Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.28
Bukannya menikmati liburan, Ana malah sibuk memijat tengkuk kakaknya. Siapa lagi kalau bukan Neil. Sialnya, Neil malah bersikeras ingin Ana saja yang memijat, padahal Ana sudah menyerahkan tugas itu ke Theo sejak tadi.
“Kalau sakit kenapa ikut? Mending di rumah atau ke rumah sakit sekalian,” omel Ana, meski tangannya tetap bergerak di tengkuk Neil.
“Kayaknya kamu mabuk laut, deh,” celetuk David dari ambang pintu. Ia sengaja menyewa yacht yang cukup besar, cukup untuk lima orang termasuk dua kru.
“Mana mungkin. Neil kan hobi ke laut,” bela Aiyla, tahu benar sepupunya.
Mereka memutuskan menunggu Neil dan Ana di dek, menikmati teriknya matahari. Besok, mereka sudah harus kembali.
“Udah belum?” tanya Ana agak ketus.
“Sebentar,” sahut Neil pelan, lalu kembali muntah. Kali ini hanya cairan bening yang keluar.
“Kamu ini kenapa sih? Kayak orang hamil aja,” celetuk Ana tanpa sadar. Neil yang sedang menatap bayangannya di kaca terdiam.
Hamil?
“Iya, Livia aja sekarang lagi hamil. Tapi masa sih kamu kena sindrom kehamilan simpatik gitu? Kan itu waktu awal-awal doang. Sekarang udah bulan berapa tuh?” lanjut Ana tanpa sadar, tak menyadari raut wajah Neil yang berubah sendu.
Zahira… apa kamu sedang mengandung anakku? Kalau iya… maafkan aku. Aku akan bertanggung jawab. Asal kamu baik-baik saja… batin Neil. Ia mengusap wajah, lalu menatap Ana yang tampak khawatir.
“Neil, kamu pucat banget. Mending kita ke rumah sakit aja, ya?” ajak Ana.
“Gak usah. Aku baik-baik aja. Kamu nikmatin aja liburan gratisan ini,” Neil malah terkekeh, membuat Ana kesal campur iba.
“Yaudah, yuk balik ke kamar,” ajak Ana sambil menuntunnya perlahan.
Sore hari, kondisi Neil membaik setelah Aiyla membuatkan lemon hangat. Malam ini mereka hanya ingin makan bersama dan bermain game.
Ana juga sudah mengabari Melinda soal kondisi Neil. Balasannya biasa saja—Melinda masih marah.
Sementara itu, Zahira justru tampak sehat. Nafsu makannya malah meningkat drastis. Untungnya, Ethan dan Rosma tak mempermasalahkan itu. Zahira bebas makan apa pun.
“Kapan kamu periksa kehamilan?” tanya Rosma.
“Besok, Nyonya,” jawab Zahira lembut.
“Aku boleh ikut, Tante?” sela Jasmine semangat.
“Anak kecil gak boleh ke rumah sakit,” goda Rosma, membuat Jasmine cemberut.
“Tapi aku mau lihat adik bayi,” sahut Jasmine, lalu mendekat dan mengelus perut Zahira.
“Cepat besar ya, Dede. Kak Jasmine pengen ngobrol sama kamu,” katanya polos. Rosma dan Zahira tertawa melihat tingkahnya. Rosma sempat memandang Zahira lekat-lekat.
Apa aku harus ikut campur? pikir Rosma. Memisahkan anak dengan ayah kandungnya itu kejam. Tapi…
“Nek, aku boleh ikut gak?” tanya Jasmine sekali lagi.
“Baiklah, tapi janji gak nakal!” ucap Rosma akhirnya.
“Siap, Nenek!” pekik Jasmine.
Ethan baru saja pulang kerja saat itu.
“Ada apa nih? Daddy kelewatan sesuatu ya?” tanya Ethan, melepaskan jas dan menghampiri mereka.
“Daddy!” Jasmine langsung berlari dan memeluk ayahnya.
“Kenapa pulangnya lama? Aku kangen!” protesnya manja.
Ethan terkekeh, mencium pipi anaknya.
“Maaf ya. Daddy harus kerja biar bisa beliin kamu mainan.”
Jasmine langsung menyampaikan izin untuk ikut periksa kandungan Zahira. Ethan menoleh ke arah Zahira.
Sudah seperti suami sendiri saja, pikir Zahira dalam hati.
“Boleh dong. Besok Daddy antar,” jawab Ethan.
“Yeay!” sorak Jasmine.
“Udah, udah. Cepat tidur. Besok bangun pagi,” sela Rosma. Jasmine pamit, lalu masuk kamar bersama Zahira.
Rosma memandang Ethan yang masih memandangi pintu kamar yang baru tertutup.
“Sudah, jangan ditatap terus. Nanti jatuh cinta,” godanya.
“Apaan sih, Bu. Dia masih punya suami. Masa mau punya dua? Apa kata dunia?”
“Ya makanya bantuin dia cerai, biar bisa kamu deketin,” celetuk Rosma.
Ethan menghela napas. “Gak gampang, Bu. Zahira bukan tipe yang langsung buka hati lagi. Biarlah dia jadi pengasuh Jasmine dulu, biar nyaman.”
“Tapi kalau dia minta bantuan buat cerai, aku pasti bantu,” lanjutnya, lalu pamit ke kamarnya.
Rosma hanya bisa menatap punggung anaknya—yang terlalu cepat dewasa karena keadaan.
****
Keesokan pagi, Melinda dibuat pusing oleh kelakuan Nathan.
Sejak pulang dari Swiss, Nathan berubah. Sering senyum-senyum sendiri sambil menatap ponsel. Saat diajak bicara, malah diam saja.
“Nathan, kamu kenapa sih?” tanya Melinda.
“Nath!” pekiknya saat Nathan tak menjawab.
Nathan akhirnya menoleh. Alih-alih menjawab, ia malah mencium pipi Melinda dan langsung pamit.
“Idih, dasar aneh!” gumam Melinda. “Anak laki-laki bikin pusing semua. Neil, Nathan… astaga.”
Ia pun naik ke atas, mencari Axel yang belum juga turun sarapan.
“Axel juga. Katanya mau temuin Zahira. Tapi apa? ‘Nanti’ terus!”
Melinda berhenti di tangga, berpikir.
“Apa aku aja yang ke Bali nemuin Zahira? Tanpa suami dan anakku tahu?” bisiknya pelan.
Ia mengangguk mantap.
“Ya, aku akan pergi. Sendiri!”
Bersambung ....
ai...mending batalin aza sebelum terlambat....