NovelToon NovelToon
Pengantin Dunia Lain

Pengantin Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Hantu
Popularitas:749
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menghindari Perjodohan

Di dalam kegelapan toilet, jeritan histeris Wina dan Lita berpadu dengan tawa Lilis yang dingin. Tiba-tiba, lampu menyala lagi, berkedip-kedip sekali, lalu stabil.

Pintu toilet terbuka sendiri dengan derit pelan. Kaki melayang, tulisan di cermin, dan suara tawa itu sudah lenyap, meninggalkan bau anyir yang samar dan suhu ruangan yang kembali normal.

​Wina tersentak, megap-megap, rambut berantakan. Ia adalah yang pertama berlari keluar.

"Cepat! Keluar dari sini!"

​Lita wajahnya pucat pasi, seperti baru melihat setan. Ia tersandung saat mencoba mengikuti Wina.

"Apa... apa itu tadi?"

​Mereka berdua lari terbirit-birit keluar dari toilet, melewati koridor sepi. Mereka tidak berani lagi kembali ke meja mereka hingga jam makan siang usai.

​Malam hari, kantor hampir kosong. Wina dan Lita, yang masih terlihat tegang dan trauma, berjalan buru-buru menuju lift untuk pulang. Mereka berjalan menunduk, takut bertemu siapa pun.

​Tiba-tiba, mereka harus melewati meja Lilis yang masih menyala. Lilis duduk di sana, menyortir tumpukan dokumen. Ia mendongak saat mereka melintas, tatapannya datar, tapi senyum tipis, nyaris tak terlihat, menghiasi bibirnya.

​Lilis bertanya dengan suara normal, tapi nadanya dingin dan mematikan.

"Pulang cepat sekali? Hati-hati di jalan. Semoga malam ini kalian bisa tidur nyenyak."

​Wina dan Lita saling pandang. Wajah mereka langsung tegang kembali, teringat suara di toilet tadi siang. Mereka mempercepat langkah, tidak berani membalas sapaan, dan nyaris berlari masuk ke dalam lift.

Udara dingin seolah mengikuti mereka hingga pintu lift tertutup.

​Lilis hanya menggeleng pelan, melanjutkan pekerjaannya, seolah semua itu hanya lelucon kecil.

​Beberapa saat kemudian, Reno keluar dari ruang kerjanya, mengenakan jas. Ia membawa kunci mobil.

"Lilis, udah selesai? Mari aku antar pulang. Ini sudah larut."

​Lilis berdiri, merapikan meja dengan gerakan cepat dan tanpa suara.

"Udah, Pak Reno. Terima kasih."

​Mereka berjalan berdampingan menuju lift. Suasana di antara mereka hening, tetapi terasa nyaman.

Beberapa saat berselang,

Mobil Reno melaju di jalanan kota. Lilis hanya melihat ke luar jendela, tanpa ekspresi.

Reno sambil menyetir mobil berkata,

"Kita tidak akan ke rumah kontrakan seram itu. Aku udah sewa sebuah apartemen untuk kamu. Lokasinya bagus, dekat dengan kantor, dan aku rasa... lebih aman."

​Lilis menoleh, ada sedikit perubahan di matanya, seperti ada secercah kehangatan.

"Apartemen? Pak Reno... kenapa?"

​Reno tersenyum kecil,

"Anggap saja ini bonus karena kamu sangat efisien dan membantu aku. Lagipula... tempat tinggalmu yang lama terasa... tidak pantas untuk asistenku yang berharga."

​Reno menghentikan mobilnya di depan sebuah gedung apartemen modern yang mewah.

​Lilis turun, lalu menatap Reno. Senyumnya kali ini sedikit lebih tulus, walau masih tipis.

"Terima kasih banyak, Pak Reno. Aku... menghargai bantuanmu."

​Tiba-tiba, ponsel Reno berdering. Nama Bu Ninda muncul di layar.

​Reno menghela napas panjang, raut wajahnya langsung berubah lelah.

"Bentar, Lis. Ibuku nelpon."

​Reno menjawab panggilan itu, menjauh sedikit dari Lilis.

​Bu Ninda dengan suara lantang dan bernada menuntut terdengar jelas dari ponsel Reno, bahkan Lilis bisa mendengarnya.

"Reno! Kamu di mana?! Kenapa kamu tidak membalas pesan Mommy?! Sudah Mommy bilang, minggu depan kita makan malam dengan keluarga Dimitri!"

​Reno berbisik, berusaha meredam suara.

"Mom, aku baru selesai kerja. Aku lelah."

"Lelah?! Jangan banyak alasan! Ini penting, Reno! Clarissa itu anak yang sempurna, dan ayahnya bisa membantu jaringan bisnis kita! Kamu harus fokus pada perjodohan ini!"

​Reno mengeraskan rahang, menatap gedung apartemen.

"Mom, aku tidak mencintai Clarissa. Aku udah bilang, aku gak mau dijodohkan."

​Bu Ninda tertawa sinis.

"Cinta? Omong kosong! Pernikahan itu bisnis, Reno! Kamu harusnya sudah dewasa! Jangan sampai kamu mengecewakan keluarga Dimitri. Ingat, acara sudah diatur!"

​Reno menutup telepon tanpa membalas lagi, ekspresinya kesal. Ia kembali menghadap Lilis.

​Reno mengusap wajahnya.

"Maaf. Itu Ibuku. Selalu saja tentang perjodohan bodoh itu."

​Lilis wajahnya kembali datar, tetapi matanya mengamati Reno dengan intens, seolah membaca setiap emosi pria itu.

"Perjodohan? Dengan... Clarissa?"

​Reno mengangguk kesal.

"Ya. Clarissa Dimitri. Anak dari kolega Papi. Mereka berusaha menjodohkan kami untuk kepentingan bisnis. Padahal aku tidak mencintainya sama sekali."

​Lilis menatap Reno sejenak. Lalu, ia tersenyum, senyum yang kali ini kembali dingin dan penuh perhitungan, seperti merencanakan sesuatu.

​"Aku mengerti. Aku harap kamu gak perlu khawatir lagi, Pak Reno."

​Ia mengucapkan kalimat itu dengan nada ambigu. Reno tidak menyadari makna tersembunyi di baliknya.

"Terima kasih, Lilis. Sampai jumpa besok."

​Lilis masuk ke dalam gedung apartemen barunya. Di belakang pintu, di wajahnya terukir ekspresi baru,bukan hanya balas dendam pada pembunuhnya, tapi juga rencana baru yang melibatkan Reno dan perjodohan itu.

​Keesokan malamnya, di sebuah restoran mewah yang elegan. Ruangan privat sudah disiapkan untuk dua keluarga besar. Meja makan dipenuhi hidangan mahal, namun suasana terasa tegang dan dipaksakan.

​Keluarga Dimitri sudah duduk. Pak Dimitri, seorang pengusaha mapan dengan wajah keras dan ambisius dan Clarissa, putri tunggalnya. Clarissa tampak cantik, mengenakan gaun mahal, tetapi senyumnya terasa terlalu manis dan penuh perhitungan.

​Keluarga Reno baru tiba, Reno tampak sangat tidak nyaman. Pak Ramon, ayah Reno, yang tampak pasif dan hanya mengikuti kemauan istrinya dan Bu Ninda, Ibu Reno, yang bersemangat namun memancarkan aura dominan.

​Bu Ninda dengan senyum lebar yang dipaksakan.

"Maafkan kami, Pak Dimitri, Clarissa. Kami sedikit terlambat. Macet sekali."

​Pak Dimitri, nadanya dingin membalas,

"Tidak apa-apa, Ninda. Setidaknya kalian datang. Clarissa sudah tidak sabar bertemu Reno."

​Clarissa menatap Reno dengan pandangan penuh minat, matanya memancarkan rasa memiliki.

"Hai, Reno. Kamu terlihat... tampan sekali malam ini. Aku senang kita bisa bertemu kamu."

​Reno hanya mengangguk singkat, berusaha menjaga jarak emosional.

"Hai, Clarissa."

​Jamuan makan berlangsung kaku. Bu Ninda dan Pak Dimitri mendominasi pembicaraan, membahas rencana bisnis dan detail pernikahan, seolah Reno dan Clarissa hanyalah objek yang sedang diperdagangkan.

​Pak Dimitri bertanya,

"Jadi, bagaimana Reno? Kamu sudah siap memimpin perusahaan Ramon, dan tentu saja, memimpin rumah tangga bersama Clarissa?"

​Clarissa dengan tertawa kecil yang dibuat-buat,

"Papa! Jangan membuat Reno malu. Aku yakin, Reno adalah pria yang bertanggung jawab. Aku sangat setuju dengan rencana ini, Reno. Kita akan menjadi pasangan yang sempurna kan?"

​Reno menatap Clarissa. Rasa sesak di dadanya semakin kuat. Ia ingat tatapan Lilis tadi malam, dan memutuskan ini harus diakhiri.

​Reno meletakkan garpu dengan suara agak keras, menarik perhatian semua orang. Ia mengambil napas dalam-dalam.

"Saya minta maaf, Pak Dimitri, Clarissa."

​Bu Ninda langsung memotong dengan nada memperingatkan,

"Reno! Jangan mulai aneh-aneh!"

​Reno mengabaikan ibunya.

"Saya harus jujur. Saya... tidak bisa melanjutkan perjodohan ini."

​Seketika, ruangan menjadi sunyi. Bu Ninda dan Pak Ramon terkejut.

​Clarissa wajahnya berubah. Senyumnya menghilang, digantikan oleh ekspresi terluka dan bingung.

"Apa maksudmu, Reno?" tanya Clarissa.

​Reno memandang Clarissa dengan ekspresi tajam.

"Maksudku, aku tidak bisa menikahimu, Clarissa. Karena... karena aku udah memiliki wanita pilihanku sendiri."

​Bu Ninda berteriak, shock berat.

"Apa?! Wanita pilihan? Sejak kapan?! Siapa dia?! Kamu mengarang, Reno!"

​Pak Ramon terbatuk, mencoba menengahi.

"Reno, nak! Jangan membuat keributan di sini!"

​Reno wajahnya tegas, tahu ia tidak bisa mundur.

"Aku gak ngarang, Mom. Dia adalah wanita yang sangat berharga. Dia efisien, cerdas, dan yang paling penting, dia menerimaku apa adanya. Dia adalah asisten pribadiku."

​Bu Ninda ternganga. Pak Ramon hanya bisa menggelengkan kepala tak percaya.

​Clarissa matanya memerah, namun di baliknya ada api amarah dan ambisi yang menyala.

"Asisten? Kamu bercanda? Kamu menolakku demi seorang... karyawan biasa?! Siapa nama wanita itu?"

​Reno dengan yakin menyebut nama yang baru diucapkannya, tanpa menyadari dampak kata-katanya.

"Namanya... Lilis."

​Clarissa menatap Reno dengan tatapan yang penuh kebencian dan patah hati yang terpendam. Ambisinya untuk menjadi istri Reno tidak hilang, melainkan berubah menjadi tekad yang gelap.

​Pak Dimitri wajahnya merah padam, ia membanting serbet ke meja dengan keras.

"Ini konyol! Ramon! Ninda! Apa-apaan semua ini?! Kalian mempermalukan saya! Anakmu ini tidak tahu diuntung! Kalian sudah sepakat untuk bisnis ini! Siapa wanita yang disebutnya Lilis itu?! Batalkan segera omong kosong ini!"

​Bu Ninda panik dan merasa malu luar biasa di depan Pak Dimitri. Ia menoleh ke Reno dengan tatapan murka.

"Reno, kamu sudah gila! Kamu menghancurkan semuanya!"

​Pak Dimitri berdiri, menatap dingin ke arah Reno dan keluarganya. Keheningan yang tercipta terasa lebih dingin daripada suhu di sekitar meja Lilis di kantor.

​Pak Dimitri dengan nada mengancam,

"Ramon, Ninda. Berikan saya jawaban yang pasti dalam 24 jam. Jika perjodohan ini batal, jangan harap ada lagi kerjasama bisnis antara perusahaan kita. Dan Reno... kamu akan menyesali keputusanmu ini."

​Pak Dimitri menarik lengan Clarissa yang masih menatap Reno dengan kebencian penuh gairah, dan meninggalkan ruangan. Bu Ninda langsung memarahi Reno habis-habisan, sementara Pak Ramon hanya bisa tertunduk pasrah.

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!