Cewek imut dan manis ketika dia sedang manja, dan berubah 180 derajat menjadi dingin dan menakutkan ketika dia sedang dalam mode gila ....
Dia adalah Avril, gadis yang susah ditebak isi hatinya dan gampang berubah haluan, melakukan sesuatu seenak jidat dan suka merepotkan orang-orang disekitarnya..
Bahkan ketika sudah menikah pun d
tidak jauh beda.. Yaa dia menikah dengan laki-laki yang sederhana bernama Asep..
Ehh bukan Asep namanya..😅
Laki-laki itu bernama Keinan
Enaknya dipanggil Ken apa Kei ya??
Ken dan Avril menjalani kehidupan rumah tangga dengan banyak rintangan.. mampukah mereka melabuhkan kapalnya dengan baik sampai tujuan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon qyurezz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Li dan Hana
Sampai di negara tujuan. Setelah turun dari pesawat, mereka disambut hangat oleh kolega bisnis luar negeri. Mereka yang diantaranya adalah pendukung setia nona Avril, Avril begitu dicintai dan disegani oleh semua orang yang bekerja sama dengannya. Di usianya yang masih sangat muda, ia mampu melampaui beberapa sektor usaha, karena kecerdasannya, ia mudah sekali belajar dan beradaptasi. Namun tentu saja semua atas pengawasan tuan Li, yang juga banyak berjasa dalam bisnisnya.
"Bukankah ini keren nona? usaha yang kita lakukan berperan penting dalam perekonomian negara dan berkontribusi pada berbagai aspek pembangunan ekonomi" ucap Li saat mereka tengah berjalan menuju kamar hotel yang akan ia tempati. Mereka berbincang ringan.
"Benar paman, kita telah mampu menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nasional, dan memacu pertumbuhan ekonomi melalui produksi barang dan jasa yang kita hasilkan"
"Tentu saja, Anda memiliki pertumbuhan sektor usaha yang kuat dan bisa menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi"
"Berkatmu juga paman, akhirnya bisnis kita bisa menghasilkan pendapatan bagi negara dan juga individu, sepertinya aku adalah seseorang yang paling bahagia saat ini..hehe"
"Ya..ya, karena bisnis yang lancar, kita mampu memberi upah, dan juga bayar pajak, pendapatan yang dihasilkannya menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah, yang kemudian digunakan untuk membiayai layanan publik, infrastruktur, dan program sosial. Bukankah itu sangat bagus"
"Benar paman, apa ayah akan bangga padaku?"
"Tentu saja nona, tuan besar pasti sangat bangga, untuk itu terus semangat ya" terjadi perbincangan hangat saat ini. Avril tersenyum bahagia, karena pencapaiannya.
Ia mampu mendorong inovasi melalui penelitian dan pengembangan. Berbisnis dengan berkontribusi pada perdagangan internasional dengan menghasilkan barang dan jasa yang dapat diekspor. Ekspor itu tentu membantu memperkuat neraca perdagangan dan dapat menghasilkan devisa bagi negara.
Usahanya dapat memberikan peluang pekerjaan bagi sejumlah besar populasi, dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Baginya ini merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan mengurangi disparitas ekonomi.
Dalam berbisnis tentu saja Avril memerlukan investasi dalam infrastruktur seperti transportasi, energi, dan telekomunikasi. Investasi yang memperkuat kapasitas produksi dan konektivitas yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Dengan semua variasi dan kontribusinya, menjadi tulang punggung ekonomi suatu negara dan memiliki dampak yang luas pada kesejahteraan masyarakat. Sungguh luar biasa bukan?
Telah sampai dilantai yang di tuju, tim berpisah menuju kamar masing masing untuk istirahat. Sementara Li mengantar Avril menuju kamarnya.
"Nona, ini kamar anda. Silahkan masuk. Dan sebelah ini kamar saya." ujar Li yang membukakan pintu kamar Avril.
"Ya paman, aku sangat lelah" Avril masuk dan melihat sekeliling ruangan, hmm sangat mewah sudah biasa.
"Anda bisa istirahat dahulu sebelum kita memulai kegiatan nanti sore"
"Hmm.."
Avril menjatuhkan dirinya diatas kasur.
"Apa Kei tidak menghubungiku?"
"Tidak nona, tidak ada pesan masuk dari tuan Kei"
"kenapa? Apa dia sibuk?" Avril cemberut. "Apa dia tidak merindukanku?"
Mana saya tau nona.
"Iya, bisa jadi dia sibuk, dia kan sedang sekolah "
"ck.. Aku merindukannya"
"anda bisa melihat sosial medianya, tuan Kei cukup aktif dimedia sosial" Li menyerahkan ponsel avril, avril menerima ponselnya.
"Apa dia benar-benar artis media sosial?"
"Mungkin nona, anda bisa melihatnya"
Avril membuka media sosial Kei. Betapa terkejutnya dia, namun sebelum Avril bertingkah bak anak kecil, lebih baik Li bergegas meninggalkannya, bisa repot kalau Avril tantrum. Ada apa disosial media Kei?
"Nona, saya permisi dulu, ada beberapa urusan diluar.."
"Ya pergilah paman" Avril masih membelalakkan matanya tak lepas dari layar ponsel.
"Jika nona ada perlu, bisa panggil saja Fani ya"
"iya paman "
Li bergegas keluar dengan sangat hati-hati, pasalnya dia harus segera berangkat, ada seseorang yang tengah menunggu.
"Aku baru tau ini! Kei.. Ternyata kamu cukup terkenal ya di media sosial, lihat, lihat.. Pengikutmu hampir wanita semua, banyak juga penggemarmu Kei"
"tapi foto fotomu tidak ada yang cacat Kei... bagus semua..aaa dia sangat keren"
Avril membaca komentar-komentar di media sosial Kei.
"Tuh kan, para penggodanya banyak sekali... Aaa aku cemburu..!!"
Sedikit-sedikit senang, sedikit-sedikit terlihat sedih sambil menatap layar ponsel, seperti orang gila saja.
"Hapus itu semua Kei!! Aku tidak mau berbagi sama wanita lain" teriaknya pada layar ponsel. Ia berbicara sendiri.
Mungkin telinga Kei saat ini terasa panas. Karena ada yang meneriakinya di kejauhan.
******
"Hana.." panggil Li pada seseorang yang tengah duduk disebuah kafe.
Li menghampiri mantan istrinya itu. Sebelumnya mereka bersepakat bertemu disana.
"Li?" Hana sedikit tersentak melihat siapa yang datang menghampirinya setengah berlari dan ngos-ngosan.
"Apa kabar, Bu?" ia duduk disamping Hana dan mengatur nafasnya. Ia melihat mantan istrinya itu masih sangat cantik dan bugar seperti dulu.
Jantungnya masih berdegup kencang seperti dulu jika bertemu. Apalagi sekarang sudah lama tidak bertemu.
"Aku baik, Ayah gimana kabarnya?" mereka masih harmonis walaupun berpisah.
"Yaa seperti yang kamu lihat, Ayah baik-baik saja" tersenyum menatap mata indah mantannya.
"Oh syukurlah.."
"Bagaimana liburannya di sini? Kalian suka?"
"Terimakasih Ayah, anak-anak juga suka" membalas senyum Li dengan gugup.
"Saya juga sangat menikmatinya"
"Ayah senang mendengarnya"
"Iya, ayah mau pesan apa?"
"Kopi, Bu. Seperti biasa, masih ingat Bu?" Li sedikit menggodanya dengan tak henti melempar senyuman.
"Mmm, iya ayah, kopi moccha tidak terlalu manis, kan?"
Li mengangguk.
Kemudian Hana memesankan kopi tersebut pada seorang pelayan wanita.
Sambil menunggu kopi datang, mereka berbincang kembali.
"Apa anak-anak tidak merindukanku? Kenapa mereka tidak ikut kesini? Apa kau tidak mengajaknya?" pertanyaan berentetan.
"Ayah, bukannya kau memintaku agar kita bertemu berdua saja?"
"Benarkah? Perasaan aku tidak berkata seperti itu, apa kau ingin bertemu denganku berdua saja? " senyum curang dibibirnya.
"Ayah jangan becanda ya. Jelas-jelas ayah mengatakan itu kemarin. Datanglah sendiri, anak-anak tidak usah diajak. Begitu katamu " Hana kesal.
"Ah yasudah lah, mungkin aku lupa" Li menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Tapi ibu senang kan? Kita bertemu hanya berdua?" godanya kembali.
"Tidak" ketus Hana, memalingkan wajah yang mulai merona. Gengsinya untuk berkata jujur kalau sebenarnya ia senang.
"Benarkah?" Li mendekatkan wajahnya
"Ada apa denganmu, ayah?" pandangan mereka bertemu dengan jarak yang dekat. Hana semakin berdegup dan menelan liurnya saking gugupnya.
Kamu semakin cantik sayang. Batin Li.
Li buru-buru menjauhkan wajahnya dan menjadi salah tingkah. Begitu juga hana. Jujur saat ini perasaan mereka masih sama seperti dulu.
"Mmm.. Dimana anak anak? Noah dan Reino?" Li melepas kecanggungan.
"Mereka bersama Frans jalan jalan ke museum" Hana meneguk kopinya yang sudah ia pesan sebelum ada Li.
"Ooh.."
"Bagaimana kabar nona Avril, ayah?"
"Baik, kau mau bertemu dengannya?"
"Tidak"
"Kenapa?"
Hana diam
"Kau membencinya?"
"Tidak, aku tidak membencinya, kenapa ayah berbicara begitu?"
"Mmm" Li mengangguk.
Aku tau kau tidak membencinya. kau hanya cemburu, bukan?. Batin Li.
Seorang pelayan wanita dengan senyum ramah membawakan segelas kopi yang dipesan. Lalu ia kembali ke tempatnya setelah meletakan kopi di meja.
"Bagaimana bisnismu Bu? Aku dengar semakin membaik saat ini?" Li menyeruput kopinya.
"Puji syukur, ayah. Sekarang bisnis butik ku sangat baik, walau sebelumnya sempat jatuh.. Tapi akhirnya ada orang baik yang menolong "
"o ya? Siapa?" antusias
"Mister Zein Hamid, dia perancang busana yang terkenal, ayah"
Tentu saja Zein Hamid, dia kan sahabatku, aku yang memintanya membantu usahamu sampai sukses saat ini.. Batin Li.
"Emm.. Dia keren ya"
"Benar, dia baik sekali"
Cihh.. Kau memujinya di depanku.
"Kenapa tidak meminta bantuan padaku saat itu?" sedikit sebal sebenarnya. Ia meneguk kopinya kembali.
"Aku tidak mau merepotkan mu ayah"
Apa? Tidak mau merepotkan ku? Padahal aku selalu mengawasimu setiap waktu, Hana!. Cihh .. Kesal sendiri jadinya, sepertinya Li suka sekali mengumpat dalam hati ya.
Li mendengus pelan.
"Sepertinya saya tidak lagi dibutuhkan ya, Bu?" memelas.
"Bukan, ayah. Tanggung jawabmu sangat besar untuk membiayai anak-anak, kebutuhan mereka sangat banyak. Itulah alasanku tidak meminta bantuan darimu"
"Baiklah, Bu" Li mengangguk saja. Padahal kalau bukan karena Li, mungkin Hana tidak bisa sesukses ini, pasalnya dia adalah pemula dalam berbisnis.
Li faham betul keadaan Hana, menikah muda dengannya membuat impian Hana harus dikubur dalam-dalam, selama menjadi isteri Hana menjadi ibu rumah tangga saja dan mengurus anak. Baru setelah bercerai ia belajar berbisnis, katanya agar dia mandiri. Li membiarkan Hana berusaha sendiri, yang faktanya Hana tidak mampu bertahan. Alhasil Li lah yang membantu Hana secara diam-diam melalui Zein Hamid, sahabatnya.
"Boleh aku meminta sesuatu?" pinta Li
"Apa ayah?"
"Nona Avril ingin sekali bertemu denganmu, kita makan malam bersama. Bisa kan?"
Hana merunduk, hatinya gelisah.
"Saya tidak mau, Ayah"
"Bu, kenapa?" Li mengerutkan dahinya.
Hana diam, dia ragu untuk bicara.
"Apa sesulit itu, sayang?" Li menggenggam tangan Hana.
Membuat jantungnya berdegup kencang.
"Ayah.." Hana menarik tangannya dari genggaman Li. Tubuhnya sedikit gemetar dan merenung.
"Tidak adakah sedikit rasa simpati pada nona? Dia sebatang kara, sayang.. kamu tidak memikirkan bagaimana perasaannya?"
"Lalu bagaimana dengan perasaanku? Apa ayah pernah memikirkannya?"
Li terdiam. Dia menyadari kesalahannya, dulu dia tidak memikirkan perasaan Hana dan sering mengabaikannya.
"Kau masih belum memaafkan ku?"
"Sudah, saya sudah memaafkan mu" menatap Li
"Benarkah?" membalas tatapan.
"Iya"
"Kalau begitu, kenapa tidak kembali saja padaku? Hm?" mulai goda lagi.
Hana menggeleng. Hatinya masih bingung.
Li mendengus pelan.
"Tidak mau ya. Kalau begitu kenapa tidak menikah lagi dengan orang lain?"
"Saya masih ingin sendiri, Ayah"
"Benarkah? Memangnya kamu tidak merindukan pelukan suami setiap malam?" Li membelai rambut Hana yang bergelombang.
"Ayah hentikan!" sedikit bentakan namun pipinya merona, benar apa yang dikatakan Li, dia merindukan sosok suami.
Bukankah kau memandangi fotoku setiap malam? Anak-anak yang mengatakan itu, sayang. Batin Li, sedikit senyuman disudut bibirnya.
"Baiklah, baiklah.. Maafkan ayah ya, sudah membuatmu tidak nyaman" ia menarik nafas dan membetulkan duduknya.
"Sepertinya saya pulang saja, ayah"
"Tunggu dulu, saya belum selesai"
"Apalagi?"
"Ikutlah denganku menemui nona, dia merindukanmu, dia masih mengira kita sepasang suami isteri, tolonglah kali ini saja untuk bersedia"
"Tapi.."
"Kenapa?"
"Kenapa kamu tidak terus terang kalau kita sudah berpisah?"
"Itu tidak mungkin"
"Kamu masih memilihnya, kenapa tidak kau nikahi saja Dia!?" Hana terlihat kesal.
Benarkah dengan pertanyaanmu, sayang?. Batin Li
"Menikahinya? Baiklah.. Aku akan menikahinya..."
Hana terkejut dengan apa yang dikatakan Li. Hatinya bergejolak dan kepalan tangan menandakan ketidakrelaan.
kayaknya avriel lg jatuh cinta pemuda di kedai itu sll membuat avriel semangat skl mendekatinya...