Warning⚠️
Siapkan tisu karna banyak adegan mengharukan mungkin akan menguras air mata.
_____
Menceritakan perjalanan hidup seorang pemuda bernama Firman yang berprofesi sebagai seorang pengedar obat-obatan terlarang. Sekian lama berkecimpung di dunia hitam, akhirnya Firman memilih berhijrah setelah mendapatkan hidayah melalui seorang anak kecil yang ia temukan di tepi jalan.
Akan tetapi, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak halang rintangan yang menghambatnya keluar dari dunia hitam.
"Jack, mungkin aku akan keluar dari dunia hitam ini."
"Kau jangan gila, Man! Togar akan mencari dan membunuh kau!"
Dapatkan Firman keluar dari dunia hitam setelah bertahun-tahun berkecimpung di sana. Dan apakah ia akan Istiqomah dengan pendiriannya, atau akan kembali kejalan yang dulu yang pernah ia tempuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Firman merenungi pistol di tangannya. Kemudian pandangan dialihkan pada Jack yang gelisah berdiri di luar mobil, seperti sedang mencari sesuatu.
"Kau cari apa Jack? Semua baju kotor kita sudah kusimpan di bagasi," tegur Firman.
"Handphone aku. Aku lupa meletakkan dimana," balas Jack. Rambut yang masih basah di seka karna kepala pusing memikirkan dimana ponsel di letakkannya. "Mati lah aku kalau begini. Mana nomor Nayla hanya kusimpan di ponsel itu saja."
"Maafkan aku, Jack," ucap Firman pelan.
"Untuk?" Jack masih sibuk mencari ponselnya di jok belakang mobil.
Bugh!
Seketika Jack tak sadarkan diri ketika belakang lehernya di pukul Firman.
"Maafkan aku, Jack." bisik Firman. Mata di pejamkan untuk menguatkan tekad. Janji itu akan tetap di tunaikan.
"Aku tidak akan mati. Akanku pastikan kau juga selamat. Percayalah padaku, Jack. Akan kubawa kau keluar dari dunia hitam ini. Tolong, percayalah padaku."
Jika semua janji tidak dapat di tunaikan, biarlah sebagian akan jadi kenyataan.
Tubuh Jack di papah dan dibaringkan di sebelah bangku sopir. Tempat duduk itu di turunkan Firman kebelakang agar Jack merasa nyaman berada di dalam mobil. Tak lupa sabuk pengaman di pakaikan
sebelum pintu mobil di tutup dan Firman pun melangkah ke mobil Honda Accordnya yang baru datang. Mobil tersebut kemarin di titipkannya pada Naufal.
Naufal yang baru datang, keluar dari mobil Honda Accord itu. "Apa kau yakin akan pergi sendiri? Kau tahu kan bagaimana Togar? Kau tidak akan menang melawan dia, apalagi kau datang hanya sendiri. Sebaiknya kita lapor polisi, Man." Naufal memberi saran.
"Melapor ke polisi hanya akan membuat nama aku dan Jack masuk dalam daftar pencarian orang. Kau tenang saja, aku sudah pikirkan semua ini. Yang penting Jack bisa lepas dari King Kobra." Firman tersenyum hambar. Ia tidak mau Jack yang telah dianggap sebagai adik sendiri tetap berkecimpung di dunia hitam tanpa ada secercah masa depan.
"Ingat Man, kau datang bukan dengan tangan kosong. Kau datang dengan permata itu. Aku rasa Togar tidak akan membunuh kau sebelum permata itu dia dapatkan, karna permata itu begitu tinggi nilainya. Semoga berhasil." Naufal memeluk tubuh Firman untuk menguatkan pemuda itu.
Firman mengangguk. "Fal, untuk bayaran kau. Ambillah dari kartu tabungan yang kupunya. Masing-masing kartu ada sekitar 10 juta di dalam. Semoga uang itu cukup. Nanti kau minta saja pada Jack kartu-kartuku." Firman melerai pelukan. Untuk terakhir kali ia menoleh pada mobil tempat Jack berada.
"Jangan pikirkan. Sekarang pergilah, akan kutunaikan janji membawa Jack keluar dari kota ini."
"Makasih, Fal."
Sekali lagi Naufal menepuk bahu Firman sebelum melangkah ke arah mobil di mana Jack berada. Sedangkan Firman juga masuk ke dalam mobil Honda Accord.
Besi bulat yang di lapisi kulit di pegang erat. Firman beristigfar dalam hati sebelum menginjak gas.
"Ya Allah, mudahkanlah semua urusanku. Sesungguhnya hidup dan matiku berada dalam genggamanmu. Tiada daya dan upayaku selain berharap padaMu," bisik Firman.
Air mata yang jatuh cepat-cepat di seka menggunakan punggung tangan.
Keputusan ini sudah bulat. Seandainya ia mati sekalipun, ada dokter Aisyah yang akan menjaga Umar. Jack juga akan membina hidup baru dengan Nayla. Hal itu membuat Firman tersenyum sambil mengemudi. Setidaknya orang yang tidak ada masa depan seperti dirinya bermanfaat bagi orang lain.
***
Nia baru saja sadar dari pingsan. Ia kebingungan melihat ruangan asing di tambah dua orang pria berbadan besar menggunakan kaos tanpa lengan berada satu ruangan dengannya.
Tangan coba di gerakkan, tapi terikat pada sisi kursi kayu, kaki pun juga begitu.
"Dimana aku? Kalian siapa?" Nia kembali menatap dua orang pria yang berada di ruangan itu.
"Woi, jawablah! Apa kalian tuli?" Suara Nia lebih tinggi dari tadi karna kedua pria berbadan besar itu tidak menjawab tanyanya. "Apa yang kalian inginkan, hah?" Selama mereka tidak menjawab maka Nia akan terus mengoceh.
"Kau bisa diam tidak! Jika bukan karna kekasih kau yang membuat masalah, kami juga tidak akan membawa kau kesini!" jawab salah satu pria berkumis tebal.
"Kekasih? Siapa?" Nia mengerutkan kening. Kepalanya masih terasa berat akibat obat bius yang di berikan mereka pagi tadi. Tangan coba di sentak lagi. Tapi sayang, pegangan kursi kayu dan tali begitu kuat mengikat pergelangan tangannya.
"Heih, kekasih sendiri pun tidak tau?" balas pria berkumis tadi.
"Kalian siapa? Tujuan kalian membawaku kesini untuk apa?"
"Berisik!" potong pria berkumis tebal, lalu mendekati gadis itu dengan wajah bengis. Rambut sebahu gadis itu di tariknya hingga kepala si gadis mendongak keatas. "Bicara sekali lagi, kubuat kau menyesal seumur hidup!" ancam pria berkumis.
"Cuih!"
Bukannya takut. Malah Nia meludahi wajah pria berkumis itu. "Jangan sentuh aku, bodoh! Kau lah yang akan menyesal seumur hidup!" bentak Nia memberi peringatan. Matanya menatap tajam pria berkumis itu tanpa rasa takut.
Pria satunya terkekeh melihat temannya di ludahi si gadis. Tentu hal itu membuat emosi pria berkumis semakin bertambah. Rambut si gadis semakin kuat di tariknya. "Kau dengar baik-baik! Jika Firman tidak datang jam 6 ini. Maka kau akan jadi santapan kami. Kau lihat, apa yang akan kulakukan nanti!" bentak pria berkumis itu. Lalu kepala si gadis di dorongnya kasar.
'Firman? Apa hubungannya dia dengan orang-orang bodoh ini?'
Nia semakin kebingungan. Ia sendiri juga sudah lama tidak berhubungan dengan pemuda itu. Terakhir kali berhubungan, saat Firman menghubunginya beberapa hari yang lalu.
"Maksud kau Firman Ashrafi?" Nia kembali bertanya.
Dua orang pria tadi diam saja, sudah malas melayani gadis itu.
"Hei, kau tuli, ya?" Nia memandang pria berkumis tebal tadi yang juga sedang melihatnya.
Pria berkumis tebal, lalu berjalan mendekati sebuah meja dan mengambil lakban di sana, sebelum mendekati gadis yang membuat amarahnya membuncah.
Kedua belah pipi si gadis di cengkram kuat. Raut wajah yang ayu di perhatikan. Pisau lipat dalam saku celana di keluarkan dan di dekatkan ke pipi si gadis. Mata pisau yang tajam di torehkan sedikit untuk memberi peringatan.
Walaupun cairan merah mengalir di pipi BRIBKA Nia, tapi tidak ada terdengar ringisan kesakitan darinya. Ia hanya menunggu waktu untuk menghajar dua pria itu.
Plak
Plak
Dua tamparan hinggap di pipi Nia sebelum mulutnya di lakban pria berkumis tebal.
"Ternyata kekasih si Firman ini tangguh juga?"
Rekan pria berkumis tebal bicara. Pria itu menyandarkan punggung ke dinding dengan kedua tangan di silang ke dada.
Nia tidak bisa berbuat apa-apa dengan kedua tangan dan kaki terikat. Kepala di gelengkan berkali-kali ketika pria berkumis tebal masih menyentuh pipinya.
Dor
Dor
Dua pria yang ada di ruangan itu tersentak mendengar suara tembakan.
Pria berkumis tebal dan rekannya segera mengeluarkan pistol.
Suara tembakan tadi berasal dari luar bangunan di tengah-tengah hutan ini. Namun, mereka berdua hanya bersiap saja, sebelum ada perintah lansung dari ketua mereka.
***
Firman berdiri di tengah-tengah halaman dengan sepucuk pistol di tangan. Para anak buah Togar yang dulu merupakan rekannya, mengelilingi Firman yang berdiri seorang diri. Mereka hanya menunggu perintah sang ketua saja sebelum menghabisi nyawa penghianat King Kobra.
Firman menampilkan wajah beku tanpa ekspresi. Mobil di tinggalkan di tepi jalan, karna tidak ada jalan menuju lokasi ini yang berada di tengah-tengah hutan.
Prakk...prakk..prakkk
Togar bertepuk tangan di depan pintu, kagum dengan keberanian mantan anak buahnya yang telah berkhianat. "Hebat.... hebat! Kau sudah mencuri permata merahku, sekarang kau berani datang sendiri menemui aku. Nyali kau memang luar biasa, Man. Aku kagum akan hal itu."
Lima orang pria berbadan besar yang berdiri di belakang Togar, turut menatap Firman. Masing-masing dari mereka memegang sepucuk pistol, termasuk para pria yang mengelilingi Firman. Mereka hanya menunggu arahan sang ketua, untuk menghabisi nyawa penghianat King Kobra.
Firman menapak selangkah kedepan. Wajahnya masih dingin tanpa ekspresi. "Aku ingin membuat sistim barter. Kau berikan perempuan itu, aku berikan permata kau."
"Hahahaha." Terbahak-bahak Togar tertawa mendengar permintaan Firman. Dimatanya permintaan Firman tak ubah seperti anak kecil yang merengek meminta permen. "Baiklah... Baiklah.... Bawa perempuan itu keluar." Togar memberi perintah pada anak buahnya.
"Baik, Bos." Syam menggunakan walkie-talkie untuk menghubungi anggota didalam.
"Kalau aku tidak mau, apa yang akan kau lakukan?" tanya Togar setalah puas tertawa.
"Kalau kau tidak mau, aku tidak rugi apa-apa. Kau mau bunuh perempuan itu? Bunuh saja," balas Firman dengan senyum sinisnya.
"Man...Man..." Togar kembali terkekeh. "Kau itu memang luar biasa. Datang kesini, hanya ingin melihat kekasih kau mati."
"Kau salah. Aku datang kesini ingin mengembalikan permata itu. Itu pun kalau kau mau dengar syarat yang aku berikan. Kalau kau tidak mau, kau akan kehilangan permata itu," potong Firman tanpa ada rasa takut.
"Hahahaha... Kalian dengar? Dia mau membuat penawaran denganku?" Togar kembali terkekeh pada anak buahnya.
Di belakang Togar, dua orang pria menggunakan kaos tanpa lengan mendorong tubuh seorang gadis yang terus memberontak dengan tangan terikat agar berjalan di depan. Kemudian ujung pistol di todongkan ke punggung gadis itu hingga si gadis benar-benar berdiri di sebelah ketua mereka.
Firman yang melihat pemandangan itu tetap santai. Tidak ada sama sekali wajah simpati terlihat. Malah pandangannya di alihkan dari si gadis yang keheranan melihat kehadirannya disana.
"Aku hanya menawarkan ini sekali. Serahkan perempuan itu, akan kukembalikan juga permata kau yang berharga. Dengan syarat..." Firman menjeda kalimatnya. Pandangannya dialihkan pada pistol di tangan.
"Apa?" Togar benar-benar semakin geram menghadapi mantan anak buahnya.
"Syarat pertama. Letakkan semua senjata kalian kebawah." Firman mengukir senyum sinis. Sengaja agar Togar semakin emosi.
"Jangan dengarkan di boss!" Syam menyela.
Anak buahnya yang lain juga tidak setuju, jika ketua mereka begitu saja menuruti permintaan konyol Firman.
"Kalau kau tidak mau mengikuti caraku, lupakan tentang permata itu. Hanya aku yang tau dimana permata itu sekarang. Tapi semua terserah kau. Kalau kau tidak sayang dengan permata yang berharga puluhan miliar itu lenyap begitu saja, kau bisa bunuh aku dan perempuan itu sekali." Firman masih tersenyum sinis memandang mantan bosnya.
"Bagaimana kalau kita ubah sedikit. Kau berikan dulu permata itu, baru aku serahkan kekasih kau ini. Bagaimana?" Togar memberi saran.
Firman menggeleng dengan senyum sinisnya. "Sayangnya aku tidak berminat. Kalau kau ingin permata itu kembali, ikuti caraku."
Syamsul semakin geram dengan kekonyolan Firman. Sebuah pisau lipat di keluarkan, lalu mata pisau diarahkan ke pipi Nia. "Serahkan permata itu atau kubunuh kekasih kau ini."
"Bunuh saja. Aku tidak peduli. Selama ini pun dia hanya menyusahkanku." Firman tidak terpancing sama sekali. Ekspresinya masih sama. Acuh tak acuh.
"Baiklah." Syamsul yang merasa tertantang lansung mencengkram rahang Nia. Mata pisau yang tajam perlahan di torehkan ke bahu kanan si gadis.
"Aaaakh!"
Cairan merah segar mengalir di lengan Briptu Nia. Ringisan kesakitannya terhalang oleh lakban hitam yang menutup mulut.
Wajah Firman masih beku tanpa ekspresi simpati sama sekali, apalagi mencegah perbuatan yang di lakukan Syamsul. "Walau kau bunuh dia sekali pun, tidak akan merubah syarat yang kuberikan. Dan kalau pun aku yang kau bunuh, nyawaku ini tidak semahal permata itu. Kalian tetap rugi."
Togar mengangkat sebelah tangan agar Syamsul menghentikan menginiaya gadis itu. "Baiklah. Aku ikuti cara kau." Walau api kemarahan semakin menyala, tapi Togar terpaksa menuruti kemauan mantan anak buahnya. Permata itu begitu tinggi nilainya jika ia membunuh Firman sekarang ini. Tapi Togar akan pastikan Firman akan membayar mahal semua ini.
Lalu Togar memberi isyarat pada anak buahnya agar meletakkan senjata mereka ke tanah.
Firman tersenyum menang. "Syarat kedua, biarkan perempuan itu kesini."
Togar menghela nafas dalam-dalam, lalu melihat pada perempuan yang berdiri di sebelahnya.
Syamsul mendorong tubuh gadis itu kedepan.
Dengan kepala menunduk Nia berjalan hingga tiba di depan Firman. Saat itu Nia mengangkat kepala dan memandang mata Firman dari jarak dekat. Mata yang dulu menyukai dirinya, kini tidak lagi ia lihat.
"Kau polisi, kan?" Tali yang mengikat tangan Nia di lepaskan Firman dengan sebilah pisau. Lakban yang menutup mulut gadis itu juga di lepaskan tanpa simpati melihat luka sayatan di pipi gadis itu. Lalu Firman menarik tangan gadis yang dulu pernah di sukainya kebelakang.
Nia agak kaget ketika Firman tiba-tiba menarik tangannya kebelakang tubuh pemuda itu.
"Kau sudah dapat apa yang kau mau. Sekarang mana permataku!" Suara Togar lantang terdengar.
"Biasanya aku memegang janji. Tapi aku rasa kau tidak begitu."
Dor
Firman menembakkan pistol di tangannya ke arah Togar, sebelum menarik tangan Nia dan segera berlari ke dalam hutan. Tembakan demi tembakan di lepaskan Firman untuk menghalangi mereka.
"Pakai ini." Firman memberikan satu pistol yang telah ia siapkan pada Nia.
Nia yang tidak tahu apa yang di rencanakan Firman mengambil senjata itu dan ikut melepaskan tembakan kebelakang.
Mereka terus berlari membelah semaknya hutan. Sedikitpun Firman tidak menoleh pada gadis yang dulu pernah di cintainya. Firman terus berlari dan terkadang melepaskan tembakan ketika melihat bayang-bayang musuh.
Namun, apa yang di takuti terjadi. Peluru mereka habis sebelum sampai ke mobil. Mereka berdua berlindung di balik pohon besar dengan dada berombak kencang. Sedangkan di belakang mereka suara tembakan masih terdengar.
"Dengar aku! Kau larilah dan ikuti arah pohon yang kuberi tanda 'X' di setiap batangnya. Kau ikuti saja tanda itu, nanti kau akan menemukan mobilku. Ini kunci mobil. Sekarang pergilah!"
Nia terdiam melihat kunci yang di berikan Firman ke tangannya. Ia tak mampu berkata apa-apa, mulutnya seakan terkunci.
"Kau dengar tidak? Pergi sekarang!" perintah Firman tegas.
Nia menggeleng. "Gak, aku gak akan pergi." Bagaimana ia bisa pergi, sedangkan ia tahu bagaimana nasib Firman jika tertangkap oleh orang-orang tadi.
Dor
Suara tembakan semakin dekat terdengar. Firman mengulurkan kepala sedikit melihat seorang anak buah Togar yang mendekat.
Sebilah ranting kayu diambil dan di lemparkan Firman ke arah semak-semak. Dan ketika pria itu menoleh kesana. Firman melempar pistol di tangannya tepat mengenai kepala pria itu. Lalu Firman segera menerjang pria itu.
Krekkk
Batang leher pria itu di putar dengan sekali gerakan. Lalu senjata pria tadi di lucuti.
Tak ingin membuang waktu Firman dan Nia terus berlari hingga terdengar suara air yang cukup deras di sungai. Ternyata mereka semakin jauh masuk ke dalam hutan, yang artinya jalan raya juga semakin jauh.
Firman kembali menoleh pada gadis yang berjalan di sebelahnya. "Kita berpencar di sini. Kau pergi ke arah yang aku katakan tadi," ucap Firman.
"Tapi-"
Dor
Belum sempat Nia menjawab satu tembakan tepat mengenai bahu Firman.
Lalu Nia menoleh ke arah suara tembakan. Tampak Togar dan beberapa anak buahnya semakin mendekat.
"Pergilah, selamatkan dirimu!" Firman menyerahkan pistol di tangannya pada Nia. Ia tahu peluru pistol di tangan gadis itu sudah habis. Lalu Firman menolak tubuh Nia.
Walau berat untuk meninggalkan Firman sendiri, tapi Nia tetap mengikuti perintah Firman. Ia segera berlari, sesekali kepalanya masih menoleh ke arah Firman.
Firman tersenyum kecil melihat gadis itu akhirnya mau mendengar yang di katakannya. Setelah Nia hilang dari pandangan, Firman juga berlari sambil memegang bahunya yang terasa panas. Cairan merah tak henti keluar dari luka tembak di bahunya.
"Hahahaha. Firman...Firman. kau itu memang menyusahkanku saja."
Suara itu menyentakkan Firman yang kebingungan harus melangkah kemana karna jalan di depan hanya ada jurang yang terhubung dengan aliran sungai di bawah.
Firman menoleh kebelakang
Togar tertawa senang melihat wajah ketakutan mantan anak buahnya.
"Katakan, dimana kau sembunyikan permataku?"
Firman malah menyunggingkan senyum, membuat amarah Togar semakin memuncak.
"Katakan! Dimana kau sembunyikan permataku!" Suara Togar menggema di tengah-tengah hutan. Tapi Firman masih saja bungkam dengan senyum sinisnya.
"Mati saja kau!"
Dor!
Togar yang tak dapat lagi menahan emosi melepaskan satu tembakan dan tepat mengenai dada sebelah kiri Firman.
dan tentunya semua itu tergantung Author yaa....hihihiiiii 🤭
soalnya tanggung ini, kopi hampir habis tapi malah kalah cepat sama bab terakhir yang lebih dulu habis...
🤤😩
lanjutkan Thor 👍
kopi mana kopi....🤭
bab awal yang keren menurut saya, ilustrasi kehidupan keras dengan di bumbui seorang bocah berusia 2 tahun...
semoga tokoh Firman di sini, author bisa membawa nya sebagai figur ayah angkat yang hebat.
salut Thor...lanjutkan 👍👍👍