NovelToon NovelToon
Bintangku 2

Bintangku 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Kisah cinta masa kecil / Cintapertama / Keluarga / Cintamanis
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Sabana01

sambungan season 1,
Bintang kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan kuliahnya, tiba-tiba omanya berubah. ia menentang hubungannya dengan Bio

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sabana01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

satya diantara mereka

Satya mulai sering muncul sejak pagi itu.

Awalnya hanya sekali—datang bersama Oma ke rumah, membawa berkas lama dari Inggris yang katanya masih perlu ditandatangani Bintang. Lalu dua hari kemudian, ia muncul lagi, kali ini mengantar dokumen kantor yang tertinggal. Hari-hari berikutnya, kehadirannya terasa semakin biasa, terlalu biasa.

Bio memperhatikannya dari jarak yang tidak pernah benar-benar jauh.

Satya selalu bersikap sopan. Senyumnya tenang, tutur katanya rapi. Ia tidak pernah bersikap berlebihan, tidak pernah menyentuh Bintang sembarangan, bahkan selalu menjaga jarak. Justru itu yang membuat Bio sulit marah.

Karena tidak ada yang bisa ia salahkan secara terang-terangan.

Pagi itu, Bio datang ke rumah Oma membawa kopi hangat dari kedainya. Ia sengaja datang lebih awal, berharap bisa mengantar Bintang ke kantor seperti biasa. Namun begitu melangkah masuk ke ruang tengah, pemandangan itu langsung menyambutnya.

Bintang duduk di sofa, mengenakan kemeja kerja warna krem. Di sampingnya, Satya berjongkok sambil memperbaiki tali sepatu hak tinggi Bintang yang tampak longgar.

“Kayaknya gespernya rusak sedikit,” ujar Satya ringan. “Kalau dipakai seharian, bisa lepas.”

“Oh ya?” Bintang menunduk, terlihat tidak terlalu memikirkan hal itu. “Aku nggak sadar.”

Bio berhenti melangkah.

Dadanya mengeras, seperti ada sesuatu yang menekan dari dalam. Bukan karena apa yang Satya lakukan—tapi karena betapa normalnya semua itu terlihat.

“Oke, sudah,” kata Satya sambil berdiri. “Sekarang aman.”

“Terima kasih, Sat,” Bintang tersenyum hangat.

Senyum yang sama.

Senyum yang biasanya Bio lihat setiap pagi.

“Paginya wangi kopi,” suara Oma terdengar dari belakang. “Bio datang rupanya.”

Bio tersenyum tipis, lalu melangkah masuk sepenuhnya. “Aku bawain kopi. Yang biasa buat Bintang.”

Bintang langsung berdiri, matanya berbinar kecil. “Kamu ke sini pagi-pagi?”

“Iya,” jawab Bio. “Kupikir… aku bisa nganter kamu.”

Satya melirik sekilas, lalu tersenyum sopan. “Aku juga mau ke kantor yang sama. Kalau mau barengan—”

“Nggak,” potong Bio cepat, lalu terdiam sesaat. “Maksudku… Bintang biasanya sama aku.”

Bintang menoleh, menangkap nada yang berbeda. Ia mendekat, menggenggam lengan Bio pelan, seolah ingin menenangkan.

“Bio yang anter aku,” katanya lembut. “Seperti biasa.”

Satya mengangguk, tidak keberatan. “Baik. Aku menyusul saja.”

Ia pamit dengan sopan, lalu pergi meninggalkan ruangan.

Begitu pintu tertutup, keheningan jatuh di antara mereka.

Bio menarik napas panjang, mencoba menahan sesuatu yang bergejolak. Bintang menatapnya, lalu tersenyum kecil.

“Kamu kenapa?” tanyanya pelan.

“Kenapa apa?”

“Kamu kelihatan… tegang.”

Bio menggeleng. “Nggak apa-apa.”

Bintang tidak langsung percaya. Ia mengambil kopi dari tangan Bio, lalu menyesap sedikit.

“Kopinya enak,” katanya. “Kamu bikinnya lebih halus dari kemarin.”

Bio tersenyum tipis. “Aku ganti grind size.”

Bintang tertawa kecil. Tawa ringan yang selalu berhasil membuat Bio sedikit lebih tenang.

Di mobil, suasana kembali seperti biasa. Musik pelan mengalun, dan Bio menyetir dengan satu tangan. Bintang menyandarkan kepala sebentar ke bahunya saat lampu merah menyala.

“Kamu capek?” tanya Bio.

“Sedikit,” jawab Bintang. “Tapi aku senang kamu datang pagi ini.”

Bio meliriknya. “Kenapa?”

“Karena… rasanya aman.”

Kata itu membuat Bio terdiam.

Ia ingin bicara.

Tentang Satya.

Tentang perasaan sesak yang tidak ia pahami sepenuhnya.

Tentang ketakutan kecil bahwa ia akan kembali tertinggal.

Tapi kata-kata itu tertahan di tenggorokannya.

Sebagai gantinya, Bio mengangkat tangan Bintang dan mengecup punggungnya singkat.

“Aku jemput kamu sore nanti,” katanya.

Bintang tersenyum, lalu mengangguk. “Jangan telat.”

Di balik senyum itu, Bio tahu satu hal dengan pasti:

Ia mencintai Bintang.

Dan justru karena itu, kecemburuannya menjadi sesuatu yang tidak bisa ia ucapkan dengan mudah.

Sementara di kejauhan, Oma Rosmawati memperhatikan dari jendela lantai atas.

Tenang.

Diam.

Dan mulai menyusun pikirannya sendiri.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!