ini?"

"Saya harus membuatmu terlihat 'pantas'," kata Juan. "Oma saya menghargai otak."

Yuni merasa sedikit terhina. Dan sedikit... tersanjung?

Dia meletakkan kertas itu.

Kontrak ini... kedap udara.

Menakutkan.

Tapi juga... aman?

"Kamu yang buat draf ini?" tanya Yuni.

"Saya ambil templat dari arsip ayah saya," kata Juan. "Kontrak bisnis. Saya sesuaikan sedikit."

Tentu saja.

"Ada pertanyaan?" tanya Juan.

Dia mengeluarkan pulpen dari sakunya. Pulpen logam yang terlihat berat dan mahal.

Yuni terdiam.

Pikirannya tertuju pada Dika. Pada Ibunya.

Lalu pikirannya tertuju pada Pasal 3.

"Dilarang baper."

Dia menatap Juan.

Si populer. Si kaya. Yang, harus diakui, cukup tampan.

Banyak gadis di kampus ini yang rela membayar untuk posisinya.

Dan dia... dibayar untuk tidak menyukainya.

"Pasal tiga," kata Yuni.

"Ya?"

"Poin tiga. Tentang larangan... perasaan."

"Bagaimana cara Anda... mengukurnya?"

"Bagaimana Anda tahu jika salah satu pihak melanggar?"

Juan bersandar.

Dia menatap Yuni lama.

Tatapan yang membuat Yuni merasa sedang dianalisis.

"Itu pertanyaan bagus," kata Juan.

"Pasal itu tidak untuk ditegakkan secara hukum. Itu mustahil."

"Lalu untuk apa?"

"Itu adalah pengingat," kata Juan, suaranya sedikit melembut.

"Pengingat, Yuni. Untuk kita berdua."

"Ini adalah pekerjaan. Jangan membuatnya rumit."

"Perasaan hanya akan merusak segalanya. Merusak tujuan saya, dan merusak tujuan kamu."

"Anggap saja itu jangkar. Agar kita tetap di daratan. Agar kita ingat kenapa kita melakukan ini."

"Bisa?"

Yuni menatap mata Juan.

Dia tidak melihat arogansi di sana.

Hanya tekanan. Sama seperti dirinya.

Dia mencari tanda-tanda kebohongan. Dia tidak menemukannya.

"Bisa," kata Yuni. Suaranya lebih mantap sekarang.

"Saya di sini untuk uang."

Juan mengangguk. "Bagus. Saya juga."

Meskipun Yuni tahu, "uang" bagi Juan artinya sangat berbeda.

Dia menyodorkan pulpen itu ke arah Yuni.

"Silakan dibaca sekali lagi. Terutama Pasal Tiga."

Yuni mengambil pulpen itu.

Rasanya berat di tangannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!