Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 5
Uhuk uhuk uhuk...
Hasan segera meneguk minuman hangatnya. Dia masih berada di staf kementrian. Karena kunjungan mendadak presiden membuat semua orang jadi sangat sibuk.
Sangat banyak yang dibahas setelah kepulangan orang penting nomor satu itu. Hingga jam sebelas malam, baru mereka bisa meninggalkan kantor.
Hasan menatap ponselnya. Menatap lama kontak Luna. Gadis itu memajang foto wajah utuhnya sebagai profil. Wajah cantiknya membuat lelahnya sedikit berkurang.
Tidak ada pesan dari gadis itu. Hasan tersenyum.
Dia mengetikkan pesan sebelum bangkit dari kursinya. Bokongnya terasa pegal dan panas karena duduk ber jam jam di sana.
Aku baru mau pulang. Meetingnya baru saja selesai.
Hasan tau pesannya ngga akan dibaca, karena gadis itu pasti sudah tidur.
Dia hanya merasa lega saja karena sudah mengirimkan pesan walaupun menurutnya sangat terlambat. Harusnya sore tadi agar Luna tidak perlu menunggunya.
Hasan tersenyum. Dia ge er sekali. Tapi kali ini dia sudah mengatur strategi yang lebih mantap. Hasan sudah menempatkan beberapa orang tenaga medis untuk mengawasi Luna.
Kebetulan sekali mereka dulu pernah nyantri di pesantrennya. Jadi Hasan minta tolong untuk mengawasi Luna.
Ternyata gadis itu cukup lama berada di kantin. Bersama dua orang yang Hasan juga kenal. Hasan jadi menyesali ketakbisaan dirinya untuk menemui Luna sore ini. Harusnya ini bisa jadi sesuatu yang sangat penting dalam hubungan mereka ke depannya. Kedua perempuan itu mungkin akan keceplosan menceritakan tentang Luna selama mereka tidak pernah bertemu.
Sayang sekali, dia melewatkannya.
Setelah lulus dari Kairo, Hasan menolak pulang. Dia memilih bekerja di sebuah perusahaan besar di Amerika selama beberapa tahun.
Karirnya terlalu cemerlang ketika dia diharuskan pulang untuk mengurus perusahaan milik keluarga dan pesantrennya. Baru setahun ini dia berada di sini, dan dia bertemu Luna lagi.
Akhirnya Hasan memantapkan lagi niatnya yang sempat mengendur untuk kembali mengejar dokter muda itu.
Hasan tau alasannya kenapa Luna menolaknya. Gadis itu belum siap masuk ke dunianya. Dulu dia masih bisa memcoba menerimanya, tapi tidak dengan sekarang. Dia kini tau apa yang dia mau setelah bertemu Luna setahun yang lalu.
"Baru pulang?"
Hasan yang baru saja keluar dari dalam mobilnya tersenyum melihat abinya yang barusan menegur.
"Abi belum tidur?"
"Ada kajian di masjid.".
"Sampai malam begini?" Hasan menatap jam di pergelangan tangannya. Hampir jam dua belas malam.
Ali Wahab tersenyum tipis.
"Dua jam yang lalu sudah selesai."
Hasan menatap abinya yang kini sedang berjalan beriringan dengan dirinya. Dia merasa abinya sedang punya masalah.
"Ada yang abi pikirkan?" tanyanya sambil melepaskan sepatunya. Abinya juga melepas sandalnya. Mereka sudah berada di teras rumah.
"Ya." Ali Wahab menatap putranya lekat. Informasi yang dia dapat dari Arfan membuatnya merenung hampir dua jam di masjid.
Flashback
"Kasusnya sangat dirahasiakan, pak. Saya tau karena ikut menutupinya," kata Arfan pelan setelah keterkejutannya hilang ketika orang yang sangat dia hormati bertanya tentang Ratna, anaknya almarhum Bu Lilis.
"Almarhum bu guru itu dan putrinya bermaksud mencelakakan Naresh dan istrinya Nathalia yang baru saja menikah. Masalahnya Nathalia berasal dari keluarga yang tidak bisa disentuh. Juga backingannya, jadi kami harus meredam berita ini jangan sampai terendus media dan pihak luar."
"Keluarga yang tidak bisa disentuh?" gumamnya pelan.
Jadi Putranya sedang melawan orang yang sangat berkuasa? batinnya galau.
Arfan menganggukkan kepalanya, mendengar gumaman pelan Ali Wahab
"Keluarga Airlangga Wisesa dan Artha Mahendra yang kut membackup kasus ini."
Ali Wahab menyembunyikan keterkejutannya.
"Hasan sepertinya mengenal mereka, kemudian melobi dan berhasil memindahkan Ratna ke rumah sakit jiwa dengan alasan pemulihan mental," lanjut Arfan lagi.
Ali Wahab menganggukkan kepalanya tanpa sadar.
"Dulu Hasan bersekolah di SMA yayasan Airlangga Wisesa."
"Ooo... Pantas saja lobi berjalan lancar." Arfan akhirnya mengerti kenapa hal ini bisa terjadi. Dia saja kalo berurusan dengan salah satu dari keduanya mending tutup mata dan telinga. Apalagi berurusan dengan kedua keluarga itu sekaligus. Padahal di dalamnya juga masih ada nama besar keluarga lain. Termasuk keluarga Naresh-keluarga Adibrata yang juga tidak bisa dianggap remeh.
Ali Wahab terdiam. Masalahnya yang mengganggunya sekarang, apakah gadis yang dimaksud Hasan berasal dari keluarga Airlangga Wisesa?
Dulu dia pernah mendengar kalo ada beberapa pewaris nama besar itu satu angkatan dengan Hasan. Tapi saat itu dirinya tidak terlalu menggubrisnya.
Dia menyekolahkan Hasan di sana, karena SMA itu terkenal dengan banyak prestasinya, juga standar kurikulum internasional yang diaplikasikan.
"Ngga ada masalah, kan, dengan Hasan, Pak Ali? Terus terang saya juga khawatir," ucap Arfan dengan nada bertanya, yang mengagetkan dirinya. Arfan lebih tua beberapa tahun dari Hasan.
"Tidak, Arfan. Saya hanya ingin tau saja. Soalnya Hasan belum mau cerita."
"Keluarga keluarga itu sebenarnya baik, bahkan sering membantu kinerja kami dalam menangkap penjahat kelas kakap. Tapi kalo bisa memang dihindari berurusan dengan mereka, Pak," ucap Arfan pelan, kemudian menghembuskan nafas juga perlahan.
"Iya," angguk Ali Wahab. Sekarang pikirannya sudah berkelana kemana mana.
Kalo yang Hasan inginkan salah satu anggota keluarga Airlangga Wisesa, wajar saja dia sangat berhati hati. Tapi kenapa dia harus menentang keluarga itu, walau mungkin alasannya demi kemanusiaan.
Ali Wahab merasa putranya mengambil jalan yang berliku demi meraih tujuannya.
Endflashback
Ali Wahab menatap wajah lelah putranya.
Siapa yang kamu temui di rumah sakit?
Ali Wahab bahkan sudah tau rumah sakit yang sudah dua kali didatangi putranya. Rumah sakit milik yayasan Airlangga Wisesa. Sayangnya dia belum tau apa yang putranya lakukan di sana. Apakah putranya sedang berobat atau menemui seseorang yang ada hubungannya dengan pemilik yayasan itu.
"Kamu.... punya hubungan dengan gadis dari keluarga Airlangga Wisesa?"
Hasan yang awalnya tenang menampakkan sedikit riak kaget di mata teduhnya. Ali Wahab dapat melihatnya. Karenanya jantungnya jadi berdebar cepat.
"Jadi gadis itu yang sedang kamu upayakan agar bisa menerima kamu?"
Hasan ngga menjawab.
Ali Wahab kini mengerti alasan kenapa putranya belum siap mengenalkan calonnya padanya.
Dia yang awalnya sempat merasa sombong karena mengira tidak mungkin ada gadis yang akan bisa menolak putranya, kini tersadar dan mengucapkan istighfar.
Wajar gadis itu menolak Hasan. Mereka tidak setara dalam kekayaan dan cara pandangan hidup.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡