Tamparan, pukulan, serta hinaan sudah seperti makanan sehari-hari untuk Anita, namun tak sedikitpun ia mengeluh atas perlakuan sang suami.
Dituduh menggugurkan anak sendiri, membuat Arsenio gelap mata terhadap istrinya. Perlahan dia berubah sikap, siksaan demi siksaan Arsen lakukan demi membalas rasa sakit di hatinya.
Anita menerima dengan lapang dada, menganggap penyiksaan itu adalah sebuah bentuk cinta sang suami kepadanya.
Hingga akhirnya Anita mengetahui pengkhianatan Arsenio yang membuatnya memilih diam dan tak lagi mempedulikan sang suami.
Follow Instragramm : @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekedar Masa Lalu
Sore menjelang ketika Arsen kembali ke rumah. Langit tampak redup meski belum hujan, dan hawa sejuk berhembus lembut melalui sela-sela dedaunan di halaman rumah. Ia memarkir mobilnya dengan tenang, mengambil tas kerjanya, dan melangkah masuk. Sepanjang perjalanan dari kantor, pikirannya kembali sibuk memikirkan kondisi Anita. Ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri—rasa khawatir itu masih menggelayuti hati, apalagi setelah pagi tadi melihat wajah istrinya yang begitu pucat.
Begitu membuka pintu rumah, suasana hening menyambutnya. Tidak terdengar suara televisi ataupun suara-suara aktivitas dari dalam dapur. Arsen berjalan perlahan ke arah kamar tidur mereka. Saat ia membuka pintu kamar, pemandangan yang membuat dadanya tercekat menyambutnya.
Anita terbaring di atas ranjang, satu tangannya memegangi perut bagian bawah sambil mengaduh pelan. Wajahnya tampak pucat pasi, keringat dingin membasahi pelipisnya. Arsen segera menghampiri dengan langkah tergesa, namun suara Anita lebih dulu menahannya.
“Pih… kamu sudah pulang?” ucapnya lemah, namun ia tetap berusaha tersenyum, seakan mencoba menutupi rasa sakit yang sedang ia rasakan.
Arsen tidak menjawab dengan kata-kata. Ia langsung duduk di tepi ranjang, meraih tangan istrinya, dan menatap wajah wanita itu dengan pandangan penuh cemas.
“Kau merasa sakit lagi?” tanyanya pelan, namun nada suaranya penuh tekanan emosional.
Anita mengangguk kecil. “Sedikit… hanya rasa nyeri di perut bagian bawah. Tapi tidak separah tadi malam. Sudah tidak mual juga.”
“Kita ke dokter sekarang,” ucap Arsen tegas, tanpa memberi ruang untuk penolakan.
Namun seperti yang sudah bisa ditebak, Anita menggeleng pelan. “Tidak perlu, Pih. Aku sudah minum obat yang diresepkan tempo hari. Sebentar lagi pasti reda.”
“Anita,” suara Arsen terdengar berat. “Ini sudah ketiga kalinya dalam dua hari. Kau mengeluh sakit, pucat, lemas… aku tidak bisa tinggal diam dan menunggu. Kau hamil, dan itu bukan hanya tentang dirimu saja, tapi juga tentang bayi kita.”
Anita menghela napas panjang. Meski tubuhnya terasa sangat tidak nyaman, ia tidak ingin membuat suaminya semakin khawatir. Ia mencoba menguatkan dirinya.
“Aku mengerti kekhawatiranmu, Pih. Tapi aku juga mengenal tubuhku. Aku tidak merasa ada gejala serius. Hanya sedikit kram, seperti waktu menstruasi. Aku hanya butuh istirahat lebih banyak. Jika nanti sampai malam ini masih terasa sakit, aku berjanji akan minta kau antar ke dokter.”
Arsen menatap Anita dengan ragu. Ia ingin memaksa, namun ia juga tidak ingin memperkeruh suasana. Ia menarik napas panjang, kemudian mengangguk pelan. “Baik. Tapi malam ini, kalau belum membaik, kita langsung pergi. Tidak ada penundaan lagi.”
Anita tersenyum tipis, lega karena suaminya tidak memaksa. Ia tahu betapa besar kepedulian Arsen terhadap bayinya, dan ia bersyukur untuk itu.
Setelah hening beberapa saat, Arsen meraih bantal kecil dan menyelipkannya di belakang punggung Anita agar lebih nyaman. Ia lalu menatap wajah istrinya yang masih tampak lelah.
“Tadi di kantor…” ucap Arsen tiba-tiba, dengan nada tenang, “aku bertemu seseorang yang mengaku sebagai teman lamamu.”
Anita menoleh perlahan, alisnya sedikit terangkat. “Teman lama?”
“Namanya Baim. Dokter dari Rumah Sakit Citra Karsa. Ia ikut dalam acara donor darah di kantor, dan ia bilang pernah sekolah bersama denganmu di SMA.”
Mata Anita membelalak seketika. Tubuhnya spontan sedikit menegak, meski rasa nyeri di perut masih ada. “Baim?” ucapnya dengan nada terkejut.
Arsen mengangguk. “Ia mengenalmu dengan sangat baik. Bahkan tahu kalau kau pemilik Anive Skincare. Ia bilang kalian sempat tidak sengaja bertemu lagi dan mengobrol cukup banyak. Ia juga tahu bahwa aku suamimu Kenapa kau tidak pernah cerita?.”
Anita mengatupkan mulutnya sejenak, seperti sedang mencerna informasi itu. Wajahnya menunjukkan ekspresi antara terkejut dan bingung. “Aku memang tidak pernah cerita tentang Baim pada papih… bukan karena ingin menyembunyikan apa pun, hanya saja aku pikir itu tidak penting.”
“Aku tidak menuduhmu menyembunyikan apa pun,” potong Arsen cepat, mencoba menenangkan. “Aku hanya ingin tahu… seberapa dekat kalian dulu?”
Anita menghela napas. Ia tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. “Baim itu sahabat lamaku. Kami sekelas selama tiga tahun di SMA. Dia termasuk orang yang sangat baik… dan jujur saja, cukup banyak membantuku waktu itu, terutama dalam pelajaran dan juga saat aku mengalami masa-masa sulit.”
Arsen mendengarkan dengan saksama, tak menyela.
“Setelah lulus, kami sempat kehilangan kontak. Tapi sekitar dua Minggu yang lalu kami bertemu di SPBU, saat itu aku kesulitan mengisi bahan bakar sendiri karena pengisiannya sudah berbasis self-service. Mengetahui aku yang kebingungan seorang laki-laki yang juga mengantri di belakang mobilku keluar untuk membantu, disana dia langsung mengenali aku" jelas Anita dengan detail.
“Lalu kalian sempat berbincang?”
Anita mengangguk. “Iya, kami mampir di kafe terdekat. Aku juga cerita bahwa aku sudah menikah dan sedang mengembangkan brand kecantikan sendiri. Maaf ya pih, aku baru mengaku sekarang, karena saat itu aku tidak berani bercerita mengingat hubungan kita yang belum cukup baik" lirihnya.
Arsen mengangguk pelan. Penjelasan itu memang cukup masuk akal, dan dari cara Anita menyampaikan, ia bisa merasakan tidak ada yang perlu dicurigai.
“Dia menyampaikan salam untukmu,” kata Arsen kemudian.
Anita tersenyum. “Terima kasih, Pih. Aku senang akhirnya kalian bisa bertemu. Dunia memang kecil, ya.”
“Benar,” sahut Arsen, sedikit tersenyum.
Beberapa saat mereka terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Anita memejamkan mata sejenak, mencoba meredakan nyeri yang masih membekas, sementara Arsen memegang tangan istrinya erat-erat, mencoba memberi kekuatan lewat sentuhan.
“Aku tidak keberatan kalau kalian berteman baik, selama semua masih dalam batas yang wajar,” ucap Arsen dengan nada lembut namun penuh peringatan.
Anita membuka mata dan menatap suaminya dengan pandangan penuh kasih. “Aku tahu itu, Pih. Dan aku berjanji tidak akan pernah menyembunyikan hal penting darimu. Baim adalah teman baik yang cukup mengenalku. Papih tidak perlu khawatir”
Arsen mengangguk. Ia percaya pada istrinya. Ia tahu Anita bukan tipe wanita yang mudah tergoda atau menyimpan rahasia. Namun sebagai seorang suami, kekhawatiran itu tetap ada, terutama ketika seseorang dari masa lalu tiba-tiba muncul kembali.
“Kalau begitu, sekarang kau istirahat saja. Aku akan menyiapkan makan malam untuk kita nanti”
“Benarkah?” tanya Anita sambil tersenyum lebih lebar.
“Iya, aku akan memasak menu favoritmu, mungkin saja dengan itu perutmu bisa menerima makanan tanpa merasa mual”
Dengan senyum lega, Anita memejamkan mata kembali. Kali ini dengan rasa tenang yang lebih dalam. Sementara itu, Arsen masih duduk di sisi ranjang, belum beranjak sedikit pun. Hatinya mengandung kegelisahan, namun Arsen tau pikiran negatif akan berdampak pada hal yang buruk. Ia berdoa—semoga semua ini hanya gangguan ringan, dan kehamilan Anita akan berjalan lancar hingga hari persalinan tiba.
apakah akan terus memaklumi sikap suaminya yg semau dia sendiri!! 🤨
dia hanya bisa sakitin Anita dan bakal respek ke Anita kalo bisa kasih keturunan.
padahal Anita wanita yang baik, meski berkarir pun ga pernah tuhhh lupa dengan kewajiban sebagai istri.
percayalah Arsen, belum tentu ada istri yang se Ter baik kayak Anita di luaran sana.
apalagi di bandingan Natasya dan adek loee, jauhhhh bangettt donk sen... tetep anitalah yg Ter Ter baik ...
kena mental gak yah sama ucapan baim "jangan tinggalkan anita lagi"...
biar terseret arus aja kau sekalian! 😤
biar Anita nanti dengan laki2 yg benar2 bisa mencintainya dan membahagiakan dia dengan sempurna dan tulus ikhlas...
gak Mudi an kaya kamu!! 🤨
Mudah tergoda juga!!
dan intinya kau Egois !!!!
Hanya memikirkan diri mu saja, tanpa memikirkan bagaimana perasaan pasangan mu!! 🤨😡
Biar Tau rasa kalau kau Jadi sama cewek manja macam itu!!! 😡🤨
atau.. skalian matre!!! biar habis harta mu yg kau kerja capek-capek!!!
dan yg paling penting, Cewek macam itu Gak akan bisa di andalkan!!! hanya bagus di Awal nya aja!!! karena itu cuma sekedar Pancingan aja bagi laki2 Plin plan kaya kamu 😝😏😏
dan di jebak pun pas banget lelaki pecundang. selamat kalian pasangan serasi, tapi ingatlah karma itu nyata.
Anita berhak bahagia tanpa di sisi Arsen.