Kecelakaan maut yang menimpa sahabat baiknya, membuat Dara Asa Nirwana terpaksa menjalani nikah kontrak dengan Dante Alvarendra pria yang paling ia benci.
Hal itu Dara lakukan demi memenuhi wasiat terakhir almarhumah untuk menjaga putra semata wayang sahabatnya.
Bagaimanakah lika-liku perjalanan lernikahan kontrak antara Dara dan Dante?
Cerita selengkapnya hanya ada di novel Nikah Kontrak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chaper - 28
"Kalian berdua ini tak ada habisnya membuat masalah," ujar pengacara Max dengan kesal. "Untung saja Pak Albert mau mencabut laporannya terhadap kalian."
Begitu mendapat laporan jika Dante dan Dara berada di kantor polisi, sang pengacara bergegas menghampiri dan membantu mereka.
"Kami bukan pencuri, kami hanya ingin melihat Dion," sanggah Dara. "Aku mendengar dengan jelas jika Dion menangis histeris, dan aku yakin sesuatu terjadi padanya. Kita harus menolongnya, kita harus membawa pulang..."
"Berhentilah berhalusinasi," sanggah pengacara. "Dion baik-baik saja, kehidupannya jauh lebih baik sekarang." Ia menyodorkan foto-foto yang di kirimkan petugas dinas sosial atas kunjungannya pagi tadi.
"Max adalah klienku. Jadi, aku pun turut serta mengawasi Dion dan memastikan kehidupan yang layak untuk anak itu. Lagipula memangnya saat bersama kalian, apa Dion tidak pernah menangis?" pengacara menatap Dante dengan tajam. "Bukankah kau juga pernah meninggalkannya berpesta, saat Dion sedang sakit?"
Dante langsung merasa bersalah jika mengingat hal itu.
"Dan kau juga," tatapan pengacara beralih pada Dara. "Kau pernah meninggalkannya demi berkencan dengan suami orang, sehingga Dion di titipkan pada supir taxi. Dimana otak kalian? Tidakkah kalian berpikir bagaimana jika supir taxi itu membawa kabur Dion?"
Sang pengacara berdecak kesal. "Sekarang kalian sok-sokan mau jadi pahlawan kesiangan dan mencari-cari kesalahan Pak Albert dan Bu Cindy. Mereka berbeda dengan kalian, Pak Albert meninggalkan Dion karena mengantar istrinya ke rumah sakit." Ia menjelaskan jika Cindy tersandung, kemudian kakinya terkilir sehingga suaminya melarikannya ke rumah sakit.
Itulah sebabnya Albert tidak dapat di hubungi, Albert tidak mengizinkan Dara dan Dante masuk sebab peraturan di rumah mereka memang tak membolehkan orang asing masuk ketika tuan rumah sedang tidak ada. "Bukankah itu adalah hal yang wajar? Harusnya kalian bersabar sebentar, bukan malah membuat onar."
Sang pengacara merapihkan jasnya yang kusut karena terburu-buru datang ke kantor polisi. "Dan bukankah kalian sepakat bercerai? Kenapa masih bersama-sama? Mana surat nikah kalian? Katanya mau aku daftarkan tapi kalian belum menyerahkannya sampai sekarang."
"Kami tidak jadi bercerai," jawab Dante.
"Tolong bantu kami untuk banding agar bisa mendapatkan Dion kembali," sahut Dara, ia tak peduli dengan alasan yang di sampaikan sang pengacara soal tangisan Dion, yang jelas nalurinya berkata telah terjadi sesuatu pada anak itu. "Aku mohon bantulah kami, sekali ini saja."
Sang pengacara menggelengkan kepala. "Kalian benar-benar orang gila yang tak tahu malu. Bikin masalah saja." Ia melangkah pergi meninggalkan kantor polisi.
***
Sepanjang perjalanan, hingga tiba di rumah Dara terus menangisi Dion. "Dante aku yakin telah terjadi sesuatu dengan Dion. Hiks... Bagaimana ini pengacara Max sudah tidak ingin menolong kita lagi?"
Dante menepuk-nepuk punggung Dara dengan lembut, sebetulnya ia pun merasakan apa yang Dara rasakan. Firasatnya mengatakan telah terjadi sesuatu dengan Dion, tapi bagaimana untuk bertemu dan membuktikannya? Albert dan Cindy memiliki bukti dan alibi yang sangat kuat.
Ditengah kesedihan yang mereka rasakan, tiba-tiba saja handphone Dante berdering. Ada satu panggilan masuk dari ibunda Dante.
"Mama telepon, kenapa tidak diangkat?" tanya Dara, ia melihat Dante hanya memandangi handphonenya.
Setelah menghela napas panjang, akhirnya Dante menjawabnya. "Halo," ucap Dante.
"Dante, kau ini ada dimana? Pakde Wahyu bilang kau belum sampai di Jogja," ucap Alice dari seberang telepon.
"Aku tidak jadi ke Jogja," jawab Dante. "Aku menerima tawaran program infotaiment di Jakarta."
"Ooh jadi kau masih di Jakarta? Baguslah kalau begitu, kau jadi punya banyak waktu untuk mengurus perceraianmu dengan Dara. Kapan surat cerainya keluar? Mama ingin mengenalkanmu dengan anaknya teman Mama. Mama tidak ingin kau dekat-dekat lagi dengan Angel."
"A-aku dan Dara memutuskan untuk tidak bercerai," ucap Dante hati-hati.
"APA??" Alice terdengar begitu terkejut. "Rencana keji apa lagi yang kalian mainkan? Kalian belum puas mempermainkan janji pernikahan yang suci? Mama tidak sudi memiki menantu seperti Dara. Tuhan saja berani kalian mainkan, bagaimana dengan kami?"
"Mah..." Dante mencoba menenangkan ibundanya.
Sesuai prediksinya, jika kali ini kedua orang tuanya sulit menerima Dara. Mereka sudah terlanjur kecewa pada Dante dan Dara. Alice bahkan ingin segera menjodohkan Dante, agar tidak salah lagi memilih pasangan.
"Kami tidak punya rencana apa-apa? Kami saling mencintai dan ingin melanjutkan pernikahan ini sampai maut memisahkan," ujar Dante sembari melirik ke arah Dara yang duduk di sebelahnya, ia menggenggam erat tangan Dara.
"Bohong! Kalian pasti ingin naik banding untuk mendapatkan Dion kembali, agar kalian bisa menikmati harta peninggalan Max dan Yulia."
"Kami memang berencana menganjukan banding agar Dion bisa kembali lagi, tapi itu tidak ada kaitannya dengan harta Max," ujar Dante tidak terima, ia menceritakan apa yang baru saja terjadi pada dirinya.
"Aku yakin telah terjadi sesuatu dengan Dion, untuk itulah kami ingin Dion kembali. Dia anak kami..."
"CUKUP DANTE!!" potong Alice. "Dion sudah memiliki orang tua yang sempurna, dia tinggal di keluarga berada dan bahagia. Kalian jangan lagi mengusik anak itu. CERAIKAN DARA SEKARANG JUGA! MAMA DAN PAPA TIDAK AKAN PERNAH MENERIMA DIA LAGI."
"Tidak akan pernah! Sampai mati pun aku tidak akan pernah melepaskan Dara," ucap Dante dengan tegas
"Kau pilih wanita itu atau Mama?"
"Mah..." protes Dante, tentu ia tidak bisa memilih antara ibu dan istrinya, keduanya begitu berarti bagi dirinya. "Mama tidak bisa seperti ini."
"Kau pilih, Mama atau dia? Kalau kau tidak menceraikan Dara, kau bukan anak Mama lagi!"
"Aku pilih istriku," jawab Dante tanpa pikir panjang, ia mematikan sambungan teleponnya.
Tangis Dara semakin pecah mendengar perdebatan antara Dante dengan ibunya. "Dante kenapa kau seperti ini? Dia ibumu, tidak seharusnya kau lebih memilih ibumu ketimbang aku, dia yang sudah melahirkan dan merawatmu."
Dante membawa Dara dalam pelukannya. "Kebahagiaan ibuku tanggung jawab ayahku, sementara tanggung jawabku adalah dirimu. Siapa yang akan ada di pihakmu jika aku berada di pihak ibuku? Kau adalah istri sekaligus ibu dari anakku, kau juga yang akan merawat anak-anakku."
Ia merangkum wajah Dara dan menghapus air matanya. "Ibuku akan baik-baik saja, dia tidak pernah lama jika marah. Jadi kau tidak perlu ambil hati, yang penting sekarang kita fokus pada Dion."
ternyata Yulia masih memiliki simpanan uang halal di luar hasil dari kegiatan komplotannya saat itu
itu foto harus di simpan sebagai kenangan donk
karena jika Dion punya akhlak dan adab yang baik maka insyaallah keberkahan akan selalu mengikuti Dion
jika Max dan Yulia itu adalah mafia berlian 🥺🥺🥺
tapi syukurlah karena dokter tersebut telah di tangkap