NovelToon NovelToon
Istriku, Bidadari Yang Ku Ingkari

Istriku, Bidadari Yang Ku Ingkari

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Kriminal dan Bidadari / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Playboy
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ricca Rosmalinda26

Alya, gadis sederhana dan salehah yang dijodohkan dengan Arga, lelaki kaya raya, arogan, dan tak mengenal Tuhan.
Pernikahan mereka bukan karena cinta, tapi karena perjanjian bisnis dua keluarga besar.

Bagi Arga, wanita berhijab seperti Alya hanyalah simbol kaku yang menjemukan.
Namun bagi Alya, suaminya adalah ladang ujian, tempatnya belajar sabar, ikhlas, dan tawakal.

Hingga satu hari, ketika kesabaran Alya mulai retak, Arga justru merasakan kehilangan yang tak pernah ia pahami.
Dalam perjalanan panjang penuh luka dan doa, dua hati yang bertolak belakang itu akhirnya belajar satu hal:
bahwa cinta sejati lahir bukan dari kata manis… tapi dari iman yang bertahan di tengah ujian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelan-pelan, Kita Belajar

Pagi itu, udara masih basah oleh embun, jendela kamar utama masih tertutup, cahaya fajar belum terlihat. Di dalam kamar, suasana masih hening, hanya terdengar napas pelan dua insan yang kini tidur berdekatan untuk pertama kalinya sebagai suami dan istri yang sesungguhnya.

Alya membuka mata perlahan. Selimut tebal masih menutupi tubuh mereka berdua, dan yang pertama ia rasakan adalah kehangatan. Bukan dari selimut itu, melainkan dari lengan kokoh yang melingkar di pinggangnya dengan lembut. Lengan Arga.

Sejenak, Alya hanya menatap hening. Wajah Arga terlihat tenang dalam tidurnya. Ada bayangan lelah di sana, tapi juga kedamaian yang entah kenapa membuat dadanya terasa hangat. Lelaki itu tidak lagi tampak kaku dan dingin seperti biasanya. Dalam keheningan, Alya mengangkat tangannya pelan, mengusap pipi Arga dengan lembut.

“Terima kasih, ya Allah,” gumamnya lirih, hampir tak terdengar.

Arga bergeming sedikit, lalu matanya perlahan terbuka. Tatapan mata keduanya bertemu, dan untuk sesaat waktu seperti berhenti. Arga tersenyum kecil, jemarinya menyentuh pipi Alya. “Selamat pagi,” ucapnya lembut, suaranya serak karena baru bangun.

Alya tersipu. “Pagi, Mas…” balasnya dengan suara pelan, hampir malu-malu.

Arga menarik napas dalam, masih enggan melepaskan pelukannya. “Kamu udah bangun duluan?” tanyanya.

Alya mengangguk pelan. “Udah, sebentar lagi Subuh, Mas. Mending kita bersih diri dulu.”

Arga menatapnya beberapa detik, lalu mengangguk. “Iya. Kamu duluan aja. Apa mau sekalian bareng?” Arga menaik turunkan alisnya, menggoda.

Alya tersenyum malu, "Aku bisa sendiri, mas" ucapnya lalu bangkit, mengenakan jubah dan menuju kamar mandi. Sementara itu, Arga duduk di tepi ranjang, tersenyum kecil, pandangannya jatuh ke arah meja kecil di sudut kamar, tempat bunga mawar putih yang ia berikan semalam masih tergeletak di vas kaca yang dipasang oleh Alya. Senyum kecil kembali muncul di wajahnya.

Setelah mereka bersih diri, Arga berkata, “Kita sholat di musholla, ya?”

Alya menoleh, sedikit terkejut. “Di musholla, Mas?”

Arga mengangguk pelan. “Aku pengen… kita sholat di musholla aja. Biar aku sekalian kenalan sama jamaah di sana.”

Alya menatapnya dalam diam, tapi senyum tipis muncul di bibirnya. Ia tahu alasan sebenarnya, Arga masih belajar. Lelaki itu sedang berusaha memperbaiki banyak hal dalam dirinya. Dan itu saja sudah cukup membuat Alya merasa terharu.

---

Musholla itu tidak terlalu besar, tapi hangat dan sederhana. Letaknya hanya beberapa meter dari rumah mereka. Lampu-lampu masih menyala lembut ketika mereka tiba. Beberapa jamaah laki-laki sudah bersiap, dan beberapa ibu-ibu juga tampak menata mukena di saf-nya.

Saat Arga masuk bersama Alya, beberapa kepala menoleh. Ada keterkejutan kecil di wajah mereka karena tentu saja, melihat Arga Maheswara, putra Pak Damar yang terkenal sibuk dan dingin, datang ke musholla di kompleks adalah pemandangan langka atau bahkan belum pernah?

Namun tak butuh waktu lama sebelum salah satu jamaah tua menyapanya ramah.

“Mas Arga, alhamdulillah. Sekarang bareng istri, ya?” katanya sambil menepuk bahu Arga ringan.

Arga tersenyum sopan. “Iya, Pak. Maaf baru sempat datang.”

Sementara itu, Alya juga disambut oleh beberapa ibu-ibu.

“Ini pasti istrinya Mas Arga, ya? Subhanallah, cantik banget,” salah satu dari mereka berkata sambil menepuk lembut tangan Alya.

Alya hanya tersenyum malu. “Terima kasih, Bu.”

Mereka sholat berjamaah dengan khusyuk. Arga berdiri di saf kedua, wajahnya tenang meski masih terlihat sedikit gugup saat mengikuti bacaan imam. Sementara Alya di saf belakang. Ia tahu, tak mudah bagi Arga untuk memulai semua ini.

---

Setelah sholat selesai, beberapa jamaah pria sempat menyalami Arga. Ia membalas semua dengan senyum sopan, dan setelah itu mereka berdua berjalan pulang. Udara pagi menyapa dengan dingin yang lembut, aroma tanah basah masih terasa.

Arga dan Alya berjalan berdampingan di trotoar kecil menuju rumah. Tak ada suara lain selain langkah kaki mereka dan kicau burung di kejauhan.

“Biasanya kamu ngapain setelah sholat Subuh, Alya?” tanya Arga akhirnya, memecah keheningan.

Alya menatapnya sambil tersenyum kecil. “Biasanya ngaji sebentar, Mas. Terus nyiapin sarapan.”

Arga mengangguk pelan. “Ngaji, ya?” Lalu ia menatapnya sekilas. “Kalau aku mau ikut ngaji juga, boleh?”

Alya sedikit terkejut, tapi senyumnya melebar. “Boleh banget dong, aku malah seneng banget.”

“Aku juga,” jawab Arga mantap, lalu menunduk sedikit. “Aku memang belum lancar, tapi aku mau belajar.”

---

Flashback: beberapa hari sebelum makan malam itu…

Di ruang tamu rumah Pak Damar, Arga duduk berhadapan dengan seorang ustadz paruh baya, Ustadz Soleh. Di atas meja ada mushaf Al-Qur’an terbuka dan buku panduan sholat.

“Bismillah, Mas Arga. Niatnya bagus sekali,” kata Ustadz Soleh sambil tersenyum. “InsyaAllah kalau pelan-pelan, bisa. Nggak harus langsung sempurna.”

Arga mengangguk, wajahnya serius. “Saya pengen belajar lagi dari awal, Ustadz. Biar bisa setara dengan istri saya.”

Ustadz Soleh tersenyum hangat. “MasyaAllah. Itu niat yang sangat baik. Yuk, mulai dari surat Al-Fatihah dulu.”

Arga membaca dengan suara pelan, beberapa kali terbata. Kadang ia berhenti, menarik napas, mencoba memperbaiki makhraj hurufnya. Setiap kali salah, Ustadz Soleh membetulkan dengan sabar.

Hampir satu jam berlalu, tapi Arga tetap fokus. Peluh kecil menetes di pelipisnya, namun di matanya ada kesungguhan.

“Kalau ini terus dilakukan tiap hari, InsyaAllah lancar, Mas,” ujar Ustadz Soleh.

Arga mengangguk mantap. “Saya janji, Ustadz. Saya nggak mau cuma jadi imam di dunia kerja, tapi juga buat keluarga saya.”

---

Kembali ke pagi itu.

Mereka sudah tiba di rumah. Alya segera menuju ruang tamu kecil dan mengambil Al-Qur’an di rak. Ia duduk di karpet, sementara Arga ikut duduk di sampingnya.

“Mas mau mulai dari mana?” tanya Alya lembut.

“Dari Al-Fatihah aja dulu,” jawab Arga.

Alya mengangguk. Ia mulai membaca perlahan, suaranya lembut, tenang, penuh ketulusan. Arga mendengarkan dengan seksama, lalu menirukan. Meski terbata, suaranya mengandung keyakinan.

Alya tersenyum setiap kali Arga salah melafalkan satu huruf, lalu membetulkan dengan sabar.

“Mas, huruf ‘dho’-nya agak beda ya sama ‘za’. Coba ulangi pelan-pelan,” katanya.

Arga mencoba lagi. “Dho…”

“Bagus,” ujar Alya sambil tersenyum bangga. “Mas cepet banget belajarnya.”

Arga tertawa kecil. “Guru ngajinya sabar sih.”

Mereka tertawa kecil bersama. Pagi itu terasa hangat bukan karena sinar matahari, tapi karena kebersamaan yang tulus. Setelah beberapa ayat, Alya menutup mushafnya.

“Aku masakin sarapan, ya. Mas mandi aja dulu, biar aku siapkan bajunya." Ucap Alya sambil berdiri.

"Boleh kalau aku mau bantu?” tanya Arga sambil ikut berdiri.

Alya menoleh pada suaminya, "Mau?"

Arga mengangguk dengan senyum kecil, "Tapi jangan suruh aku motong bawang, nanti gagal fokus,” ujarnya, membuat Alya tertawa pelan.

Mereka berjalan ke dapur bersama. Suara panci, aroma nasi goreng, dan tawa kecil Alya memenuhi ruang itu. Sesekali Arga memperhatikan istrinya dalam diam, dari cara Alya menata piring, menyiapkan teh, hingga menatapnya dengan senyum kecil.

Dan dalam hati, Arga tahu, mungkin inilah arti rumah yang sebenarnya.

Bukan sekadar tempat tinggal, tapi tempat di mana dua hati belajar untuk menjadi satu.

1
Rosvita Sari Sari
alya mah ngomong ceramah ngomong ceramah, malah bikin emosi
aku aja klo ngomong diceramahi emosi apalagi modelan arga 🤣🤣
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Ma Em
Dengan kesabaran Alya dan keteguhan hatinya akhirnya Arga sadar dgn segala tingkah perlakuannya yg selalu kasar pada Alya seorang istri yg sangat baik berhati malaikat
Ma Em
Semoga Alya bisa meluluhkan hati Arga yg keras menjadi lembut dan rumah tangganya sakinah mawadah warohmah serta dipenuhi dgn kebahagiaan 🤲🤲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!