Ada seorang wanita sedang menangis di dalam sujudnya. Dia adalah Nasya Fahriza Putri, wanita yang sudah menginjak usia 25 tahun itu menangis saat mendengar bahwa seseorang yang ada di dalam hatinya sebentar lagi akan menikah. Sudah sejak usia 20 tahun Nasya berdoa di dalam sujudnya agar yang Maha Kuasa mengabulkan permintaannya untuk di jodohkan dengan Atasannya. Pria itu bernama Aditya Zayn Alfarizi yang berstatus sebagai CEO di salah satu perusahaan ternama di Jakarta.
Lalu bagaimana nasib Nasya? Apakah doanya selama ini akan terkabul, atau justru harus melihat pria yang ia cintai dalam diam menikah dengan kekasihnya?
Kita simak kisahnya yuk di cerita Novel => Cinta Di Atas Sajadah
By: Miss Ra
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CDAS 25
Pagi ini Nasya bersiap untuk kembali berangkat kerja. Dia melangkah menuruni tangga dengan cepat, karena ini sudah jam delapan lebih. Dia takut Zayn menunggunya terlalu lama, setelah sampai di meja makan, Nasya tidak melihat siapa pun di sana.
"Kak Zayn kemana, Bi?" tanya Nasya.
"Loh, Tuan sudah berangkat sejak tadi, Non." balasnya.
"Hah? Sudah berangkat?"
"Iya, Non. Katanya Non Nasya di suruh berangkat bersama supir." kata Bi Inah.
Nasya dengan raut wajah kecewa tersenyum terpaksa mendengar ucapan Bi Inah. "Oh begitu, ya sudah. Terimakasih ya, Bi." ucapnya lalu melangkah keluar.
Di halaman Nasya sudah di sambut supir yang akan mengantarnya. "Selamat pagi, Non. Sudah siap berangkat?" sapa Pak Tarjo supir pribadi Zayn.
"Tidak usah, Pak. Saya berangkat naik taksi saja. Assalamualaikum." sahutnya kemudian melangkah keluar dari gerbang.
Pak Tarjo yang melihat Nasya pergi hanya bisa terbengong, dia takut Zayn akan memarahi bahkan memecatnya. Tapi, mau bagaimana lagi. Nasya sudah pergi bersama taksi yang mangkal di depan komplek perumahan itu.
Sesampainya di perusahaan, Nasya melangkah lebar menuju lantai yang ia tuju. Sepanjang dirinya berjalan, semua Staf dan Karyawan menunduk menyapa dirinya.
"Selamat pagi, Bu Nasya."
"Yaa... Pagi..." sahut Nasya tersenyum ramah.
Kini Nasya masuk ke dalam lift dan menekan tombol menuju lantai 9. Tak lama pintu lift pun terbuka dan Nasya melangkah keluar menuju meja kerja yang selama ini kosong karena cuti.
"Nasyaaa...!" Rani terkejut melihat wanita berhijab itu dan segera berhambur memeluknya. "Kau kan sudah jadi Nyonya Zayn sekarang, kok masih kerja?" sambung Rani.
"Jangan terlalu formal begitu, lagian aku bosan terus di rumah tidak melakukan apapun." balasnya.
"Emang Pak Zayn boleh kalau kamu kerja lagi?"
"Boleh... Aku sudah meminta ijin padanya. Dia ada di dalam ruangannya kan?" Rani mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Nasya.
"Ada seseorang di dalam, sepertinya dia investor dari perusahaan lain. Dia seorang wanita, cantik banget Sya." ujarnya membuat kening Nasya berkerut setelah duduk di kursinya, begitu juga dengan Rani.
"Investor? Perusahaan ini kan tidak membutuhkan Investor?"
Saat sedang mengobrol berdua, pintu ruangan Zayn terbuka dan keluar lah seorang wanita yang Rani katakan tadi bersama Zayn. Pria itu tersenyum lebar saat berdampingan dengan wanita itu.
"Kalau begitu aku balik dulu ya, Zayn. Jangan lupa sama perjanjian kita." kata wanita itu.
"Iya... Insyaallah..." sahut Zayn.
Mendengar jawaban Zayn, wanita itu bersalaman lalu menempelkan pipi kanan dan kirinya pada Zayn. Hal itu membuat Nasya sedikit meradang, dia cemburu melihat kedekatan suaminya dengan wanita lain. Zayn juga melirik Nasya yang sedang menatapnya.
"Apa-apaan itu, di sentuh wanita lain sampai senyum begitu. Bahkan dia belum sekali pun menyentuhku." gumam Nasya dalam hati.
Setelah kepergian wanita itu, Zayn menatap Nasya yang saat ini sudah fokus dengan layar laptopnya. Dia tidak mau terlihat cemburu di hadapan suaminya.
"Nasya! Keruangan saya!"
Nasya menoleh dan mendengkus kesal mendengar perintah dari suaminya. Mau tidak mau dia mengikuti langkah Zayn untuk masuk ke dalam ruangannya.
"Kenapa menggunakan taksi saat berangkat ke kantor?" dengan suara dingin dan berwajah kesal Zayn bertanya pada istrinya yang masih berdiri di depan meja kerjanya.
"Aku tidak mau satu mobil dengan pria lain yang bukan suamiku!" balas Nasya tak kalah ketus.
"Lalu? Sama saja kan kalau menggunakan taksi."
"Aku naik taksi yang supirnya wanita! Bukan pria, jika tidak percaya kau bisa mengeceknya di sana!" tak mau di salahkan, Nasya membela diri. "Apa ada lagi yang ingin anda tanyakan, Pak Zayn?" sambungnya.
"Jika kau tidak mau mendengar perintahku, mulai besok kau tidak perlu lagi bekerja! Cukup berdiam diri di rumah tidak boleh kemana pun sampai aku pulang!" ujar Zayn tegas.
"Loh! Tidak bisa begitu dong, Kak! Kak Zayn tidak bisa berbuat seenaknya, kau juga meninggalkan ku saat berangkat ke kantor sendirian dan menyuruh supir untuk mengantarku! Suamiku itu kamu, bukan Pak Tarjo!" panjang lebar Nasya mengeluarkan kekesalannya pada Zayn hingga membuat pria itu terdiam.
Setelah mengatakan itu, Nasya berbalik melangkah pergi keluar dari ruangan Zayn.
"Siapa yang menyuruhmu keluar?" suara bariton Zayn berhasil membuat Nasya berhenti dan berbalik menatapnya.
"Aku yang ingin keluar! Kenapa? Kakak tidak terima? Tidak suka? Mau memecat Nasya dari sini sekarang juga? Iya? Silahkan, pecat saja kalau itu mau mu!" Nasya menantang Zayn dengan berani, tak menunggu jawaban suaminya, Nasya kini benar-benar pergi keluar dari ruangan Zayn.
Setelah sampai di meja kerjanya, dia langsung menyambar tas miliknya dengan air mata yang sudah jatuh membasahi pipinya. Rani yang melihat Nasya pergi pun berdiri dan berusaha menghentikannya.
"Loh Sya! Kau mau kemana? Syaaa... Nanti kalau Pak Zayn tanya aku harus jawab apa? Nasyaaa..."
Ucapan Rani tak di hiraukan oleh Nasya, dia tetap melangkah pergi dari perusahaan. Sedangkan Zayn masih berada di dalam ruangannya, dia meremas rambutnya frustasi dengan masalah yang ada. Bukan semakin membaik, tapi justru semakin rumit.
Dalam perjalanan menggunakan taksi, Nasya terus mengeluarkan air matanya. Dia ingin menenangkan diri sejenak, tak ingin di salahkan, dia mengambil ponselnya lalu segera mengirim pesan.
"Assalamualaikum, Mah. Nasya ijin tidak pulang ke rumah malam ini. Untuk sementara, Nasya ingin menyendiri dulu di suatu tempat. Jangan khawatir, Nasya akan baik-baik saja. Jangan beritahu Kak Zayn tentang ini, Nasya hanya sedang ingin sendiri."
Setelah mengirim pesan itu, Nasya mematikan ponselnya dan kembali meletakkannya di dalam tas.
.
.
Malam hari, tepatnya jam tujuh malam. Zayn baru saja pulang setelah seharian berkutat dengan pekerjaannya. Zayn menuruni mobil dan melangkah masuk tak lupa mengucapkan salam.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, Tuan." sahut Bi Inah menyambut kedatangan majikannya.
Zayn yang tak melihat siapapun disana kembali mengeluarkan suaranya. "Nasya sama Mama mana Bi?" tanyanya seraya duduk di sofa.
Zayn sedikit merasa heran yang tidak ada siapapun di ruang keluarga. Biasanya Nasya menyambut kedatangan dirinya, tapi malam ini tak ada yang menyambutnya dengan ocehan yang biasa Nasya lakukan.
"Nyonya ada di kamarnya, Tuan. Tapi, Non Nasya belum pulang sejak pagi."
Mendengar jawaban Bi Inah, gerakan Zayn yang sedang melepas kaos kakinya terhenti dan menatap Bi Inah dengan kening berkerut.
"Apa? Nasya belum pulang? Kok bisa?" dengan nada panik Zayn menanyakan itu.
"Bibi nggak tahu, Tuan." sahutnya menunduk.
"Huuuft... Ya sudah, Bibi boleh balik ke dapur."
Zayn segera merogoh ponselnya, dia mencari nomer kontak istrinya lalu menekan tombol panggil.
"Maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat di hubungi. Silahkan tinggalkan pesan."
Mendengar nomor Nasya tidak aktif, Zayn sedikit kesal. Dia khawatir Angel telah menculiknya. Saat sedang panik, Ibu Zubaidah datang menghampiri putranya duduk di sofa yang masih memasang wajah panik.
"Kau sudah pulang?"
"Mah! Nasya kemana, Mah?" bukan menjawab pertanyaan ibunya, Zayn justru balik memberikan pertanyaan.
"Loh... Bukannya di kantor sama kamu? Kok tanya Mama? Harusnya Mama yang tanya, mana istrimu?" ibu Zubaidah berpura-pura tidak tahu sesuai keinginan Nasya untuk tidak memberitahukan pada Zayn.
...****************...