Vanya sengaja menyamar menjadi sekretaris yang culun di perusahaan milik pria yang dijodohkan dengannya, Ethan. Dia berniat membuat Ethan tidak menyukainya karena dia tidak ingin menikah dan juga banyaknya rumor buruk yang beredar, termasuk bahwa Ethan Impoten. Tapi ....
"Wah, ternyata bisa berdiri."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
"Jangan-jangan Vanya hamil?"
Realitas itu menghantam Ethan. Dia tersenyum merekah, sebuah senyum yang kini dipenuhi rasa tanggung jawab dan kebahagiaan yang tak terduga. Dia segera mengambil ponselnya, jarinya nyaris menyentuh ikon panggilan Vanya, tetapi dia urungkan.
"Kalau aku menghubunginya sekarang, dia pasti tidak mau mengaku," gumam Ethan dalam hatinya, sambil memikirkan cara yang tepat. "Dia pasti akan membentakku dan menyangkal. Aku harus cari cara yang lebih jitu."
"Apa Vanya kekasih Anda?" tanya Dokter Adrian, kini penasaran sambil memasukkan peralatan medisnya ke dalam tas.
"Iya," jawab Ethan, dia kini memproklamasikan Vanya sebagai kekasihnya, meskipun Vanya sendiri belum tahu. "Apa menurut Dokter hal seperti itu bisa terjadi?" Ethan menatap Dokter Adrian, berharap jawabannya semakin meyakinkannya.
"Iya, Pak Ethan. Ada beberapa pasien saya yang mengeluhkan hal serupa, bahkan hanya dari tunangan atau kekasih yang sangat dicintai. Lebih baik Anda memastikan sendiri pada kekasih Anda. Jika memang benar, ini kabar bahagia."
Ethan semakin tersenyum lebar. Jika benar dia akan menjadi seorang ayah, bukan hanya dirinya saja yang bahagia, Mamanya pasti juga akan sangat bahagia.
"Terima kasih, Dokter." Ethan mengeluarkan uangnya untuk membayar dokter itu dan memberinya tips yang lumayan besar.
"Terima kasih, Pak Ethan. Semoga Anda segera mendapat kabar bahagia itu. Ini obat yang bisa Anda minum saat merasa mual yang berlebihan," Dokter Adrian menyerahkan kantong obat.
Ethan menerima obat itu lalu meletakkan begitu saja di atas meja. "Baik, terima kasih Dokter." Kemudian Ethan mengantar Dokter Adrian keluar dari kamar hotelnya.
Setelah Dokter Adrian pergi, Ethan kembali duduk di atas sofa dan menatap layar ponselnya. Keputusannya sudah bulat.
Sebenarnya sudah dari satu minggu yang lalu dia ingin menghubungi Vian, tetapi dia tahan, takut mengganggu hubungan Vanya. Namun, karena saat ini masalahnya cukup mendesak akhirnya dia memutuskan untuk turun tangan sendiri.
Ethan mencari kontak Vian, lalu menekan tombol panggil. Setelah terdengar nada sambung yang cukup lama, Vian akhirnya mengangkat panggilan itu.
"Halo, Than. Ada apa? Raka sudah mengerjakan proyek kita dengan baik," kata Vian di seberang sana.
Ethan terdiam beberapa saat. Dia mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan yang sebenarnya. Dia siap menerima kemarahan Vian.
"Bukan. Aku menghubungi kamu bukan karena proyek kita," kata Ethan, suaranya sangat serius. "Ini tentang Vanya. Aku mau mengakui satu hal sama kamu, kalau aku pernah one night stand sama Vanya. Aku tahu kamu punya hubungan khusus sama Vanya."
Terdengar tawa renyah di ujung sana, tawa yang membuat Ethan bingung. "Hubunganku dan Vanya tidak seperti yang kamu kira. Aku hanya menganggapnya seperti adikku sendiri. Tentu saja kami dekat."
Mendengar hal itu, seperti ada beban berat yang terlepas dari dadanya. Ethan merasa sangat lega. "Jadi, kamu bukan pacar Vanya?"
"Tentu saja bukan," jawab Vian, tawanya semakin keras. "Lagian Vanya bukan tipeku."
"Syukurlah kalau begitu," ucap Ethan, matanya berbinar. "Karena kemungkinannya Vanya hamil. Jadi aku harus segera bertanggung jawab."
"Apa?! Hamil? Kenapa dia tidak bilang sama aku?" Vian terdengar panik sebagai seorang kakak.
"Aku juga belum memastikan. Ini masih firasatku saja karena sepertinya aku kena sindrom simpatik. Vanya sangat sulit mengakuinya, jadi aku berencana untuk langsung melamarnya saja besok, saat acara launching produk terbaruku. Dia hamil atau tidak, aku tetap akan menikahinya."
"Wow, keputusan yang tepat! Semoga sukses. Vanya pasti akan menerima kamu."
Ethan tersenyum mendengar hal itu. "Ya sudah, aku akan segera siap-siap ke bandara." Ethan memutuskan panggilan itu setelah mendapat jawaban dan restu secara tidak langsung dari Vian.
Ethan merasa sangat bahagia setelah mendengar semua pengakuan dari Vian. "Ternyata mereka benar-benar tidak memiliki hubungan apa pun. Seharusnya aku langsung bertanya saja tidak menunggu sampai waktu berlalu begini."
***
Vian yang saat itu baru saja menerima panggilan telepon dari Ethan di kamarnya, tersenyum sumringah. Dia menatap adiknya, yang sedang memakan sarapannya dengan lahap.
"Kak Vian kenapa senyum seperti itu? Mencurigakan," tanya Vanya, menyipitkan mata setelah menelan habis makanannya. "Pasti lagi ngerencanain sesuatu yang aneh."
"Makan yang banyak, adikku sayang," kata Vian, senyumnya semakin lebar. "Jangan emosi terus. Mau aku antar hari ini?"
"Idih, tumben baik. Mencurigakan! Tidak usah, aku mau naik motor aja. Mumpung hari ini aku lagi semangat." Vanya segera berdiri dan berpamitan pada kedua orang tuanya.
"Vian, kamu tidak berangkat ke kantor juga?" tanya Pak Bima setelah Vanya sudah keluar dari rumah.
Vian berdiri dari meja makan. Dia memastikan Vanya sudah benar-benar pergi, kemudian dia menghampiri orang tuanya yang masih duduk di meja makan. Dia akan menyebar berita terkini yang baru dia dapatkan dari Ethan.
"Mama dan Papa, sebentar lagi kalian akan mendapatkan cucu," kata Vian.
Bu Ella langsung menjitak kepala Vian. "Vian, kamu menghamili wanita mana?! Kalau memang sudah ingin melakukannya, kamu menikah dulu. Tidak baik seperti itu!" Bu Ella terkejut dan marah yang mengira cucu itu datang dari Vian.
Vian mengusap kepalanya yang terasa sakit, meringis sebentar, lalu kembali bercerita dengan semangat, mengabaikan kemarahan mamanya. "Bukan aku, Ma! Tapi Vanya! Barusan Ethan telepon, katanya dia mengalami sindrom simpatik. Kemungkinan besar Vanya hamil!"
Bu Ella terdiam. Pak Bima juga memasang wajah terkejut, namun ada senyum bahagia yang mulai mengembang di wajahnya.
"Vanya hamil?" Bu Ella kini tersenyum lebar, rasa marahnya menguap digantikan oleh kebahagiaan.
"Mama dan Papa jangan bertanya dulu pada Vanya, ya," sela Vian cepat. "Ini rahasia! Karena besok, Ethan akan melamar Vanya saat acara launching produk barunya. Dia mau all out!"
"Akhirnya mereka akan menikah!" Bu Ella tidak bisa menahan kegembiraannya. Kemudian Bu Ella berjalan cepat menaiki tangga dan langsung masuk ke dalam kamar Vanya.
Pak Bima dan Vian saling pandang. Mereka tahu, Bu Ella sedang dalam misi mencari barang bukti.
Bu Ella mengobrak-abrik laci meja rias dan meja belajar Vanya. Akhirnya, di laci paling dalam, dia menemukan kotak kecil yang sudah terbuka dan sebuah tespek yang terbungkus tisu. Dengan tangan gemetar, dia membuka tisu itu. Dua garis merah yang terlihat jelas.
Bu Ella berlari keluar dari kamar dan berteriak dari lantai dua.
"Papa! Vian! Vanya memang hamil! Kita akan punya cucu!"