"Nikah Dadakan"
Itulah yang tengah di alami oleh seorang gadis yang kerap di sapa Murni itu. Hanya karena terjebak dalam sebuah kesalahpahaman yang tak bisa dibantah, membuat Murni terpaksa menikah dengan seorang pria asing, tanpa tahu identitas bahkan nama pria yang berakhir menjadi suaminya itu.
Apakah ini takdir yang terselip berkah? Atau justru awal dari serangkaian luka?
Bagaimana kehidupan pernikahan yang tanpa diminta itu? Mampukan pasangan tersebut mempertahankan pernikahan mereka atau justru malah mengakhiri ikatan hubungan tersebut?
Cerita ini lahir dari rasa penasaran sang penulis tentang pernikahan yang hadir bukan dari cinta, tapi karena keadaan. Happy reading dan semoga para readers suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imelda Savitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benturan Dua Prinsip
Di sebuah rumah megah dua lantai yang berdiri mencolok di tengah kampung Sukaendah, suasana awalnya begitu tenang. Angin sore meniup pelan tirai putih yang tergantung di jendela lebar ruang tamu, membelai lembut perabotan klasik dari kayu jati.
Rumah itu dikenal sebagai satu-satunya bangunan paling mewah di kampung tersebut, sekaligus merupakan rumah milik Pak Darmawan, yang merupakan ketua RT sekaligus ustadz yang paling disegani di kampung tersebut.
Namun, ketenangan itu buyar dalam sekejap mata, ketika suara bentakan seorang pemuda pecah dan menggema di seluruh rumah. Langkah kaki yang berat menghentak lantai marmer, dan dari arah pintu masuk, seorang pemuda muncul dengan wajah tegang dan sorot mata yang menyala penuh amarah.
"Pak, apa benar kalau Murni menikah atas perintah bapak?!" Tanya nya dengan suara geraman yang menunjukkan emosi yang tertahan.
Baru saja ia sampai di kampung, namun ia langsung mendapati kabar buruk jika gadis yang sejak lama ingin ia nikahi, tiba-tiba dikabarkan telah menikah dengan orang lain.
Pak Darmawan yang semula duduk tenang di sofa, sembari bercengkrama santai dengan seorang tamu, sontak menoleh. Wajahnya tetap tenang, tapi sorot matanya nampak tajam, memindai anak laki-lakinya yang kini berdiri di tengah ruangan seperti badai yang baru saja datang menghantam.
Ia meletakkan cangkir teh yang semula hendak ia minum, tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari wajah sang anak.
"Apa begini adab yang bapak ajarkan padamu Rud?" tanyanya Darmawan balik, Nada suara Darmawan terdengar menekan, bagaikan sebuah cambuk yang diayunkan perlahan tapi menghujam dalam, seakan ingin menciutkan nyali sang putra,
Namun pemuda itu tetap tidak takut sedikitpun, justru ia semakin gundah karena tidak mendapatkan jawaban yang diinginkannya.
"Jawab pak!" Serunya dengan nada menekan.
Darmawan melirik putranya beberapa detik sebelum akhirnya menjangkau cangkir teh dan menyeruputnya.
"Itu benar." Jawabnya akhirnya tanpa memandang ke arah putranya yang benar-benar dalam detik itu juga terbakar oleh amarah.
"Kenapa pak?! Kenapa bapak biarkan Murni nikah sama orang lain?!" serunya lantang, suaranya bergetar antara marah dan kecewa. "Bapak sendiri tahu, kan?! Kalau aku cinta sama Murni! Dari dulu, pak! Dari Dulu!"
"Rudi! Apa begini adab mu dengan bapak mu?! JANGAN KURANG AJAR NAK!" Teriak sang ibu yang marah dengan sikap putranya yang berani meninggikan suaranya di hadapan sang ayah.
Pemuda bernama Rudi itu hanya diam, dengan tarikan nafas yang berat.
"Bu, apa ibu lupa dengan janji ibu?" Tanya Rudi balik memandang wajah sang ibu. "Kalian bilang kalau Rudi menuruti semua kemauan bapak dan ibu, kalian berjanji akan merestui aku menikah dengan Murni. Tapi sekarang apa?" Nada suara Rudi yang awalnya meninggi perlahan merendah bagaikan semangat nya yang ikut meluruh.
Ekpresi wajah Dinda yang awalnya mengeras dengan mata yang melebar mendadak bungkam. Sang ibu seketika itu juga memalingkan wajahnya.
"Rudi ingin tahu, kenapa bapak menyuruh Murni menikah dengan orang asing?" Rudi kembali membuka suaranya.
Cukup lama hening, sebelum akhirnya suara sang ayah mulai terdengar. "Karena dia berzina." Tekan Darmawan.
Rudi seketika mengerutkan keningnya, menatap sang ayah yang tampak tenang memberitahukan perihal mengejutkan itu.
"Bapak jangan mengada-ada, Murni tak mungkin melakukan hal itu pak." Rudi masih berusaha bersikap tenang, ia tidak mungkin secepat itu percaya.
Sang ibu terdengar menghela nafas berat sebelum akhirnya mengangguk, "Itu benar nak, jadi itulah pilihan bapak mu menyuruhnya menikah."
"Nggak... Nggak mungkin. Bu, Murni bukan orang yang seperti itu." Rudi masih tidak percaya.
"Itu benar nak, kalau ndak percaya tanya pak RW. Iya kan pak?" Dinda menatap sang tamu seolah menunggu tanggapannya.
Sang tamu pun mengangguk membenarkan, "iya, itu benar nak Rudi." Ujarnya.
Tubuh Rudi mendadak terasa lemas ketika mendengar kebenaran tersebut. Baru saja ia dikejutkan dengan berita Murni yang sudah menikah, namun setelah tahu kebenaran yang lain, membuat Rudi semakin tidak mampu berkata-kata.
"Nak, sebaiknya kamu mandi. Kamu pasti capek kan. Sini, biar ibu bantu bawain kopernya." Sang ibu seketika bangkit lalu mendekati sang putra yang baru saja menempuh perjalanan jauh dari kota.
Rudi membiarkan sang ibu menyeret kopernya dan segera melangkah masuk ke dalam rumah.
"Perempuan rusak kayak begitu masih aja mau dipertahanin." Gumam pak Darmawan yang berhasil terdengar jelas oleh Rudi.
Rudi yang hendak masuk seketika menghentikan langkahnya dan berbalik melangkah mendekati sang ayah. Dengan keberanian yang besar, Rudi berdiri tegak tepat di hadapan sang ayah.
“Pak, cukup. Apa bapak bisa berhenti ngasih penilaian buruk tentang Murni?" suaranya terdengar bergetar menahan emosi. “Aku kenal Murni, pak. Dia bukan perempuan kayak gitu.”
Suasana yang awalnya hening dalam hitungan detik kembali menegang. Pak Mahmud yang tengah duduk di sana bahkan bisa merasakan ketegangan yang terasa jauh lebih berat dari sebelumnya.
Mendengar ucapan yang keluar dari mulut sang anak, membuat pak Darmawan menyunggingkan seringai sinis, disusul suara tawaan pendek yang menyiratkan meremehkan.
“Kenal? Kamu kenal dari mana? Dari senyumnya? Dari tingkahnya yang manis di depan kamu? Jangan bego, Rud. Bapak ini lebih lama makan garam, tahu mana yang tulus, mana yang penuh akal."
Rudi langsung menimpali, “Bapak gak ngerti Murni kayak aku ngerti dia.”
Mendengar kalimat penekanan itu, Darmawan seketika berdiri dari kursinya, sorot matanya tampak semakin tajam. “Justru karena bapak ngerti, makanya bapak gak sudi dia masuk ke keluarga ini!”
“Kenapa sih, pak? Salah Murni apa?” Rudi nekat, meninggikan suaranya.
“Salahnya banyak!” bentak Darmawan. “Apa yang kamu suka dari dia, hah?!" lanjut Darmawan, dengan volume suara yang ikut meninggi.
"Wajah? Cantik aja kagak. Pintar juga kagak. Prestasi? Nihil. Belum lagi masa lalunya, yang bikin malu itu!”
"Pak, semua orang bisa berubah," sahut Rudi, mencoba tenang walau nada suaranya mulai bergetar. "Kasus itu pun nggak membuktikan kalau Murni bersalah!"
“Berubah dari mana? Omongan orang masih banyak soal dia! Bapak ini mikir panjang, Rud. Kamu anak ustadz, anak RT. kamu punya masa depan. Masa kamu pilih perempuan yang masa depannya aja suram begitu?"
Rudi mengepalkan tangannya. Nafasnya memburu, menahan amarah yang makin sulit dikendalikan.
"Bapak lihat dia cuma dari masa lalunya. Tapi aku lihat dia dari cara dia bertahan, dari cara dia tetap hormat sama orang tua, walau sering direndahkan." Balasnya. "Dan aku sayang sama dia pak." Lanjutnya terdengar lirih.
Pak Darmawan menunjuk dada Rudi dengan telunjuk keras. “Sayang gak cukup buat hidup, Rud! Cinta gak bakal bayarin listrik, gak bakal beliin beras! Kamu itu masih polos, gampang dibutakan perasaan. Bapak ini jaga nama keluarga, kamu ngerti?!”
Rudi menunduk sebentar, lalu mendongak lagi.
“Jadi ini cuma soal nama, ya pak? Soal gengsi?”
“Ya! Gengsi itu penting! Kita ini keluarga terpandang di kampung. Dan Bapak gak rela perempuan kayak dia nginjek rumah ini sebagai mantu!”
Rudi menarik napas panjang. “Kalau keluarga ini lebih mikirin gengsi dari pada kebahagiaan anaknya sendiri, berarti ini bukan rumah... tapi penjara, Pak.”
Kemudian, Rudi melangkah pergi, meninggalkan keheningan yang terasa berat selepas pertengkaran tadi.
.
.
.
Brakk!!
Rudi membanting pintu kamarnya dengan kasar, lalu melangkah cepat menuju ranjang yang sudah lama tak ia sentuh. Napasnya masih memburu, dadanya naik turun tak beraturan. Dengan gerakan tergesa, ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, lalu langsung membuka daftar kontak.
Jarinya bergerak cepat, namun berhenti ketika layar menampilkan satu nama yang membuatnya terpaku 'Murni’. Tatapannya kosong menelusuri huruf-huruf itu, seakan mencoba menembus waktu.
“Hah…”
Helaan napas berat lolos dari mulutnya. Ada kepedihan yang tak bisa disembunyikan dari raut wajahnya.
Setelah beberapa detik ragu, akhirnya ia menekan tombol panggil.
Tut… Tut… Tut…
Tak ada jawaban. Hanya suara monoton yang terus berulang. Hingga akhirnya...
"Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi. Silakan coba beberapa saat lagi."
Rudi menatap layar kosong ponselnya, dan untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa kenyataan jauh lebih menyakitkan daripada sekadar dugaan.
[Kata-kata Dari Author]
Hi readers. Makasih ya udah mau baca karya author sampai sini. Sebelumnya, Author mau minta maaf karena beberapa hari ini gak update 🥹 maaf ya. Alasan Author gak bisa update, karena sempat sibuk dengan acara kelulusan SMA, dan author baru lulus😌 Nah, jadi beberapa hari ini Author lumayan sibuk dengan: Persiapan Lamaran Kerja. Author kudu kesana sini nyiapin berbagai berkas untuk melamar pekerjaan, mulai dari belajar bikin CV, bikin surat lamaran, fotocopy berkas-berkas, bikin SKCK, SKS, dll😭 dan itu benar-benar bikin author kesusahan dan gak ada waktu buat mikir.
😮💨: Kenapa pas pelajaran di sekolah kelas 12 gak pernah di ajarin soal kehidupan selepas lulus sekolah? Gak pernah di ajarin cara bikin CV, surat lamaran. Dan hal-hal lain mengenai melamar pekerjaan 🥹.
Jadi, author harap, kalian semua tetap membaca karya author yang ini, author bakal usahain karya yang ini berakhir (tamat) dengan bagus, sesuai harapan kalian. Oke cukup sekian, selebihnya doain semoga author bisa cepat keterima di tempat kerja ya.
See you~
ga cocok msk ke circle kaan. 😅😅😅
aq plg ga suka sm tokoh pajangan yg bermodal baik hati & cantik aja tp ga pny kontribusi apa2 di alur cerita. 🤣🤣🤣