NovelToon NovelToon
JALAN HIJRAH SEORANG PENDOSA

JALAN HIJRAH SEORANG PENDOSA

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintapertama / Cintamanis / Kisah cinta masa kecil / Menikah Karena Anak / Anak Yang Berpenyakit
Popularitas:18.4k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Remaja01

Warning⚠️

Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.

_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.

Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.

"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."

"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"

Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Aisyah segera datang kerumah sakit untuk memastikan sendiri pasien yang di sebutkan penelpon tadi benar Firman atau tidak.

"Jadi benar pasien itu teman bu Aisyah?" tanya dokter.

Aisyah mengangguk pelan. Nyatanya memang benar pasien yang di lihatnya di ruang ICU tadi adalah Firman Ashrafi. Pemuda itu masih tidak sadarkan diri. Dokter Aisyah hanya bisa melihatnya melalui dinding kaca.

"Tadinya kami ingin melaporkan kepolisi karna tidak memiliki data pasien-"

"Dokter bisa membuat nama saya sebagai keluarga terdekat pasien. Saya yang akan menanggung semua biaya pengobatannya," potong Aisyah mantap. Biarlah tabungan selama ini di korbankan untuk menanggung biaya pengobatan Firman.

"Baiklah. Boleh saya tau nama lengkap pasien?" tanya dokter pria itu sebelum menjelaskan keadaan pasien.

"Saya juga tidak tau nama lengkapnya. Tapi yang saya kenal namanya Ashrafi," jawab dokter Aisyah. Ia bukan tidak tahu nama lengkap Firman. Tapi ia ingat yang di sampaikan Firman beberapa hari yang lalu agar tidak memanggil namanya dengan Firman, tapi dengan nama Ash saja. Mungkin ada sebab Firman memintanya mengganti namanya dengan Ash.

"Pasien di bawa kesini dalam keadaan tidak sadarkan diri dan yang membawa pasien kesini mengatakan kalau pasien di temukan hanyut di sungai. Pertolongan pertama telah di berikan oleh yang membawa pasien kesini. Kami tidak tau pasti apa yang terjadi, tapi kami sudah melakukan pemeriksaan dan menemukan beberapa tulang rusuk pasien yang patah. Entah patahnya tulang pasien di sebabkan pertolongan yang di berikan orang yang menemukan, entah memang ada penyebab lain. Kami belum bisa memastikan," ujar dokter. Hasil rontgen yang ada di layar komputer di perlihatkan pada Aisyah.

Dokter Aisyah memperhatikan gambar tersebut, ia melihat sendiri bagaimana struktur tulang dan organ dalam photo rontgen tersebut. Untung saja tidak ada pneymothorax yang terjadi. Organ dalam selamat dari tulang rusuk yang patah. Mungkin akan memakan waktu dua sampai tiga bulan agar bisa sembuh.

"Pasien juga mengalami luka tembak di bagian bahu. Kami sudah melakukan oparasi ringan untuk mengeluarkan peluru. Saat di bawa kesini pasien juga kehilangan banyak darah. Mungkin sebentar lagi pasien akan sadar setelah anestesi obat yang kami berikan hilang dan kemungkinan setelah sadar pasien juga akan kami pindahkan ke ruang inap biasa jika tidak ada komplikasi. Apa Bu Aisyah ada pertanyaan?"

"Tidak," balas dokter Aisyah tetap santai walau diri sendiri terkejut mendengar ada luka tembak di bahu Firman.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu."

"Terimakasih, dok." Aisyah turut berdiri, lalu berjabat tangan dengan dokter sebelum keluar dari ruangan tersebut.

Kakinya melangkah menyusuri koridor rumah sakit. Aisyah tidak tau harus kemana, ketika melintasi sebuah taman di lantai dasar, kaki di panjangkan menuju ke sana.

Bangku yang ada di taman menjadi tempat dokter muda itu melabuhkan duduk. Sesaat ia menikmati udara taman, sambil kepala memikirkan yang di katakan dokter tadi.

"Siapa yang menembak dia? Apakah itu orang yang selama ini mencarinya? Ya Allah, kenapa mereka tega melakukan semua ini? Apa sebenarnya yang terjadi?"

Kemudian ponsel pintar di keluarkan Aisyah. Kontak di buka, lalu mencari nama Nayla. Hanya wanita itu yang ada di pikirannya saat ini.

"Assalamualaikum, Nayla," sapa Aisyah, ia menyandarkan punggungnya di bangku taman. Matanya menatap kosong rumput hijau di depan. Plastik berisi barang-barang Firman yang di berikan dokter tadi di letakkan di atas pangkuan.

"Walaikumsalam, ada apa Bu dokter? Tumben menelpon aku siang bolong begini?  Kamu gak kerja ya? Atau mau ajak aku makan siang?" Suara ceria Nayla membalas salamnya.

Aisyah tersenyum kecil. "Hari ini aku ambil libur," balas dokter Aisyah lemah.

"Kenapa? Kamu sakit?"

"Gak. Aku sehat." Sejenak dokter Aisyah menghela nafas. Ada keraguan di hati untuk bercerita. "Pagi tadi sebenarnya aku sudah datang ke klinik. Tapi, pihak rumah sakit umum menelpon aku, mengabarkan kalau Firman ada di rumah sakit. Aku gak tau harus menceritakan pada siapa. Ingin memberi tau keluarganya. Aku juga gak tau rumahnya dimana. Jadi, aku mau minta tolong kamu. Kamu kan kenal temannya, mungkin kamu bisa hubungi temannya itu dan mengabarkan berita ini."

"Apa kamu gak melihat berita barusan?" potong Nayla.

"Gak."

"Jack mengalami kecelakaan dan dia meninggal di tempat."

"Innalilahiwainnailaihirajiun." Dokter Aisyah menutup mulut dengan sebelah tangan. Sungguh ini berita yang sangat mengejutkan. "Maaf Nayla, aku baru tau berita ini."

"Eh, gak apa-apa. Tapi itulah. Ohya, apa Firman masuk rumah sakit karna kecelakaan juga?"

"Gak. Tapi dia di tembak orang, tulang rusuknya juga patah. Sekarang dia masih belum sadar. Aku gak tau harus berbuat apa," keluh Aisyah. Ingin melapor polisi, ia takut akan membuat Firman marah. Pikirannya benar-benar buntu. Satu pun keluarga atau pun teman Firman ia tidak tahu, kecuali Jack.

"Mintalah petunjuk pada Allah. Doakan yang terbaik untuk dia. Jangan lupa doakan juga Jack." Nayla masih tenang di ujung sana, walau ada rasa kehilangan setelah menonton berita yang di tayangkan televisi tadi.

Aisyah memejamkan mata, tidak dapat di bayangkannya jika Firman bangun dan mengetahui Jack sudah tiada.

"Baiklah," balas dokter Aisyah. Bersamaan dengan itu sambungan telepon di akhiri.

Dokter muda itu menguatkan hati sebelum berdiri. Plastik yang berisi barang-barang Firman diambil, lalu langkah di ayunkan menuju mushola.

Perut yang belum di isi dari pagi, tapi sampai sekarang rasa lapar belum ia rasakan. Cemas di hati menghilangkan semua itu. Walaupun ia dan Firman tidak memiliki hubungan apa-apa, tapi Aisyah tidak bisa membuang rasa khawatirnya terhadap pemuda itu.

***

"Bu doktel, Yayah mana?" tersengal-sengal nafas bocah itu bertanya pada Aisyah yang baru datang. Ia baru saja berlari saat pengasuh mengatakan ada orang yang mencarinya. Mata kecilnya juga melihat kebelakang badan Aisyah, mencari kelibat ayahnya yang tidak terlihat.

Dokter Aisyah berjongkok menyamakan tingginya dengan si kecil Umar. Ia sengaja datang kesini setelah menunaikan shalat Zuhur, karna ingat pesan Firman agar sering-sering menjenguk Umar. "Ayah kerja," bohong dokter Aisyah dengan wajah ceria. Ia tidak ingin membuat si kecil khawatir. Pipi si kecil di usapnya penuh kasih. "Adik sudah makan belum?"

"Adik ngak awu mamam, adik awu Yayah." Tangan Aisyah yang membelai pipinya di tepiskan, kakinya beringsut kebelakang. Botol susu di tangan di buang ke lantai. Betapa rindu hatinya pada sang ayah.

"Nanti kita jumpa ayah, ya?" bujuk dokter Aisyah.

Barulah si kecil tersenyum. "Bu doktel ngak oong, kan?"

Dokter Aisyah tersenyum, lalu berdiri. Tangan Umar di bimbing ke beranda dan melabuhkan duduk di kursi yang ada di sana. Umar diangkat dan di dudukkan diatas pangkuan.

"Adik mau hadiah gak?"

"Awu." Umar tersenyum riang. Ia bertepuk tangan saat dokter Aisyah mengeluarkan sesuatu dari paperbag.

Satu set mobilan Robocar Poly di keluarkan dokter Aisyah. Semua karakternya lengkap. Ada warna biru, merah dan pink.

"Holee, adik unya ainan balu."

Geli hati dokter Aisyah melihat Umar yang begitu senang menerima mainan itu. Dokter Aisyah turut membantu membuka bungkus kotak mainan. "Adik suka gak?"

"Cuka," balas Umar. Dua mainan di tangan di pegang dan di bolak-balik. Tidak perlu lagi ia berebut mainan dengan teman-teman lainnya setelah ini.

"Besok-besok baru kita pergi jumpa ayah, ya?" Rambut Umar di sisir dengan jari-jari tangan agar rapi. Ia membiarkan si kecil bermain mobilan baru diatas pangkuan.

"Bu doktel, adik bica nyanyi." Tiba-tiba Umar mendongak.

"Oh ya? Kalau begitu coba nyanyi sekarang, bu dokter mau dengar."

"Pegang duyu." Umar memberikan dua mobilan pada Aisyah.

"Angau oh angau. Tenapa engtau tuyus. Macam mana aku tak tuyus, itan.... Hmm.. itan.... Itan...." Nyanyiannya terhenti. Kening berkerut mengingat sambungan lirik. "Adik upa."

Dokter Aisyah tertawa kecil, lalu mencubit pipi bocah itu. "Ikan tidak mau timbul."

"Oh iya. Itan oh.. itan tenapa entau tak imbul?" Lagi, bocah itu lupa lirik selanjutnya. Matanya berkedip memandang dokter Aisyah.

"Sebab rumput panjang," sambung dokter Aisyah. "Wah, pintar adik sekarang ya? Siapa yang mengajarkan adik nyanyi?"

"Adik nyanyi sama teman. Tapi, adik awu nyanyi sama Yayah uga."

"Ayah?" Dokter Aisyah kembali tertawa kecil. "Nanti kita pergi tempat ayah, ya?  Tapi adik harus hapal dulu lagunya. Kan ayah gak tau lagu ini."

"Iya, nanti adik nyanyi agi sama teman, habis itu balu adik nyanyi sama Yayah," balas Umar riang, lalu ia meminta di turunkan dari pangkuan Aisyah karna ingin bermain mobilan di lantai.

"Dokter Aisyah," sapa petugas panti.

Aisyah menoleh dan mengulas senyum pada wanita setengah abad itu.

"Mari duduk, buk."

Pengurus panti itu pun duduk di kursi sebelah dokter Aisyah.

"Apa dokter ingin mengadopsi Umar?" tanya wanita itu.

"Kalau boleh, saya memang mau," balas Aisyah jujur. Seandainya pengadilan tidak meluluskan Firman untuk mengangkat Umar sebagai anak angkat, Aisyah memang berniat akan menjadikan Umar anak angkatnya. Namun, sekarang ini Firman malah terbaring di rumah sakit, Aisyah pengadilan akan meloloskan Firman menjadi orang tua asuh Umar.

"Ohya, Firman kemana?" tanya wanita itu lagi. Biasanya Aisyah datang berdua dengan pemuda itu. Tapi hari ini hanya sendiri saja.

"Dia sakit," jawab Aisyah.

"Rasanya sudah lama ibu tidak melihat Firman datang kesini. Kemarin ada laki-laki juga yang datang menjenguk Umar. Kalau gak salah namanya, Jack. Ya, namanya Jack. Dia bilang teman Firman."

"Kapan?"

"Tiga atau empat hari yang lewat kalau gak salah. Waktu itu dia bilang Firman juga sedang sibuk? Ini sudah hampir satu bulan Umar di titipkan di sini, polisi juga belum ada memberi kabar tentang keberadaan orang tuanya. Mungkin dokter Aisyah bisa mengusulkan untuk menjaga Umar sementara waktu. Kasian dia di sini menangis terus kalau sudah rindu dengan ayahnya."

Dokter Aisyah dan wanita itu memperhatikan Umar yang sedang asyik bermain dengan mainan barunya.

"Ya, akan saya pikirkan," balas dokter Aisyah. Ia tidak bisa membuat keputusan sepihak sekarang ini. Pendapat kedua orang tua dan abangnya perlu di dengar sebelum mengadopsi si kecil Umar. Apalagi sekarang ini status dokter muda itu masih singgle. Ini akan menjadi diskusi hebat jika abangnya tahu.

"Kalau dokter  butuh bantuan, kami pihak panti bisa mempermudah proses adopsi. Asalkan orang itu benar-benar bisa menjaga Umar. Ibu lihat, dokter Aisyah sangat pantas menjaga Umar."

Aisyah hanya membalas dengan senyuman. Andai Firman sehat, mungkin ini akan jadi kabar baik bagi pemuda itu.

***

Mata yang baru terbuka memperhatikan sekitar ruangan yang di penuhi bau obat-obatan. Dadanya terasa sakit setiap kali bernafas. Tenggorokannya juga terasa kering karna sudah lama tidak di basahi air. Sesekali ia terbatuk-batuk kecil dan rasa sakit itu kembali datang.

Di coba mengeluarkan sedikit tenaga untuk menggerakkan kedua belah tangan. Terdapat sebuah jarum infus di punggung tangan sebelah kiri.

Mata kembali di pejamkan. Pikirannya kosong saat ini. Semuanya bagai mimpi.

Bayangan Nia yang berdiri di sebelah Togar tiba-tiba hadir di ingatan. Di susul dengan hadirnya Jack dan Naufal yang memegang pistol. Suara tembakan nyaring terdengar di telinga.

Dor

Firman tersentak. Dadanya yang terbuka segera di periksa. Ia coba untuk duduk walaupun terasa sakit. Kulit dadanya di sentuh, lalu ia meringis kesakitan.

Firman baru ingat, Togar telah menembaknya tepat di dada kiri. Namun, Firman masih tidak mengerti kenapa dirinya masih hidup?

Firman melihat luka di dada sebelah kirinya, tapi hanya ada lebam kebiruan tanpa ada luka sedikit pun. Firman coba mengingat apa yang terjadi. Namun, nyatanya ia masih ingat peluru yang di tembakan Togar memang tepat mengenai dada sebelah kirinya, hentakan peluru itu membuat tubuhnya beringsut kebelakang dan jatuh kesungai.

Kemudian Firman menyentuh bahunya, terasa sakit dan basah. Ia coba mememutar leher untuk melihat luka di bahu. Di sana memang ada bekas tembakan, luka itu masih basah dan sudah di jahit.

"Argh.." Firman mengerang kesakitan. Obat bius yang di berikan dokter semakin hilang efeknya. Tubuh kembali di baringkan karna tidak kuat menahan sakit pada rusuk dan bahunya.

Kini hanya langit-langit yang di pandangnya. Kepalanya juga mengingat apa yang terjadi sebelum ini.

Flashback 

"Hahahah. Firman, Firman. Kau itu memang menyusahkanku saja?" Bergema suara Togar di tengah-tengah hutan.

Firman mencengkram bahunya yang terasa perih. Tidak ada tempat untuk melarikan diri ketika tapak kakinya sudah berada di tepi jurang.

"Katakan! Dimana kau sembunyikan permataku!" Suara Togar semakin menggema. 

Firman beristigfar dalam hati, walau ada rasa takut karna nyawa sudah berada di ujung tanduk, tapi bibirnya masih menyunggingkan senyum. Tentu saja hal itu membuat hati musuh sakit.

"Mati saja kau!"

Dor

Hentakan peluru di dada sebelah kiri membuat tubuh Firman beringsut satu langkah kebelakang, hingga tubuhnya jatuh kebawah.

Arus sungai yang deras menghanyutkan tubuhnya. Tanpa bisa di hindari tubuhnya terhempas ke bebatuan besar.

Firman memejamkan mata erat. Air sungai mulai memasuki mulut setiap kali menghirup udara di permukaan. Ponsel Jack di dalam kantong turut hanyut oleh derasnya air yang kuat. Hanya dompet kulitnya saja yang masih utuh berada di saku belakang celana jeans.

Kilauan merah terpecah-pecah di dalam air. Bentuknya masih utuh walau benda itu sudah menahan tembakan pada dada Firman. Permata berharga itu keluar dari saku baju Firman dan di bawa derasnya aliran air.

Di saat tubuh Firman sudah akan tenggelam, satu tangan tiba-tiba meraih bajunya. Tubuh Firman di bawa ke tepi. Betapa jauh tubuh itu di bawa arus air, bermula dari aliran air deras, hingga bermuara di aliran yang berarus tenang.

"Coba lo check nadinya." Salah seorang remaja bertopi memberi saran. Remaja itu semakin khawatir karna merasakan tidak ada nafas dari hidung Firman.

Nadi di pergelangan tangan dan leher di periksa. Kemudian remaja itu mendaratkan telinga ke dada. Masih ada deguban kecil.

"Coba berikan nafas buatan." Salah satu remaja memberi saran.

"Maksud, lo?"

"Nafas buatan, masa lo gak tau?  Itu lho yang pernah diajarkan Bu Siska."

Remaja bertopi tadi mengangguk, tanpa banyak mendebat ia membuka mulut Firman dan menghembuskan nafas kemulut pucat itu. Setelah merasa cukup menghumbuskan nafas ke mulut pucat itu, remaja bertopi tadi berhenti dan melihat perubahannya.

Namun, hampa. Tubuh itu masih belum bernafas, batuk atau bergerak seperti di dalam film-film.

"Sono lo." Pundak remaja yang memeriksa nadi tadi di tepuk remaja yang memberi saran memberi nafas buatan agar memberi ruang untuknya. Lalu remaja itu meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri pada dada bidang Firman. Dada itu di tekan-tekan sekuat tenaga. Remaja itu tidak begitu tau teknik dan resiko yang akan dialami korban. Dan dari sanalah berasal kecideraan rusuk Firman.

"Uhuuk," Terbatuk-batuk Firman, lalu tubuhnya di bantu miringkan oleh remaja yang menekan dadanya hingga air keluar dari mulut.

1
maya ummu ihsan
karya bagus tp sepi pembaca..sayang srkali..
Sasa Sasa: Gak apa-apa kak. Bukan rezeki mungkin
total 1 replies
maya ummu ihsan
bagus
maya ummu ihsan
bkn kaleng2 nih ternyata firman pernah kuliah kedokteran
Iqlima Al Jazira
kasihan anisa
Iqlima Al Jazira
siapa yang meninggal thor?
oma lina katarina
Lom ngerti nih ceritanya
Iqlima Al Jazira
kejam😡
Sasa Sasa: Biar fealnya dapat
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
jangan terlalu rumit donk thor,
kasian Aisyah 😢
Iqlima Al Jazira
karena mertuanya selalu membandingkan dengan mu. tapi Jack juga keterlaluan pada unar
Iqlima Al Jazira
🤣🤣
®agiel
Masyaa ALLAH....
luar biasa Aisyah dengan ucapannya ya...

karena sebaik baik memohon pertolongan & perlindungan hanya kepada ALLAH SWT saja.

thoyyib Author thoyyib...👍
®agiel
Hahahahaa kejam sekali dokter Fadli ya Thor 🤭
®agiel: saya sih ikutin kata naluri pembaca aja Kaka....hehehee 🤭
Sasa Sasa: 🫢 masa sih?
total 2 replies
®agiel
sungguh memang berat untuk berhijrah menjadi lebih baik & tetap Istiqomah ( taubatan nasuha ), akan tetapi yakin dengan ketetapan ALLAH SWT adalah yang terbaik, tidak ada yang tidak mungkin jika ALLAH SWT sudah berkehendak.

semoga alur di bab ini Author bisa menggiring pembaca, agar bisa juga Istiqomah menjadi pribadi yang lebih baik.

semangat & sehat sehat ya Thor 💪
®agiel: sama sama yaaa...👍
Sasa Sasa: Ammin, makasih kakak🥰
total 2 replies
Usmi Usmi
Nia kan Intel cuma ada kepentingan
Maria Ulfah
update nya lama ya sekarang mah
Sasa Sasa: Dua bab sehari kadang lebih.
total 1 replies
Iqlima Al Jazira
next thor
Sasa Sasa: Oke kak
total 1 replies
Agus Tina
Semoga Togar tidak pernah menemukan mereka kembali ... taunya mereka berdua benar2 sudah tiada ...
Maria Ulfah
update lagi thor seru
Maria Ulfah
update lagi thor seru
®agiel
Dan Menikah itu adalah ibadah terpanjang manusia sampai ajal itu tiba...
Wallahu a'lam bisawwab 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!