NovelToon NovelToon
Takdirku Di Usia 19

Takdirku Di Usia 19

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Pena

Mentari, seorang gadis pemalu dan pendiam dari Kampung Karet, tumbuh dalam keluarga sederhana yang bekerja di perkebunan. Meskipun terkenal jutek dan tak banyak bicara, Mentari adalah siswa berprestasi di sekolah. Namun, mimpinya untuk melanjutkan pendidikan pupus setelah lulus SMA karena keterbatasan biaya. Dengan tekad yang besar untuk membantu keluarga dan mengubah nasib, Mentari merantau ke Ubud untuk bekerja. Di usia yang masih belia, kehidupan mempertemukannya dengan cinta, kenyataan pahit, dan keputusan besar—menikah di usia 19 karena sebuah kehamilan yang tidak direncanakan. Namun perjalanan Mentari tidak berakhir di sana. Dari titik terendah dalam hidupnya, ia bangkit perlahan. Berbekal hobi menulis diary yang setia menemaninya sejak kecil, Mentari menuliskan setiap luka, pelajaran, dan harapan yang ia alami—hingga akhirnya semua catatan itu menjadi saksi perjalanannya menuju kesuksesan. Takdirku di Usia 19 adalah kisah nyata tentang keberanian, cinta, perjuangan, dan harapan. Sebuah memoar penuh emosi dari seorang gadis muda yang menolak menyerah pada keadaan dan berjuang menjemput takdirnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28. Waktu Yang Kupilih Untuk Pergi

📝 Diary Mentari – Bab 28

“Beberapa jarak bukan soal kilometer, melainkan soal rasa yang tertinggal di pintu rumah dan tak bisa dibawa pergi.”

...****************...

Kata Yuli pagi itu masih terngiang di kepalaku, “Kamu terlihat cantik dengan uniform.” Aku menunduk malu, lalu mengangkat kepala sambil tersenyum pelan, “Makasih.” Seragam toko ini—kemeja putih dengan bordiran logo Bali Tropic Wear dan celana kain hitam yang pas di badan—membuatku merasa benar-benar seperti bagian dari tempat ini. Seperti bukan lagi anak kampung yang canggung dan takut-takut berdiri di depan rak, tapi seorang SPG yang siap melayani turis dari berbagai negara.

Hari ini, aku satu shift dengan Yuli, dan entah mengapa aku merasa sedikit lebih percaya diri. Pagi itu, belum terlalu ramai pengunjung. Tapi saat kami sedang menata scarf di rak tengah, Pak Kartika datang bersama seorang wanita berwajah cerah. Kulitnya bersih, rambutnya dikuncir tinggi, dan ia memakai seragam sama sepertiku. “Ini Eka, SPG baru juga, dia akan gabung dengan shift pagi,” kata Pak Kartika.

Aku tersenyum, sedikit gugup, tapi Eka langsung menyapaku dengan antusias. “Hai! Mentari, ya? Aku Eka,” katanya sambil menjabat tanganku. Senyumnya lebar, dan matanya berbinar-binar seperti seseorang yang memang senang bicara dan mudah akrab. Dalam beberapa menit saja, dia sudah membuat semua orang di shift pagi tertawa. Dia bercerita tentang toko tempat kerjanya dulu, tentang pengalaman konyolnya melayani turis dari Korea yang ngotot pakai bahasa tubuh, dan tentang betapa ia suka suasana kerja di sini.

Aku hanya mengangguk dan terkekeh pelan. Tapi diam-diam aku senang. Aku merasa seperti menemukan teman baru, setelah cukup lama merasa seperti asing di tengah kota.

Siang menjelang, toko mulai ramai. Seorang pelanggan dari Australia menanyakan ukuran celana, dan aku berhasil membantu dengan lancar. “Good job,” bisik Yuli padaku. Aku tersenyum lagi. Hari ini terasa hangat, meski AC toko cukup dingin.

Di tengah kesibukan itu, aku mendekati Mba Ketut dan berkata pelan, “Kalau ada kerja lembur, aku bersedia, Mbak.” Ia menoleh, lalu mengangguk. “Bagus, semangat kamu makin kelihatan sekarang.” Ia mencatat sesuatu di buku shift.

Sebenarnya, alasan utama aku ingin lembur bukan hanya ingin belajar lebih cepat atau menambah pengalaman, tapi karena aku ingin menghindari waktu di ‘istana’. Aku mulai menyebut rumah Pak Kartika begitu—istana. Istana yang temboknya tinggi, ruangannya megah, dan lantainya selalu dingin. Tapi aku tetap merasa kecil dan asing di sana. Setiap malam pulang, aku harus mengetuk pintu, membangunkan Nenek atau Ipar Pak Kartika karena pintu sudah terkunci. Pernah suatu malam, aku menunggu lama sekali di depan gerbang karena mereka tak kunjung membuka. Jantungku seperti ditusuk-tusuk oleh rasa bersalah. Aku tahu aku merepotkan.

Setelah masuk pun, suasana tidak membaik. Sarapan di pagi hari masih penuh tekanan. Nenek akan duduk dengan tatapan tajamnya, memperhatikan cara aku makan, memegang sendok, bahkan menelan nasi. Ia tak pernah benar-benar marah, tapi sikapnya cukup untuk membuat perutku mual. Aku rindu kampung. Rindu saat makan sambil duduk di tikar, lauk seadanya tapi hangat karena tawa bapak dan ibu.

Seringkali malam-malam di istana terasa dingin meski udara Ubud sebetulnya cukup hangat. Mungkin bukan suhu ruangan, tapi suasana hatiku yang membeku. Aku tidur tanpa selimut karena selimut di lemari katanya bukan untukku. Aku tak bisa tidur nyenyak. Kadang menangis diam-diam, membisikkan namaku sendiri seperti mantra agar tetap kuat.

“Aku memilih pergi,” kataku pelan di suatu malam. “Tapi mengapa justru semakin ingin pulang?”

Hari-hari di toko menjadi tempatku menyembuhkan luka. Melayani pelanggan, menata barang, menyapa Eka atau Yuli, semua itu membuatku merasa hidup. Walaupun lelah, aku lebih memilih menghabiskan waktu di toko dibanding di rumah itu.

Sore ini, saat kami menutup toko, Eka menoleh padaku, “Kamu udah betah ya di sini?” tanyanya.

Aku mengangguk. “Lumayan. Tapi… aku rindu rumah.”

Dia mengerti. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menepuk pundakku pelan. Kadang-kadang tidak perlu banyak kata untuk merasa dimengerti.

Malam pun tiba, dan lagi-lagi aku pulang terlalu malam. Aku berdiri di depan gerbang, menatap pintu besi itu dengan perasaan campur aduk. Aku ingin mengetuk, tapi juga tidak ingin membangunkan mereka. Aku ingin masuk, tapi juga tidak ingin merasa ditolak lagi. Dada terasa sesak. Aku memeluk diriku sendiri sambil menatap langit Ubud yang bertabur bintang.

Aku membayangkan ibu sedang mencuci piring di rumah, bapak duduk di depan TV kecil bersama Senja, adikku. Mereka pasti sedang bertanya-tanya bagaimana keadaanku. Tapi mereka juga percaya aku akan baik-baik saja.

Ya, aku akan baik-baik saja.

Esok pagi, aku akan kembali ke toko. Aku akan bekerja dengan lebih giat. Aku ingin menjadi seseorang yang kuat, seperti namaku: Mentari. Terbit pelan-pelan, hangat dan sabar, walau kadang tertutup awan.

“Kadang kepergian bukan untuk meninggalkan, melainkan untuk belajar bagaimana pulang dengan lebih kuat.”

1
Komang Arianti
kapan tarii bahagiaa nya?
Komang Arianti
ngeenesss bangettt ini si mentarii😢😢
Putu Suciptawati
jadi inget wkt adikku potong rambut pendek, kakekku juga marah, katanya gadis bali ga boleh berambut pendek/Facepalm/
K.M
Ditunggu lanjutannya ya kk makasi udah ngikutin ☺️
Putu Suciptawati
/Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
K.M: Auto mewek ya kk
total 1 replies
Putu Suciptawati
yah kukiora tari akan menerima bintang, ternyata oh ternyata ga sesuai ekspektasiku
Arbai
Karya yang keren dan setiap bab di lengkapi kalimat menyentuh.
Terimakasih untuk Author nya sudah berbagi kisah, semoga karya ini terbit
K.M: Terima kasih dukungannya kk ☺️
total 1 replies
Putu Suciptawati
ayolah tari buka hatimu unt bintang lupakan cinta monyetmu...kamu berhak bahagia
Putu Suciptawati
senengnya mentari punya hp walaupun hp jdul
Putu Suciptawati
semangat tari kamu pasti bisa
Putu Suciptawati
puisinya keren/Good//Good//Good//Good/
Putu Suciptawati
karya yg sangat bagus, bahasanya mudah diterima.....pokoknya keren/Good//Good//Good//Good/
K.M: Terima kasih banyak sudah menyukai mentari kk ❤️❤️
total 1 replies
Putu Suciptawati
betul mentari tdk semua perpisahan melukai tdk semua cinta hrs memiliki
rarariri
aq suka karyamu thor,mewek trus aq bacanya
rarariri
/Sob//Sob//Sob/
Wanita Aries
Kok bs gk seperhatian itu
Wanita Aries
Paling gk enak kl gk ada tmpt utk mengadu atau skedar bertukar cerita berkeluh kesah.
Aku selalu bilang ke ankq utk terbuka hal apapun dan jgn memendam.
Wanita Aries
Kok ba ngumpul smua dsitu dan org tua mentari menanggung beban
Wanita Aries
Mampir thor cerita menarik
Putu Suciptawati
betul mentari, rumah atau kamar tidak harus besar dan luas yang terpenting bs membuat kita nyaman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!