Remake.
Papa yang selama ini tidak suka dengan abdi negara karena trauma putrinya sungguh menolak keras adanya interaksi apapun karena sebagai seorang pria yang masih berstatus sebagai abdi negara tentu paham jalan pikiran abdi negara.
Perkara semakin meruncing sebab keluarga dari pihak pria tidak bisa menerima gadis yang tidak santun. Kedua belah pihak keluarga telah memiliki pilihannya masing-masing. Hingga badai menerpa dan mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang begitu menyakitkan.
Mampukah pihak keluarga saling menerima pilihan masing-masing.
KONFLIK tinggi. SKIP jika tidak sesuai dengan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Perkara si kembar.
"Sudah bisa di hubungi??" Tanya Dinar saat Bang Rinto baru kembali dari apotek.
"Sudah." Bang Rinto terpaksa melebarkan senyumnya demi menjaga pikiran dan hati Dinar. Ia sungguh ingin istrinya segera sehat.
"Papa bisa menerima Rey dan Rea??" Tanya Dinar ulang, sebab semua ini bagai keajaiban. Hingga kini Papanya belum mengatakan bahwa beliau belum menerima pernikahan mereka. Kemungkinan besar beliau juga tidak menerima buah hatinya.
Bang Rinto mengangguk mengangkat senyum palsu, tidak mungkin dirinya katakan bahwa mertuanya sama sekali tidak menjawab panggilan teleponnya.
Semalam Bang Rinto mencoba menghubungi Mama Dindra namun hanya jawaban mengambang yang tidak bisa di terka sedangkan Opa Danar hanya mengarahkan dirinya untuk tenang sebab semua dalam keadaan aman.
"Dinar senang dengarnya, Bang. Dinar ingin cepat pulang ketemu anak-anak." Kata Dinar dengan semangatnya.
Bang Rinto mengusap kening Dinar. "Iya. Makanya kamu harus makan yang banyak, minum obat teratur biar cepat sehat, cepat bisa kembali pulang. Anak-anak menunggu di rumah."
Dinar mengangguk bahagia, tak lama pakaiannya basah. Sejak meninggalkan si kembar, ASI nya seakan tidak berguna dan terbuang percuma.
Sigap Bang Rinto mengambil kain dan membersihkan semuanya.
"Apa mungkin si kembar haus ya, Bang?" Tanya Dinar sedih.
"Jangan mikir macam-macam. Ada Omanya disana. Lagipula kamu sudah memberikan ASI pertama mu, tidak apa-apa. Sehatlah dulu demi anak-anak..!!" Jawab Bang Rinto meskipun sebenarnya hatinya tak kalah sedihnya.
***
Tanpa bicara Papa Herca membantu Mama Dindra memberi susu botol untuk Rea. Anak gadis Letnan Rinto ternyata lebih menempel dengan Opa nya.
Mama Dindra pun melihat hal demikian. Beliau ikut tersenyum melihatnya.
"Rea nempel sekali sama Abang." Tegur Mama Dindra.
"Hhhh.. anak si Black memang merepotkan." Ujarnya hingga kemudian Baby Rea menggeliat dan menangis kencang seakan memprotes ucapannya. "Uuusshhh.. nggak nak, nggak..!! Papamu itu lho..!!!!"
Opa Danar menggeleng sembari menikmati es cendolnya. "Terus saja kau maki bapaknya, itu anak tidak terima bapaknya kau omeli terus."
Papa Herca tidak banyak bicara tapi terus menenangkan baby Rea hingga si baby kembali tenang.
"Aku tidak bisa kerja donk kalau anak-anak nemplok begini, ini si Rea nggak mau lepas." Kata Papa Herca seolah memberi isyarat tertentu. "Kau mau ikut Daddy???"
"Daddy? Sejak kapan kau menemukan panggilan itu. Opa ya Opa, kenapa ngowahi adat???" Oceh Opa Danar.
"Ya saya memang Daddy, ada masalah??"
Mama Dindra hanya bisa menghela nafas panjang tidak ingin berdebat dengan suaminya. Beliau juga tidak bisa menduga apakah suaminya itu bisa menerima Rey dan Rea atau tidak.
\=\=\=
Dua minggu kemudian Dinar benar-benar di nyatakan sehat. Rasanya sungguh bahagia karena sebentar lagi dirinya bisa bertemu dengan buah hatinya.
"Kita langsung kembali ke Timur ya, Bang." Pinta Dinar sudah sangat merindukan Reygar dan Andrea.
Bang Rinto mengangkat senyumnya. "Ayo, kita lihat kondisi disana."
...
Sesampainya di rumah, Bang Rinto dan Dinar ternganga. Rumahnya sudah bagaikan taman bermain siswa PAUD. Kamar pun menjadi begitu indah dan menakjubkan.
"Siapa yang buat??" Tanya Dinar.
"Mungkin Opa." Jawab Bang Rinto juga masih menerka situasi.
"Daddynya yang buat." Kata Mama Dindra kemudian menidurkan baby Rey.
"Siapa?? Satria?? Atau Rakit??" Tanya Bang Rinto lagi.
"Ya Papamu, siapa lagi. Daddy paling ribet sedunia." Sambar Opa Danar.
Bang Rinto dan Dinar saling lirik. Mereka seolah tidak percaya kalau Papa Herca yang mengubah seluruh tatanan isi rumahnya padahal seorang perwira bisa saja berpindah tempat menyesuaikan jabatan dan wilayah kerjanya.
Sekilas Bang Rinto mengintip dan melihat bayi kecil yang baru di tidurkan Mama Dindra. Bayi berbedong pink disana.
"Reaa.. anak Papa." Sapa Bang Rinto.
"Ini Rey. Rea sama Daddynya." Jawab Mama Dindra.
"Lhoo.. kenapa bedongnya pink????"
"Papamu yang pakaikan, papamu asal tarik bedong. Katanya yang penting tidak kedinginan." Jawab Opa mewakili Mama Dindra.
Bang Rinto mengedarkan pandangan, terlihat Papa Herca sedang menggendong baby berbedong biru.
"Darimana Pa?" Tanya Dinar melihat Papanya seperti membawa kantong plastik di tangannya.
"Ambil paketan Mama." Jawab Papa Herca santai.
Mama Dindra diam dan malas berdebat, sudah pasti hari ini ada lagi barang yang datang.
"Beli apalagi??" Tanya Opa Danar.
"Seperangkat alat keselamatan renang." Jawab Papa Herca.
"Astaghfirullah hal adzim, anak masih sekutil sudah mikir renang????" Protes Opa Danar.
"Lebih baik mempersiapkan segala sesuatunya dari sekarang. Saya hanya bersikap waspada, Papanya saja nggak mikir." Oceh Papa Herca.
Bang Herca menelan ludah dengan bingung. Ia terpaku tak bisa menerka situasi. "Iya Pa. Saya nggak mikir dari awal." Ujarnya mengalah.
"Kalian dengar sendiri???? Saya gerak lebih awal karena Papanya nggak ada inisiatif mikir masa depan. Kau siap jadi bapak atau tidak, kalau tidak siap lebih baik anak-anak saya bawa..!!" Ancam Papa Herca.
.
.
.
.