Di dunia yang dikuasai oleh kekuatan, Xiao Tian menolak tunduk pada takdir. Berasal dari alam bawah, ia bertekad menembus batas eksistensi dan mencapai Primordial, puncak kekuatan yang bahkan para dewa tak mampu menggapai.
Namun, jalannya dipenuhi pertempuran, rahasia kuno, dan konspirasi antara alam bawah, alam atas, dan jurang kematian. Dengan musuh di setiap langkah dan sahabat yang berubah menjadi lawan, mampukah Xiao Tian melawan takdir dan melampaui segalanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tian Xuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Harga yang Terlalu Mahal
Tekad yang Tak Tergoyahkan
Langit mulai meredup saat matahari tenggelam di ufuk barat. Xiao Tian duduk diam di ruang kecil tempat ibunya membuat kue, cahaya lampu minyak berkelap-kelip, memantulkan bayangan di wajahnya yang dipenuhi pikiran. Tangannya menggenggam sekantong kecil berisi koin emas, semua yang ia miliki.
Jumlahnya hanya seratus lima puluh emas.
Lima ratus emas. Jumlah yang diminta keluarga Wang untuk melunasi hutang ibunya adalah angka yang mustahil bagi rakyat biasa. Namun, meskipun ia tak bisa membayar semuanya sekarang, ia tidak akan tinggal diam.
Ibunya adalah satu-satunya keluarga yang ia miliki. Jika ia tak bisa melindunginya, lalu apa gunanya hidup ini?
Menatap sekantong emas dalam genggamannya, Xiao Tian menarik napas dalam. Ia menggenggamnya erat, seakan-akan sedang menggenggam harapannya yang rapuh.
"Baiklah…" gumamnya pelan, sebelum akhirnya bangkit berdiri.
Keesokan harinya, dengan langkah tegap, ia berjalan menuju kediaman keluarga Wang.
Negosiasi di Kediaman Wang
Kediaman keluarga Wang berdiri megah di tengah desa. Gerbang besarnya berwarna merah tua, dihiasi dengan ukiran naga yang melilit di kedua sisinya. Xiao Tian berhenti sejenak di depan gerbang itu, menatapnya dengan penuh tekad.
Dua pria berbaju hitam berdiri di depan gerbang, menatapnya dengan tatapan meremehkan.
"Ada urusan apa kau di sini, bocah?" salah satu dari mereka bertanya.
Xiao Tian mengangkat kepalanya dengan dingin. "Aku ingin bertemu Wang Qingshan. Aku ingin membicarakan hutang ibuku."
Para penjaga saling berpandangan, sebelum salah satu dari mereka masuk ke dalam. Tak lama kemudian, suara berat menggema dari dalam.
"Biarkan dia masuk."
Xiao Tian melangkah melewati gerbang besar, memasuki aula keluarga Wang yang luas. Wang Qingshan duduk di atas kursi kayu berukir naga, mengenakan jubah ungu yang menunjukkan statusnya sebagai kepala keluarga. Beberapa anggota keluarga Wang berdiri di sekelilingnya, termasuk Wang Liang, putranya yang terkenal dengan sifat sombongnya.
"Jadi kau datang," Wang Qingshan menyeringai. "Apakah kau membawa lima ratus emas?"
Xiao Tian tidak menjawab langsung. Ia mendekati meja besar di tengah ruangan dan meletakkan kantong kecil berisi koin emas di atasnya.
"Aku hanya memiliki ini untuk sekarang. Seratus lima puluh emas."
Ruangan itu langsung dipenuhi suara tawa sinis.
"Seratus lima puluh emas?" Wang Liang tertawa keras. "Bahkan itu tak cukup untuk membeli pakaian baru bagi salah satu pelayan kami!"
Xiao Tian tetap tenang. "Beri aku waktu untuk mendapatkan sisanya, dan aku akan membayar hutang ibu sepenuhnya."
Beberapa anggota keluarga Wang masih tertawa. Namun, Wang Qingshan hanya menatapnya dengan mata tajam sebelum akhirnya menghela napas seolah merasa kasihan.
"Xiao Tian…" katanya, "Dulu kau adalah jenius Sekte Langit Suci. Tapi sekarang? Kau hanyalah sampah. Tidak ada jaminan bahwa kau akan bisa mendapatkan sisa hutangnya."
"Aku berjanji akan melunasi semuanya," jawab Xiao Tian mantap.
Namun, Wang Qingshan hanya tersenyum tipis. "Aku tidak suka menunggu."
Lalu, dengan suara dingin, ia berkata, "Ambil wanita itu."
Ibu yang Dirampas
Mata Xiao Tian membelalak. "Apa yang kau lakukan?!"
Dari sisi ruangan, dua pria berbaju hitam menyeret masuk Lin Rou, ibunya. Wajahnya pucat, tubuhnya gemetar.
"Tian'er!" serunya dengan panik.
Xiao Tian langsung bergerak maju, tapi dua pengawal segera menghadangnya.
"Kami mengambil jaminan," Wang Qingshan berkata santai. "Jika kau benar-benar akan melunasi hutangnya, maka kau bisa menebus ibumu nanti."
"TIDAK!" Xiao Tian meraung, matanya berkilat dengan kemarahan. "Kau tidak bisa mengambil ibuku!"
Ia mengayunkan tinjunya ke arah pengawal yang menahannya. Namun, tubuhnya yang sudah kehilangan kekuatan spiritualnya terlalu lemah. Pukulan itu dengan mudah ditangkis, dan sebelum ia sempat bereaksi, tendangan keras menghantam perutnya.
"UGH!"
Tubuhnya terhempas ke belakang, membentur lantai marmer dengan keras. Ia terbatuk, darah mengalir dari sudut bibirnya.
"Tian'er!" Lin Rou berusaha berlari mendekatinya, tapi salah satu pria berbaju hitam menampar wajahnya hingga ia terjatuh ke lantai.
"JANGAN SENTUH DIA!" Xiao Tian meraung.
Ia mencoba berdiri, tapi lututnya gemetar. Ia tidak bisa bergerak dengan baik, tubuhnya masih terlalu lemah.
Di depan matanya, ibunya diseret keluar dari aula, sementara Wang Qingshan hanya menatapnya dengan senyum mengejek.
"Jika kau benar-benar ingin menyelamatkan ibumu, maka jadilah lebih kuat, Xiao Tian. Kalau tidak… jangan harap bisa melihatnya lagi."
Xiao Tian menggigit bibirnya hingga berdarah. Air matanya jatuh ke lantai dingin.
Hari ini, ia kehilangan ibunya.
Hari ini, ia bersumpah bahwa ia akan merebut kembali segalanya.
Kebangkitan dari Jurang Kegelapan
Xiao Tian terduduk di tanah dingin di luar gerbang keluarga Wang. Tubuhnya masih lemah, luka-luka akibat penganiayaan tadi masih terasa perih. Namun, semua itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang mengoyak hatinya.
Tangan Xiao Tian bergetar. Ia mengepalkan tinjunya dengan erat.
"Aku lemah…"
"Aku terlalu lemah…"
Tangisan Lin Rou saat ia diseret pergi masih terngiang di telinganya.
Saat itu, ia hanya bisa melihat.
Saat itu, ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Kemarahan membakar jiwanya.
Ia tidak bisa menerima ini.
Ia tidak akan membiarkan dunia terus menginjak-injaknya.
"Aku harus menjadi lebih kuat!"
Dengan sisa tenaga yang dimilikinya, Xiao Tian berdiri.
Ia menatap langit malam yang gelap.
Ia bersumpah, akan kembali.
Dan ketika ia kembali, dunia ini tidak akan bisa lagi meremehkannya.
(Bab 3 Bersambung…)