Tiffany, tiba-tiba dijemput oleh kedua orang tua kandungnya. Berharap ini awal kebahagiaan darinya, dimana gadis miskin yang ternyata anak dari keluarga kaya.
Namun tidak, inilah awal dari neraka baginya. Meira yang selama ini tinggal bersama keluarganya, melakukan segala cara untuk menghancurkan Tiffany.
Membuatnya dibenci oleh keluarga kandungnya, dikhianati kekasihnya. Hingga pada akhirnya, mengalami kematian, penuh kekecewaan.
"Jika dapat mengulangi waktu, aku tidak akan mengharapkan cinta kalian lagi."
***
Waktu benar-benar terulang kembali pada masa dimana dirinya baru dijemput keluarga kandungnya.
Kali ini, dirinya tidak akan mengharapkan cinta lagi.
"Kalau kamu menolakku, aku akan bunuh diri." Ucap seorang pemuda, hal yang tidak terjadi sebelum waktu terulang. Ada seseorang yang mencintainya dan mengharapkan cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Katak Laboratorium
Semuanya ada dalam kepanikan. Membawa Meira ke rumah sakit adalah prioritas mereka saat ini. Segera setelahnya Tiffany bangkit.
Sang supir membukakan pintu mobil. Semua orang hendak masuk, termasuk Tiffany yang paling lambat, paling malas. Tapi penuh rasa ingin tahu.
Sang supir mulai menyalakan mesin mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Sedangkan Tiffany saat ini berada dalam posisi memangku kepalanya Meira. Ibunya memangku bagian kaki.
Menghela napas berkali-kali, seharusnya bukan gagal ginjal bukan? Karena gagal ginjal akan terjadi setahun lagi.
Sebelum waktu terulang ini tidak terjadi. Rasa penasaran ada dalam diri Tiffany, perlahan wajahnya tersenyum menyeringai.
Mendekatkan bibirnya pada bibir Meira.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Tanya Safira.
"Memberikan napas buatan. Ibu fikir aku akan berbuat buruk pada adikku tersayang?" Kalimat dari Tiffany membuat sang ibu merasa bersalah.
"Maaf..." Ucap Safira pada putrinya, benar-benar menurunkan egonya.
Kalimat yang terdengar oleh Meira, membuat wajah Meira sedikit berkerut. Tiffany menipiskan bibir menahan tawanya. Jadi ini hanya kebohongan?
Tapi satu hal untuk memastikan segalanya. Tiffany menyipitkan matanya, kemudian pura-pura memberikan napas buatan. Ternyata benar! Wajah pucatnya hanya make-up. Adiknya benar-benar pintar... lawan yang sepadan. Jika terlalu mudah dikalahkan tidak akan menarik bukan?
"Aku...dia masih tidak sadarkan diri. Bahkan setelah diberikan napas buatan." Ucap Tiffany menghela napas. Ingin melihat lebih banyak lagi, bagaimana adik br*ngseknya membuat gedung pencakar langit, agar Tiffany bisa mengemudikan buldoser untuk merobohkannya.
"Meira! Apa kakak terlalu keras mendidikmu?" Tanya Tiffany, bagaikan menyesal. Tapi tanpa disadari Safira dirinya mencubit tubuh Meira berkali-kali dengan kencang.
Safira yang duduk memangku kaki Meira mungkin tidak menyadari perubahan ekspresi putri angkatnya. Tapi Tiffany yang memangku bagian kepala, benar-benar menikmati ekspresi Meira kala menahan rasa sakit, akibat cubitannya.
"Adikku tersayang, kita mulai permainan baru kita..." Bisik Tiffany tepat di telinga adik br*ngseknya.
Hanya hal kecil, tidak sepadan dengan apa yang dilakukan Meira. Tapi menyenangkan untuk bermain, sebelum meninggalkan keluarga ini setahun lagi.
Mobil berhenti di area parkir rumah sakit. Dengan cepat Meira dibawa ke ruangan gawat darurat. Beberapa perawat menghampirinya.
Sedangkan Tiffany, tengah mengukur bagaimana kehebatan kekuatan adik br*ngseknya.
"Meira..." Safira menitikkan air matanya. Bagaimana pun Meira dibesarkan dengan tangannya sendiri.
Yahya mengurus administrasi, sementara Roy tengah menenangkan ibunya.
Tiffany yang masih menggunakan seragam sekolah tersenyum, menguap beberapa kali.
Hingga dalam waktu 15 menit seorang dokter keluar."Pasien sudah melewati masa kritis, syukurlah segera dibawa ke rumah sakit. Pasien mengalami serangan jantung. Pasien mengidap jantung koroner, karena itu mohon jaga kestabilan emosinya. Jangan biarkan dia terlalu banyak melakukan aktivitas fisik."
"I...iya..." Ucap Safira menyanggupi. Kala kepanikan ketakutan akan kehilangan menyertai, maka logika seseorang akan lumpuh. Bagaikan melupakan segala kesalahan Meira.
Hal yang membuat Tiffany yang tengah meminum jus kemasan sedikit tersedak. Mengagumi kehebatan kemampuan adik br*ngseknya. Menyuap supir keluarga, bahkan dokter? Sungguh! Orang ini suhu!
Tapi menyenangkan jika dapat menginjak kepala orang bermartabat.
"Meira...Roy apa ibu keterlaluan pada adikmu?" Tanya Safira pada putranya.
"Tidak, Meira akan sembuh. Ibu tenang saja." Roy berusaha menenangkan ibunya.
Sementara Tiffany tengah mengirim pesan pada Martin tersayang. Mengingat, sudah pasti tidak akan ada yang ingat untuk mengantarnya ke sekolah.
Menghela napas, mengikuti langkah ibu dan kakaknya. Mengingat Meira akan dipindahkan ke ruang rawat inap.
***
Infus terpasang, entah tersambung atau tidak. Wajahnya pucat pasi benar-benar terlihat lemah. Perlahan Meira membuka matanya, kali ini dirinya akan membalikkan keadaan.
"Ibu..." lirihnya menatap ke arah Safira, yang memegang tangannya terlihat cemas.
"Iya sayang..." Ucap Safira pelan, merasa hampir kehilangan salah satu putrinya.
Menatap ke arah orang-orang. Roy ada didekatnya benar-benar memandangnya penuh rasa iba. Begitu pula dengan sang ayah.
Sementara Tiffany, tengah meminum jus dengan tenang. Benar-benar menyebalkan kakak yang sudah mencubitnya berkali-kali dalam mobil.
"Kakak, aku merasa bersalah pada kak Tiffany. Kakak memaafkan ku bukan?" Tanya Meira lemah.
Tiffany tersenyum ceria."Tentu saja tidak."
"Tiffany! Lihat keadaan Meira. Bagaimana jika keadaannya bertambah buruk!?" Bentak Roy.
"Kakak! Jangan berteriak, fikirkan keadaan Meira. Orang yang memiliki penyakit jantung, bagaimana kakak bisa berteriak di dekatnya." Gadis yang masih saja terlihat tengil. Benar-benar kejahatan maksimal.
"I...bu... Ibu..." Napas Meira terlihat sesak. Tentu saja dirinya melakukan semua ini agar Tiffany disalahkan.
"Panggil dokter!" Roy bergerak memanggil perawat menggunakan tombol di dekat tempat tidur pasien.
Kala dokter memasuki ruangan, Tiffany tidak memberikan jalan. Bahkan mendorong sang dokter, hingga tersungkur.
"Tiffany!" Geram sang ayah.
"Dokter ini tidak becus! Selamatkan nyawa adikku! Jika tidak, kamu akan tau akibatnya." Tiffany tersenyum, menatap sang dokter yang memandang sinis ke arahnya.
Mulai melangkah, entah apa yang dilakukannya pada Meira. Karena keluarga mundur menjauh saat ini.
"Kondisi pasien memburuk!" Kalimat yang tercetus dari sang dokter.
"Meira..." Safira tertunduk sembari menangis.
Sementara Roy menatap ke arah Tiffany."Tiffany, bantu kami untuk menjaga perasaan Meira."
Tiffany mengangkat sebelah alisnya. Ingin rasanya dirinya tertawa, walaupun tidak punya bukti pasti. Jika mengambil pisau kemudian mengancam Meira saat ini, maka drama akan berakhir. Tapi tidak akan menarik bukan?
"Aku akan menghargai dan menjaga perasaan Meira. Setelah dia menjaga perasaanku." Jawab Tiffany membuat semua orang menoleh sengit padanya.
"Apa!? Kenapa kalian melihat ke arahku? Bagaimana jika aku terkena stroke usia dini karena terlalu sering menahan amarah." Kalimat dari Tiffany penuh senyuman.
Alat bantu pernapasan dipasang pada Meira. Begitu juga dengan penjepit kecil untuk mengukur tekanan darah. Tapi dokter masih terlihat sibuk entah melakukan apa.
"Ayah! Bukankah dokter ini tidak profesional? Dia membiarkan keluarga pasien berada di ruang rawat sementara pasien menerima penanganan. Benar-benar rumah sakit murahan. Bagaimana bisa adik br*ngsekku yang manis dirawat di rumah sakit tidak berkelas seperti ini." Kalimat Tiffany menbuat Yahya yang pada awalnya hanya panik, melirik ke arah putrinya.
"Keluarga pasien mohon keluar." Salah seorang perawat yang mungkin juga menerima suap berucap.
"Baru memberikan perintah setelah aku suruh. Entah rumah sakit macam apa... adikku sudah sekarat seperti ini." Tiffany meraih handphonenya dari tas.
"Kamu menghubungi siapa?" Tanya Yahya.
"Martin, rumah sakit ini tidak berkelas. Aku ingin Martin memindahkan Meira ke rumah sakit lain. Jika keadaannya belum stabil juga." Kalimat dari Tiffany yang terdengar, membuat sang dokter maupun Meira benar dalam kepanikan.
"Aku akan memindahkan Meira ke rumah sakit lain. Jangan meminta bantuan orang luar (Martin)." Ucap Roy mengambil handphonenya.
Tapi.
"Kakak, sekalian katakan tentang persiapan operasi pemasangan ring pada jantung." Benar-benar tersenyum tenang Tiffany kali ini. Adik br*ngseknya akan dibedah bagaikan katak.
si ratu drama gak tau aja Yahya mlh dah mengetahui segalanya tentang dirinya, hanya pinter bersandiwara didepan semuanya. tukang kibul dikibulin gantian 😁
jadi Salah faham disini..
memang si miera harus disiksa dulu . karena dia membuat semua memebenci Tiffany..
semangatttt thor...lanjuttttkan