Sudah tahu tak akan pernah bisa bersatu, tapi masih menjalin kisah yang salah. Itulah yang dilakukan oleh Rafandra Ardana Wiguna dengan Lyora Angelica.
Di tengah rasa yang belum menemukan jalan keluar karena sebuah perbedaan yang tak bisa disatukan, yakni iman. Sebuah kejutan Rafandra Ardana Wiguna dapatkan. Dia menyaksikan perempuan yang amat dia kenal berdiri di altar pernikahan. Padahal, baru tadi pagi mereka berpelukan.
Di tengah kepedihan yang menyelimuti, air mata tak terasa meniti. Tetiba sapu tangan karakter lucu disodori. Senyum dari seorang perempuan yang tak Rafandra kenali menyapanya dengan penuh arti.
"Air mata adalah deskripsi kesakitan luar biasa yang tak bisa diucapkan dengan kata."
Siapakah perempuan itu? Apakah dia yang nantinya akan bisa menghapus air mata Rafandra? Atau Lyora akan kembali kepada Rafandra dengan iman serta amin yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Sikap Baik Yang Menurun
Talia masih tak percaya jika pagi ini dia diantar oleh Rafandra yang tak lain adalah atasannya. Pakaian santai yang digunakan menimbulkan tanda tanya.
"Apa dia tidak masuk kerja?"
Juga mobil yang sekarang Rafandra bukan mobil yang biasa dibawa ke kantor. Talia kembali dibuat tercengang karena mobil masuk area kantor dan menurunkannya tepat di depan pintu masuk. Sangat di luar ekspektasinya.
"Sore saya jemput lagi."
"Emang Bapak gak ke kantor?" Mulai memberanikan diri bertanya.
"Saya sedang ambil cuti." Hanya anggukan dengan sedikit kekecewaan yang menjadi jawaban.
Tangan Talia hendak membuka pintu mobil. Sebuah kalimat membuatnya kembali terdiam.
"Kalau ada apa-apa langsung hubungi saya."
Lembut dan perhatian Rafandra membuat Talia semakin tak bisa berkata. Pantas saja Lily tak bisa move on dari lelaki yang berada di balik kemudi.
.
Jantung Talia mulai tak aman. Tangannya sudah memegang dada ketika sudah terduduk di kursi kerja. Bayang wajah Rafandra pun masih berputar di kepala.
"Aku kira spek cowok kayak gitu cuma ada di novel. Ternyata di dunia nyata pun ada."
Ponselnya bergetar. Segera diraih dan nomor tak dikenal mengirimkan sebuah pesan.
"Jangan sungkan hubungi saya kalau ada yang mengganggu kamu."
Membeku dan mematung. Hanya itu yang bisa dilakukan. Jantung Talia pagi ini tak dibuat nyaman oleh sang atasan.
"Pelan-pelan, Pak," gumamnya di dalam hati.
Sedangkan sang pembuat jantung tak nyaman sudah melajukan mobil menuju kantor sang papi. Bukan Wiguna Grup melainkan RAP Corporate. Rafandra sudah bisa menebak apa yang akan papinya bahas.
Para karyawan di sana bersikap sangat sopan kepada Rafandra. Anak tunggal dari CEO perusahaan tambang besar yang akan menjadi penerus selanjutnya. Namun, Rafandra memilih untuk bekerja di Wiguna Grup karena dia ingin bekerja layaknya orang biasa. Tak ada keistimewaan apapun.
"Ada apa, Pi?"
"Duduklah, Bang." Atensi sang papi sudah teralih ketika putranya mengetuk pintu.
Kini, Rafandra juga papi Rangga duduk di sofa panjang. Mata pria yang masih terlihat muda meminta penjelasan dari anak lelaki di sampingnya.
"Apa Uncle laporan ke Papi?"
"Tidak," jawabnya sambil menggelengkan kepala. "Mata Papi tidak hanya dua."
Sudah dapat Rafandra tebak. Setiap gerak-geriknya selalu diawasi. Tapi, tak pernah mencampuri.
"Yakinlah luka yang kamu terima pasti akan menemukan obatnya."
Rafandra kira sang papi menginginkan penjelasan darinya. Ternyata sebuah kalimat yang menenangkan yang dia dapatkan. Tepukan di pundak semakin membuat hati Rafandra hangat.
"Papi tak ingin mengorek luka yang masih basah dan sedang kamu coba tutup."
Manik mata teduh Rafandra menatap manik mata yang lebih teduh dari maniknya. Papinya tak pernah masuk ke dalam permasalahannya jika Rafandra tak meminta bantuan. Pria itu begitu menghargai privasinya sebagai anak.
"Makasih. Papi selalu bisa tenangkan hati Abang. Dan selalu memberikan kehangatan yang Abang butuhkan."
Dia pun memeluk tubuh papi Rangga dengan begitu erat. Terlihat betapa dekatnya dirinya dengan papinya.
"Papi akan memberikan apa yang kamu butuhkan. Walaupun tak kamu katakan." Pelukan Rafandra semakin erat.
Papi Rangga mulai mengusap lembut punggung sang putra. Banyak cara untuk membuat tenang. Salah satunya dengan cara ini.
"Apa yang akan kamu lakukan di masa cuti ini? Apa mau ke luar negeri?" Setelah tenang kembali diberondong pertanyaan.
"Abang mau bermalas-malasan di rumah aja. Mau temani Mami," ucapnya dengan sorot mata penuh salah. "Udah lama banget Abang gak punya waktu buat Mami."
Papi Rangga begitu bangga pada putranya. Dia begitu menyayangi sang mami.
"Mami pasti senang banget."
Sesuai dengan apa yang dikatakannya, Rafandra sudah bersama sang mami di dalam mobil. Ingin mengajak maminya makan siang di luar.
"Kalau boleh Mami tahu, kenapa kamu ambil cuti?" Bukan hanya papi Rangga yang sangat lembut. Mami Aleena pun sama lembutnya.
"Butuh refresh otak, Mi."
Rafandra berbohong. Dia tidak mau maminya membenci Lily karena sudah tega menyakiti hatinya. Untungnya mami Aleena percaya dan hanya menyunggingkan senyum bahagia.
"Maafkan Abang, Mi."
Jarang menikmati waktu berdua membuat wajah mami Aleena begitu bahagia. Rafandra merasa sangat bersalah dan mulai memegang tangan maminya.
"Maafin Abang yang sudah jarang memiliki waktu untuk Mami."
Punggung tangan sang putra yang menggenggam tangannya kini diusap dengan lembut. "Tak apa, Bang. Semua ada masanya." Begitu lembut nada suaranya.
"Abang janji, mulai hari ini Abang akan selalu meluangkan waktu untuk Mami."
Senyum teduh sang mami berikan. "Terimakasih sekali, Bang. Tapi, kamu jangan memaksakan. Mami enggak apa-apa asal kamu selalu bahagia."
Di lain tempat, Talia yang hendak keluar untuk makan siang dijegat oleh pihak keamanan.
"Ada titipan, Mbak." Security memberikan goody bag dari restoran ternama.
"Dari siapa?"
"Katanya nama pengirimnya ada di dalam goody bag ini."
Talia pun menerima. Diurungkan niatnya untuk makan siang di luar. Kembali ke mejanya. Ketika dibuka nama Rafandra tertera di sana.
"Selama saya cuti, saya yang akan mengirimkan makan siang untuk kamu. Jadi, gak usah makan siang di luar."
Jantung yang sudah berdetak normal, kini kembali tak normal. Ada saja gebrakan tak terduga dari atasannya tersebut. Talia meraih ponselnya. Dia mulai mengetikkan sesuatu pada bubble chat sebelumnya yang dia namakan Manager Ganteng.
"Makasih banyak, Pak. Tapi, saya masih bisa beli makan siang sendiri."
Baru sepuluh detik balasan pesan terkirim, ponselnya bergetar kembali. Talia terkejut ketika Rafandra malah meneleponnya. Bukannya dijawab, dia malah membeku. Dengan ragu dia pun menggeser gagang telepon berwarna hijau.
"Saya tidak menerima penolakan. Mengerti?"
Setelah kalimat itu terucap, sambungan telepon langsung mati. Talia menghembuskan napas kasar.
"Biasanya ketegasannya buat aku kagum. Tapi, kenapa sekarang buat aku deg-degan setengah mampus?" Bermonolog pelan.
"Jantung? Kenapa kamu kayak ikut lari maraton begini?" Tangannya mulai memegang dada.
Belum sehari diperlakukan seperti ini oleh Rafandra membuat hati dan jantung Shak shek shok. Bagaimana besok dan seterusnya selama lelaki itu cuti kerja?
.
Rafandra menepati janjinya. Mengantar dan menjemput Talia ke kantor juga selalu memesankan makan siang. Ini sudah hari ketiga. Baru saja Rafandra pulang menjemput Talia, sang mami menghampirinya di kamar.
"Apa Mami ganggu?"
Rafandra yang baru fokus ke ponsel menoleh. Lalu, menggeleng. Mami Aleena sudah duduk di sofa panjang di mana Rafandra berada sekarang.
"Mami perhatiin setiap jam berangkat juga pulang kantor kamu keluar. Apa kamu--"
"Tidak, Mi," potongnya karena Rafandra tahu apa yang akan maminya katakan.
"Lalu?"
Ingin Rafandra berdusta. Tapi, jika tengah berdua maminya tak akan bisa dia bohongi. Akhirnya, dia menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutupi. Wajah syok terlihat.
"Mami harap Mami jangan membenci dia. Abang hanya terluka sedikit kok, Mi."
Memiliki hati yang begitu baik di mana walaupun sudah disakiti masih melindungi.
"Tidak, Bang," jawabnya. "Mungkin Tuhan bersikap sedikit kasar karena kamu terlalu bebal," lanjutnya.
Rafandra pun tertawa mendengar ucapan sang mami. Dia begitu lega. Baik mami juga papinya tak ada yang mengatakan hal buruk tentang Lily di hadapannya. Walaupun dia sendiri tak tahu bagaimana isi hati kedua orang tuanya.
"Oh iya, Bang. Ajak perempuan yang sedang kamu antar jemput ke rumah, ya."
Hah?
"Mami penasaran."
...*** BERSAMBUNG ***...
Ayo atuh dikencengin komennya ...
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
semangat
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
gak papa mah kalo msih belom sadar ma perasaan masing2,pelan2 aja deh bang rafa &talia...