Zevanya memiliki paras yang cantik turunan dari ibunya. Namun, hal tersebut membuat sang kekasih begitu terobsesi padanya hingga ingin memilikinya seutuhnya tanpa ikatan sakral. Terlebih status ibunya yang seorang wanita kupu-kupu malam, membuat pria itu tanpa sungkan pada Zevanya. Tidak ingin mengikuti jejak ibunya, Zevanya melarikan diri dari sang kekasih. Namun, naasnya malah membawa gadis itu ke dalam pernikahan kilat bersama pria yang tidak dikenalnya.
Bagaimana kisah pernikahan Zevanya? Lalu, bagaimana dengan kekasih yang terobsesi padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naaila Qaireen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Bekerja seharian memang melelahkan, upah yang didapat tidak sebanding dengan tenaga yang keluar. Apalagi kaum rendahan seperti dirinya yang selalu dipandang sebelah mata oleh orang-orang.
Hinaan dan cacian acap kali didengar, hal tersebut sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Zevanya, status ibunya yang merupakan seorang kupu-kupu malam sangat berdampak besar pada dirinya.
Zevanya menghela napas, dibalik tenda yang memisahkannya dengan keramaian, ia acap kali termenung. Dan topiknya selalu saja masalah pekerjaan ibunya yang tak lazim itu, tentu saja sebagai anak ia tidak menginginkan. Tetapi ia tidak memiliki daya untuk menghentikan, wanita yang melahirkannya itu amat keras kepala.
Pernah suatu hari Zevanya menanyakan pada ibunya tentang perasaannya menekuni pekerjaan tersebut, dan memberitahukan segala perkataan orang-orang berupa hinaan serta bagaimana mereka yang membawa nama bapaknya yang telah berpulang.
Zevanya tentunya sangat sakit hati, tapi ibunya malah menanggapi dengan biasa saja. ‘Tidak usahlah kau pikirkan. Toh, bukan mereka yang kasih kita makan, mereka juga tidak tahu apa-apa, tetapi mulutnya pandai sekali berbicara!’ Ucapan ibunya melekat dengan kuat di memori kepalanya. ‘Mereka memang tahu apa? Hanya tahu melihat, menilai, lantas menggunjing’.
Setelah kepergian bapak, kehidupan mereka yang memang penuh keterbatasan semakin merosot ke titik di mana ia dan sang ibu pernah tidak makan berhari-hari. Di tambah lagi penagih hutang dengan bunga yang fantastis membuat kelimpungan. Hutang yang terpaksa bapaknya lakukan untuk menyambung hidup.
Menjadi pemulung, pencuci baju, pijat keliling, dan semua pekerjaan serabutan sudah pernah mereka lakukan. Namun, tetap saja semuanya tidak bisa mencukupi biaya hidup yang kian mahal.
Lelah dengan semua itu, ibunya mengambil jalan pintas. Ia yakin jika masih bertahan dengan kehidupan seperti itu, semua akan berakhir dengan kematian. Entah karena lapar, atau diburu oleh orang-orang penagih hutang yang begitu beringas.
Awalnya Zevanya yang baru memasuki usia remaja tidak mengerti kenapa ibunya membawa lelaki ke rumah, lalu memasukkan dirinya ke dalam lemari pengap nan gelap. Seiring berjalannya waktu, gadis itu mulai mengerti. Uang jajan yang diberi ibunya dikembalikan, makan yang disediakan ia hiraukan, dan puncaknya ia kabur dari rumah. Tidak tahan melihat ibunya yang terus membawa lelaki berbeda di tiap malamnya, tidak tahan terus terpenjara di lemari pengap dan gelap itu, serta suara-suara aneh yang merusak gedang telinganya. Ia lelah, takut dan cemas. Saat-saat itu, ia merindukan ayahnya yang telah tiada.
“Bapak....” Lirih Zevanya bersamaan dengan seseorang yang menyibak tenda tempatnya saat ini.
“Vanya! Mangkuknya sudah?” tanya orang itu, sembari menyimpan ember yang berisi mangkuk kotor yang harus ia cuci lagi.
“Sudah Bang, ini.” Zevanya memberikan mangkuk bersih tersebut, malam Minggu seperti ini pembeli bakso memang melonjak. Penjualnya kewalahan dan dengan senang hati menerima dirinya yang memang melakukan pekerjaan apa saja, asalkan itu halal.
Malam semakin larut, pembeli pun tinggal satu dua. Zevanya menyelesaikan pekerjaan terakhirnya dan menghampiri pemilik usaha.
“Makasih, Va. Saya merasa terbantu sekali, malam Minggu nanti kamu datang lagi, ya.” Pinta pria itu seraya menyodorkan selembar uang berwarna biru pada Zevanya.
“Iya, Bang. Pasti saya datang lagi.” Jawab gadis itu yang terlihat semringah mendapatkan bayarannya. Ia pun mengambil tas yang dititip di gerobak dan berpamitan.
Zevanya mulai menyusuri jalan, jam menunjukkan pukul 11 lewat. Gadis itu dengan bergegas melangkah menuju kosnya. Sesekali mengecek ponsel dan melihat pesan masuk dari sang pujaan hati.
Rasa lelahnya seolah sirna saat kekasihnya itu menanyakan kabarnya, ia pun dengan cepat mengetik untuk membalas.
‘Aku baik, kak. Sekarang mau pulang ke kosan.’ Balasannya dengan cepat dibaca, dan pria itu ingin menjemput untuk mengantarnya pulang.
Zevanya sudah menolak, tetapi kekasihnya tidak menerima penolakan. Akhirnya, ia pun pasrah dan menunggu jemputan.
Bibirnya tersungging manis, perhatian seperti inilah yang membuat ia sangat dan semakin mencintai pria itu. Dan yang paling membuat Zevanya menambatkan hati padanya, itu karena dia mau menerima dirinya apa adanya.
Saat orang-orang menghina Zevanya sebagai anak dari wanita yang suka menjajakan dirinya di depan Adrian—sang kekasih, pria itu membelanya dan menguatkan. Sungguh saat itu Zevanya tidak memiliki daya lagi, rasanya ia ingin lari dan menenggelamkan diri. Tetapi berkat kekuatan dari Adrian, ia pun dapat bersikap kembali seperti biasanya.
“Zevanya,” keasyikan melamun, gadis itu sampai tidak sadar bahwa mobil yang Adrian kendarai sudah berada di depannya. Pria itu turun, lalu membukakan pintu penumpang.
Saat Zevanya hendak menaiki mobil, dengan sigap tangan Adrian terangkat untuk melindungi kepalanya agar tidak terbentur. Sungguh perbuatan yang membuat gadis mana pun meleleh.
“Sebenarnya ndak perlu jemput aku di sini, Kak Rian. Aku bisa pulang sendiri,” kata gadis itu ketika keduanya sudah di atas mobil yang sudah siap melaju.
“Aku bakalan nggak tenang kalau kamu pulang jam segini sendirian,” kata Adrian penuh perhatian. Nadanya terdengar dewasa, sungguh mengayomi jiwa gadis di sampingnya. Umur Adrian yang memang 26 tahun sangat cocok dengan perawakannya.
Zevanya menunduk dengan menekuri jari-jemarinya, gadis itu tersenyum malu. Adrian yang melihatnya menyunggingkan senyum tipis, ia tahu gadis itu tengah tersipu.
“Sebenarnya kamu tidak perlu bekerja terlalu keras seperti ini Va, jika saja kamu mau menerima pemberianku,” helaan napas menyayangkan keluar dari mulut Adrian. Sudah berulang kali gadis yang berstatus kekasihnya ini menolak segala pemberiannya, hal tersebut tentu membuat Adrian tidak senang.
“Bukannya tidak mau menerima, tapi aku tidak mau di anggap cewek matre yang suka kamu karena harta.” Jelas gadis itu, diam-diam Adrian mencengkeram kemudi. Mereka berpacaran sudah dua tahun berjalan, dan tidak ada perkembangan.
“Justru itu yang aku mau. Aku tidak masalah mengeluarkan uang demi kamu, Sayang.” Mobil yang membawa mereka perlahan menurunkan lajunya.
“Jangan memanggilku dengan sebutan itu, Adrian!” sahut Zevanya spontan, bahkan gadis itu tidak sadar dengan panggilannya yang berubah. Zevanya sangat sensitif dengan panggilan ‘sayang’ karena sering mendengarnya ketika di lemari pengap. Dua manusia yang saling tidak mengenal tetapi keduanya seolah akrab dalam hal menjijikkan.
“Ouh... calm down, Va. Maaf, aku lupa kamu tidak suka dengan panggilan itu.” Ujar Adrian sangat menyesal, begitu pula dengan raut wajahnya. Hal itu sontak membuat Zevanya merasa bersalah.
“Tidak, seharusnya aku yang mengatakan itu. Maaf, Kak.” Kata gadis itu dengan kepala menunduk. Ia benar-benar merasa bersalah karena telah membentak Adrian.
“Tidak-tidak, memang aku yang salah.” Mobil itu menepi tepat di depan kos Zevanya. Adrian menoleh melihat kepala gadisnya masih menunduk, ia pun mengusapnya.
“Masuk, gih. Sudah malam,” kata pria itu, dan mendapatkan anggukan dari Zevanya.
Saat Zevanya sudah membuka pintu mobil dan bersiap keluar, Adrian kembali memanggilnya. Pria itu mendekatkan wajahnya pada wajah Zevanya, tempatnya pada bibir mungil yang berwarna pink alami.
Zevanya yang tahu maksud Adrian segera berlalu dan menutup pintu mobil, “Makasih, Kak. Aku masuk dulu ya, sampai jumpa...” ujar gadis itu dan dengan cepat menghilang.
Adrian kembali ke posisinya dengan raut yang berubah, seolah wajah ramahnya yang ia tampilkan sejak tadi bersama Zevanya hanya topeng semata. Pria itu bahkan memukul kemudi dengan kesal untuk melampiaskan.