NovelToon NovelToon
Runaways Of The Heart

Runaways Of The Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Percintaan Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mafia / Cintapertama
Popularitas:262
Nilai: 5
Nama Author: Dana Brekker

Darren Myles Aksantara dan Tinasha Putri Viena sama-sama kabur dari hidup yang menyesakkan. Mereka tidak mencari siapa pun, apalagi cinta. Tapi pada malam itu, Viena salah masuk mobil dan tanpa sengaja masuk ke lingkaran gelap keluarga Darren. Sejak saat itu, hidupnya ikut terseret. Keluarga Aksantara mulai memburu Viena untuk menutupi urusan masa lalu yang bahkan tidak ia pahami.

Darren yang sudah muak dengan aturan keluarganya menolak membiarkan Viena jadi korban berikutnya. Ia memilih melawan darah dagingnya sendiri. Sampai dua pelarian itu akhirnya bertahan di bawah atap yang sama, dan di sana, rasa takut berubah menjadi sesuatu yang ingin mereka jaga selamanya.

Darren, pemuda keras kepala yang menolak hidup dari uang keluarga mafianya.

Viena, gadis cantik yang sengaja tampil culun untuk menyembunyikan trauma masa lalu.

Genre : Romansa Gelap

Written by : Dana Brekker

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dana Brekker, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 33

“Lang… Lang… lu denger nggak?!”

Kepala pentol korek yang bernama Langit terhuyung sana sini, kepalanya melambai-lambai kala Arvendra terus mengguncang bahunya dengan antusias. Adapun Langit hanya diam tanpa ekspresi seperti biasa. Tapi kenapa Arven bisa seheboh ini?

“Aghh… nggak lucu kalo lu bohong, Bos. Kita baru dua tahun, subscriber juga baru nyampe… berapa sih? Dua puluh ribu?” Timpal Yunho yang kini terduduk kaku di atas cajon.

“Tapi engagement kita stabil. Lagu-lagu asli kita seperti Midnight Memo, Red Signal, dan Lemon Parade udah cukup nunjukin karakter band. LuTube analytics kita juga bagus. TRMG lihat potensinya dari situ.”

Arvendra, Yunho, Bima dan Langit masih belum bisa mencerna pernyataan Darren barusan. Pemuda yang kini sedang berdiri di hadapan mereka lengkap dengan map cokelat dengan logo ‘TRMG SG’.

Dia lemparlah map itu ke atas meja kaca bundar di tengah ruangan studio. “Kalian bisa baca untuk semua detail resminya,” ucapannya sebelum duduk di kursi yang kebetulan berada di dekat pintu ruangan. Alhasil semua ekspresi kacau mereka terlihat jelas bervariasi.

“Jesus! Mereka bakal ke sini Minggu depan?!” Yunho sampai berdiri ketika membaca dokumen di dalam map cokelat itu sebelum Bima mengambil alih dokumennya.

“Ya,” balas bos mereka dengan bersilang kaki.

“The Beatless juga mulai dari ruangan berdebu di Liverpool. Jadi ini bukan hal yang aneh,” sampai geleng-geleng kepala bagi si Bima kala membaca seisi dokumen. “Tapi lu yakin, bisa handle semua ini?”

“Pokoknya kita jalan bareng kayak biasanya.”

Balasan nan meyakinkan itu membuat Arven dan Yunho berpelukan. Pelukan kasar yang menyeret Langit sebagai korban utamanya. Padahal Langit Farras Wisesa menjadi satu-satunya yang selalu tanpa ekspresi ketika bosnya membawa kabar apapun. Kalau saja dirinya bisa hidup di dunia yang tanpa harus ada manusia, mungkin dia akan lekas-lekas mengemasi kopernya dan pergi ke sana sampai ribuan tahun. Tapi kenyataannya tidak begitu.

“Edan… edan… edan! Ini TRMG, men!” Arven memutar tubuh, setengah melompat seperti anak kecil lulusan akademi ballet sebelum menjatuhkan tubuhnya ke bean bag berbentuk katak. “Bro, seriusan, lu nggak lagi nge-prank kami kan?! Gue masih gak percaya.”

Darren melirik jam di dinding. “Kalian punya tujuh hari buat nunjukin ke mereka kenapa kita pantas diangkat.” Menatap setiap anggota band yang dia kelola dengan serius. “Mulai dari hari ini, nggak ada yang setengah-setengah. Perjalanan panjang Midnight Alter dimulai dari sekarang.”

Gak pegal-pegal rahang Arven kala menahan senyum lebarnya. Arven sendiri memang bukan berasal dari keluarga kaya. Berbeda dengan Yunho yang serba berkecukupan, Arvendra sangat membutuhkan uang dari kerja kerasnya sebagai vokalis band indie demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Tak hanya bergantung di situ, dia juga menambah beban pundaknya dengan bekerja sampingan di sebuah resto. Lila menjadi alasan, kedua orangtuanya juga begitu, apalagi masih ada kakek dan nenek yang tinggal satu rumah dengannya. Meski sepupunya yang bernama Rafa juga membantunya di resto, biaya sekolah Lila nyatanya tidak murah, belum lagi biaya perawatan untuk sang ayah yang telah lama melawan kanker.

Mendengar berita mengenai TRMG barusan benar-benar membuat dirinya melayang tinggi. Arvendra tak mau ambil pusing lagi, dia ingin menikmati momen ini setiap detiknya, lalu mendorong seluruh bagian tubuhnya ke bean bag dengan satu hembusan nafas lega. “Oh iya,” wajah Arven seketika terperanjat kala mengingat sesuatu. “Proyek solo Viena tetep lanjut, kan?”

Bima dan Yunho kompak mengalihkan pandangan mereka dari lembaran dokumen ke seorang pemuda yang duduk santai di samping pintu. Darren yang kala itu sedang asyik menggulir ponsel tak bergeming.

“Bro?”

Kali ini tatapan pemuda itu lurus ke lantai seolah di sanalah letak jawaban yang selama ini ia cari-cari. Darren berdehem. “Viena sudah gak kerja di sini lagi.”

Jawaban singkat nan padat itu menimbulkan tanda tanya besar bagi setiap member Midnight Alter, bahkan Langit sekalipun.

“Hah? Serius? Padahal… suara Viena itu kan—” Arven sampai menggeleng-gelengkan kepala, mencari kata yang pas, “bro, dia itu punya suara berlian. Kamu harusnya bisa manfaatin itu.”

“Jarang banget ada yang kayak dia di scene indie. Dia bakalan bisa cover banyak lagu.” Bima ikut menimpali sambil menutup map cokelat berisi dokumen-dokumen TRMG yang telah rampung dia baca.

Mendengar itu Darren hanya mengubah posisi duduknya sedikit, tetap bersandar santai. “Aku tahu,” balasnya. Memang semua kekhawatiran itu adalah hal yang sudah ia pikirkan jauh sebelum mereka sempat memikirkannya. “Tapi keputusan dia udah final. Aku nggak bisa maksa siapa pun buat nahan dia.”

Arven mengerutkan dahi. “Jadi… sekarang kamu cuma fokus di Midnight Alter aja? Bukannya kamu pernah bilang satu band indie masih nggak cukup buat naikin nama studio?”

“Memang,” Darren menyahut cepat. “Proyek cover akustik tetap ada. Cuma penyanyinya aja yang ganti.”

Dia masih menatap Arven yang kini menegakkan tubuhnya, bingung.

“Ven, kamu nggak perlu lagi urusin avatar, ilustrasi, konsep channel LuTube kayak waktu kita bangun punya Viena dulu.”

Arven berkedip dua kali untuk memastikan. “Loh, terus siapa yang ngurus?”

“Aku.”

Jawaban itu menghantam begitu saja, tapi membawa sedikit kelegaan di garis wajah Arven. Setidaknya tanggung jawabnya berkurang, meskipun ia masih menyayangkan keluarnya Viena. Dia belum sempat mengenali gadis yang dia anggap sangat sopan itu. Suaranya indah walaupun sifat pemalunya memang bisa saja menjadi penghambat di dunia musik, namun bukan itu masalahnya.

“Yang penting sekarang… ,” Darren berdiri, mengambil dan mengangkat map TRMG itu setinggi wajahnya. “Kita fokus matengin Midnight Alter di mata TRMG. Gak usah mikir yang lain dulu.”

“Bos,” Yunho menimpali setelah sibuk menggaruk-garuk tengkuknya karena menyayangkan keputusan Viena yang tiba-tiba saja keluar dari tim. “Apa penggantinya cewek juga?”

Arven sempat meliriknya waktu itu. Cepat sekali.

Untuk pertama kalinya sejak menjelaskan semuanya, Darren tersenyum miring. Sejenis senyuman yang menyimpan terlalu banyak jawaban dan terlalu sedikit penjelasan.

“Bima,” panggilnya santai sembari meraih jaketnya di sandaran kursi, “Tolong jagain meja kontrol. Aku mau cari angin dulu.”

“Siap.”

Lantas Darren Myles keluar setelah menutup pintu. Begitu pintu tertutup rapat, Arven meledak tertawa. “GILA. Bro, itu senyuman playboy banget. Bos kita berubah… sumpah berubah.”

Maklumlah, bos mereka dari dulu memang jadi yang paling dingin di studio. Apalagi soal percintaan. Kalau Yunho adalah master dari semua master playboy di dunia ini, maka Darren adalah sebaliknya.

Yunho mengangkat kedua alis sambil memasukkan kacamatanya ke saku. “Gue udah bilang dari dulu, bibitnya tuh ada. Tinggal butuh pemicu.”

Arven menunjuk Yunho dengan dramatis. “Ini semua gara-gara lu ngajarin hal-hal busuk ke dia. Tolol!”

“Makasih. Itu namanya skill,” Yunho bersedekap bangga di samping Langit yang tidak peduli dengan keberadaan mereka. “Gue merasa terhormat akhirnya bakat gue diakui secara resmi.”

Bima bangkit melenggang keluar menuju meja kontrol studio sambil berkomentar datar, “Udah ganteng, kaya, sukses, punya koneksi, punya otak… playboy tinggal nunggu waktu. Privilege itu nyata ya, adik-adik.”

Arven menghela napas panjang di sela senyumanya. “Ya elah, Darren… Darren.”

“Padahal si Viena itu udah mau beresin studio sendirian,” Yunho menimpali.

“Viena memang orang baik-baik sih, mungkin Darren sengaja buat ngelepasin dia,” beber Arven yang membuat mereka berdua termenung sebentar. “Udahlah. Ayo siapin setlist buat TRMG. Drama bossman nanti aja.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!