Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.
Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayi untuk Alena
“Alena aku pamit ya!”
Alena hanya mengangguk pasrah, hari ini suaminya itu meminta izin untuk tidak pulang dalam waktu yang cukup lama, dia bilang minggu-minggu ini si ibu peri akan mengalami kontraksi, jadi dia harus ada di sana. Sama seperti biasanya Alena ingin ikut wanita itu ingin sekali melihat rupa ibu peri dan dia juga ingin merawatnya membantu wanita itu berjuang untuk melahirkan anak-anak mereka, tapi apa boleh buat sekeras apa pun dia memaksa jawabannya selalu sama, bahkan akan mendapat bentakkan dari suaminya.
Dari pada larut dalam rasa kekesalannya Alena memutuskan untuk ke gereja dia ingin berdoa untuk keselamatan calon darah daging suaminya yang akan lahir ke dunia ini, wanita itu mendoakan dengan tulus dia mencintai calon bayi kembar tersebut, kehadirannya sudah ditunggu oleh semua orang.
Ini sudah hari ke tiga Danen berada di salah satu rumah sakit yang berada jauh dari kotanya, pria itu memutuskan untuk merawat Mei yang sering mengelu sakit perut jadi ia memutuskan untuk menginap jadi jika ada sesuatu bisa ditangani langsung karena di tempat ini semua peralatannya sudah siap.
Menurut jadwal HPL yang Dokter Via jabarkan memang kemungkinan minggu-minggu ini sahabatnya itu akan mengalami kontraksi, sayangnya dia tidak bisa menemani karena dokter itu juga punya jadwal sendiri di rumah sakit tempat dia bekerja, lagi pula rumah sakit yang dipilih Danen cukup jauh, jadi ia kesulitan jika harus bolak-balik.
Bukan tanpa asalan Danen sengaja mencari tempat yang jauh agar tidak ada orang yang mengenal mereka.
Di ruangan VIP sepasang suami istri terlihat saling bertautan. Danen berusaha memberikan kekuatan untuk istrinya agar bisa lebih tenang tapi bukannya tenang wanita itu semakin merintih dia merasakan rasa mules yang tidak tertahankan dengan isi perut seolah terguncang hebat, perih sekali.
Karena sudah sampai waktunya dokter yang bertugas memutuskan untuk melakukan operasi sesar pada pasiennya kali ini, dilihat dari kondisi yang semakin melemah tidak mungkin ia membiarkan pasiennya yang mengandung anak kembar harus melahirkan normal.
Danen menanti dengan gelisah, ia terus bolak-balik di depan pintu operasi rasanya sudah lama istrinya di dalam tapi ia juga belum mendengar kabar apa pun, perasaannya berkecamuk sekali ada banyak kemungkinan yang berputar dalam benaknya.
Walaupun dia seorang dokter bedah, tapi dia juga tidak sanggup jika harus menyaksikan sendiri pembedahan perut dari orang yang dicintainya, maka dari itu Danen memutuskan menunggu di luar dengan doa yang terus bermunajat.
Ia meremas jemarinya, lalu melirik ponsel yang sejak tadi terabaikan di genggaman. Ada banyak sekali pesan dan panggilan yang masuk tapi pria itu memilih abai dia tidak bisa memfokuskan pikirannya dengan hal lain saat ini dia hanya memikirkan keadaan Mei di dalam ruangan tersebut.
Tiba-tiba, suara derit pintu operasi terbuka. Seorang dokter melangkah keluar dengan wajah tenang. Danen segera berdiri, jantungnya seakan berhenti berdetak. “Pak Danendra,” panggil dokter itu. Danen menelan ludah, tubuhnya terasa kaku. Ini saatnya. Kabar yang ia tunggu dengan segenap jiwanya akan segera datang.
“Selamat, istri Anda baik-baik saja. Bayi kembar Anda lahir dengan sehat.”
Dunia yang sempat terasa gelap seketika dipenuhi cahaya. Danen menghela napas panjang, tubuhnya melemas dalam kelegaan yang luar biasa. Air mata menggenang di matanya, tapi kali ini bukan karena ketakutan, melainkan karena kebahagiaan yang tak terhingga.
Di balik kaca bening ruang bayi rumah sakit, seorang pria berdiri dengan mata yang nyaris tak berkedip. Jemarinya mengepal ringan di sisi tubuhnya, seolah berusaha menahan gelombang emosi yang mengalir deras dalam dadanya. Napasnya tertahan, lalu dilepaskan perlahan, berkabut tipis di permukaan kaca.
“Alena,” lenguh pria itu tanpa sadar, “bayi kita sudah lahir.” Ada perasaan yang sulit di jelaskan saat melihat sepasang bayi kembar tertidur lelap dalam boks-boks mungil,kedua sosok kecil menarik seluruh perhatiannya. Bayinya, darah dagingnya. Dengan pipi kemerahan dan jemari sekecil ranting yang bergerak-gerak dalam tidurnya.
Danen meneteskan air mata, dia terharu sekali melihat pemandangan di depannya, sulit dipercaya bahwa detik ini gelar ayah berhasil diraihnya. Danen bersumpah akan melakukan apa pun yang terbaik untuk kedua malaikat kecilnya, dunianya akan selalu berpusat kepada dua sosok tersebut.
Setelah merasa puas memandangi dua bayi mungil itu Danen melangkah tenang untuk kembali ke ruangan VIP dia harus mengucapkan banyak terima kasih kepada seseorang di balik ruangan penuh suka cita itu.
Istrinya sudah sadar, wanita hebat itu tengah terbaring tenang dengan selang infus yang bertengger di pergelangan tangan lemahnya dengan tatapan yang kosong, ada rasa nyeri hebat pada perutnya dia sadar rasa sakit itu datang dari dua bayi yang baru saja dilahirkannya. Perlahan dengan kepala yang terasa berat ia menoleh ke samping saat mendengar suara derit pintu.
“Mas… “ rintihnya tidak terdengar, dia tersenyum lembut melihat suaminya semakin mendekat dengan raut wajah penuh kekhawatiran.
“Kamu hebat sayang.” Danen segera meraih lengan wanita itu dan menciumnya lembut, rasa syukur tak henti-hentinya ia rapalkan melihat istrinya baik-baik saja setelah berjuang melawan maut.
“Terima kasih.” Pria itu lanjut mengecupi dahi panas sang istri, ia mencurahkan seluruh cintanya, bibir kering Danendra mendarat lama pada posisi mesra itu, ia menghirup dalam-dalam aroma yang dikeluarkan istrinya.
“Anak-anak kita sehat, mereka sempurna.” Ujar Danen lagi, ia tersenyum bangga.
Perempuan yang terbaring di bangsal itu menerawang jauh, bayi-bayi itu sudah lahir dia yakin cinta Danendra kepadanya akan semakin besar, sekarang dia harus membicarakan rencana selanjutnya Danen tidak boleh larut dalam rasa harunya, dia harus memerintahkan suaminya untuk membawa bayi mereka kepada Alena agar mendapat gelar Kusuma, itu adalah keinginan Mei sejak awal.
“Mas, aku haus!” Danen dengan sigap mengambil segelas air putih dan segera mengarahkan sedotannya ke bibir pucat Mei, ia memandang lamat-lamat wanita itu bahkan dalam keadaan seperti ini pun kecantikkannya tetap terpancar indah.
“Mas, kita harus memberikan bayi itu pada Alena, dia menginginkannya.” Bibir yang selalu melengkung ke atas itu langsung berubah datar, Danen tidak menyangka Mei akan melakukan ini.
“Bagaimana denganmu Mei, kamu tidak menginginkan anak-anakmu?”
“Sejak awal kita memang sepakat untuk memberikan bayi ini pada Alena, anggap saja sebagai terima kasih karena dia sudah mau menolong kita selama ini, ini balasan yang setimpal Alena mendapatkan anakku sedangkan aku mendapatkan kamu.”
“Lalu aku harus bagaimana sayang, aku bingung.”
“Kamu sudah berhasil membuat Alena pura-pura hamil sekarang saatnya kamu bantu Alena untuk pura-pura melahirkan, buat semua orang percaya bahwa kedua bayi itu memang terlahir dari rahim Alena. Itu akan sangat menguntungkan, anak-anak kita akan hidup sebagai pewaris kekayaan HDM grup.”
Ini sudah hari ketiga sejak bayi kembar itu lahir, dalam waktu tiga hari itu Danendra yang merawat bayi-bayinya, ia berikan susu formula karena entah mengapa ASI dari sang ibu tidak bisa keluar. Setelah melihat Mei sedikit membaik Danen memutuskan untuk segera membawa bayi ini pulang sesuai dengan permintaan Meisya, dia juga tidak sabar ingin mengabarkan kepada keluarganya bahwa anak-anaknya sudah terlahir dengan sempurna dengan raut wajah yang mirip sekali dengan sang ayah.
Danen menggendong bayi laki-lakinya sedangkan di belakang berjalan pelan seorang wanita yang menggendong bayi perempuannya, mereka sudah siap dengan segala bekal yang mungkin dibutuhkan oleh kedua bayi ini selama perjalanan menuju kota asal sang ayah.
“Mei, aku pergi ya, kamu jangan khawatir aku sudah memperkerjakan seorang dokter untuk merawatmu di rumah, kamu harus pulih dengan cepat agar kita bisa sama-sama melihat anak kita disambut haru oleh keluarganya di sana.”
Mei hanya mengangguk pelan, sudah tiga hari dia terbaring tidak berdaya di ranjangnya, efek operasi itu bukan main-main, wanita itu merasa dunianya sedang diambil alih hingga dia tidak bisa melakukan apa pun.
“Mei lihat dia!” Via yang dari tadi sibuk menggendong bayi perempuan mendudukkan dirinya tepat di sebelah Mei, “lihat bibirnya mirip sekali denganmu.”
Dokter kandungan tersebut sekaligus berperan sebagai sahabat Meisya sejak pertama datang ke sini ia selalu menatap penuh haru kepada dua bayi ini, dengan tulus Via merawat bayi-bayi ini ada rasa sayang saat dia merasakan pergerakkan lembut dari tubuh mungil itu.
Berbeda dengan dua orang di sampingnya Mei tidak menunjukkan kebahagian, wajah dan binar matanya datar tidak bereaksi bahkan saat kedua bayi itu di pindahkan dalam gendongannya, “Mei setidaknya kamu harus memeluk anakmu sebelum diserahkan ke Alena, kamu tau jika sudah bersama Alena maka kemungkinan kamu untuk merasakan bayimu kecil sekali.” Via berusaha membiarkan wanita itu untuk memeluk kedua anaknya lebih lama tapi belum juga lima menit Mei sudah mengeluh, dia merasa kerepotan harus menggendong dua bayi sekaligus.
“Dia anak Alena, berikan pada wanita itu.” Ungkapan yang baru saja dikeluarkan oleh Mei membuat dua orang di sampingnya menatap bingung.
“Tapi setidaknya kamu harus berpamitan dengan mereka, bahkan mereka belum sama sekali merasakan ASI darimu sayang.” Kali ini Danen yang mencoba membujuk, karena sejak hari pertama lahir Mei tidak terlihat antusias terhadap bayinya.
“Mas, kan aku sudah bilang aku gak punya ASI, aku sudah cukup kerepotan harus mengandung mereka selama 9 bulan aku gak mau harus nambah beban lagi, aku sedang dalam masa pemulihan.”
“Mei kamu yakin gak mau gendong mereka sekali lagi, ingat habis ini mereka akan hidup bersama Alena.” Via mengingatkan, tapi Mei tetap acuh bahkan dia membuang muka saat Via menyodorkan bayi yang berada dalam gendongannya.
Akhirnya Danendra bersama Via pergi dari rumah mewah ini, mereka dengan hati-hati membawa kedua bunga kehidupan yang terpejam rapat dalam bedungan kain bewarna mencolok menyelimutinya. Hamdani yang menyetir dia sudah menunggu di mobil dari tadi.
Mereka harus segera pulang memberi pengumuman tentang kelahiran anak kembar Danendra. Setelah ini Dokter Via harus membantu Alena untuk menyiapkan kelahiran palsu, dia akan mengatur semuanya seteliti mungkin, Danendra bersama Alena sudah membayar mahal untuk tugas kali ini.
“Ndra kamu yakin semua ini akan berhasil?” suasana yang dari hening seketika pecah saat Via mengungkapkan keraguannya.
“Kenapa tidak kita semua sudah berjalan sejauh ini, ini tinggal langkah terakhir. Vi kita sudah merencanakan dengan matang, kita sudah mengatur strategi sebaik mungkin jadi aku yakin sekali semua ini akan berhasil.” Danen menjawab tanpa keraguan, dia yakin sekali semua orang akan percaya akan kelahiran si kembar dari rahim Alena, toh selama ini Alena berpura-pura hamil pun tidak ada yang curiga, ini hanya perlu sedikit bumbu manis dan permainan yang rapi.
Bersambung.