Cerita ini kelanjutan dari novel "Mencari kasih sayang"
Pernikahan adalah ibadah terpanjang karena dilakukan seumur hidup. Pernikahan juga disebut sebagai penyempurnaan separuh agama.
Dua insan yang telah di satukan dalam ikatan pernikahan, tapi kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Hari memiliki rahasia yang dapat menghancurkan kepercayaan Resa. Apakah dia dapat bertahan?
Resa menemukan kebenaran tentang Hari yang telah menyembunyikan kebenaran tentang status nya. Resa merasa dikhianati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus memaafkan Hari atau meninggalkannya?
Apakah cinta Resa dan Hari dapat bertahan di tengah konflik dan kebohongan? Apakah Resa dapat memaafkan Hari dan melanjutkan pernikahan mereka?
Apakah mereka akan menemukan kebahagiaan atau akan terpisah oleh kebohongan dan konfliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 Lelah hati
Ternyata capek ya berusaha baik baik saja Di posisi sedang banyak masalah.Terlalu capek untuk di pikirkan dan Tidak mungkin untuk di ceritakan Akhirnya hanya bisa memilih untuk diam Dari setiap ke adaan.
Dari tadi ponselnya berbunyi terus.Entah itu panggilan keberapa yang tak di respon oleh pemiliknya. Resa tetap tidak mau beranjak dari sana.
Dan Hari masih menunggu istrinya mengangkat panggilan dari dirinya.Yeni berjalan didepan Hari, dia diam sebentar melihat kakaknya yang nampak tidak baik-baik saja.
"Sedang apa Aa disitu!" tanya Yeni pada kakaknya.
Hari melihat jarum jam di tangannya. Sudah mau jam 6. Dan sebentar lagi adzan magrib.
"gak apa-apa Yen." sahutnya tidak semangat. Mereka melangkah bersama.
Yeni menatap kakaknya yang tidak biasa.
"Ada masalah apa sih?" Tanya Yeni penasaran.
"Kenapa Teh Resa sampai ninggalin rumah?"sambungnya lagi bertanya pada Hari.
"Resa marah,tadi dia sempat pesan mau di belikan bubur kacang hijau,tapi AA pulang telat karena BI Ika sakit,Tadi aku antarkan dia dulu."
"Ya pantes dia marah." ucap Yeni sambil mengerutkan keningnya.
"Ya aku Nggak sampai lupa sama Resa juga. Tadi minta bantuan kamu kan untuk belikan Bubur. Tapi memang udah agak lama dari waktu dia minta sih."
"Weh weh terima kemarahan istrimu. wanita itu mahluk yang paling ingin dimengerti A. Kamu harus paham. Apalagi yang kamu tolong itu adalah perempuan. Ya pantas dia marah ."
"Terus aku harus bagiamana?Sudah minta maaf.Tapi dia tetep kabur juga kerumah orang tuanya" Seru Hari pasrah.
"Ya sabar, bujuk baik-baik." Yeni menepuk pundak kakaknya. Dia berjalan lebih dulu meninggalkan Hari.
Banyak hal yang ingin sekali Resa ceritakan, tapi pada akhirnya hanya bisa disimpan dalam pikiran. Banyak sekali lelah yang ingin ditunjukkan, tapi wanita itu terlalu banyak mempertimbangkan. Karena takut akan menjadi beban, takut menjadi bahan cemoohan, dan takut diremehkan.
Sebenarnya dia sangat lelah jika harus terus memendam semuanya seorang diri, tetapi dia juga tidak ingin dihakimi lagi untuk kesekian kali. Dan hingga pada akhirnya mulai tersadar, ternyata dari sekian banyak manusia di dunia ini, hanya diri sendiri yang bisa memahami.
Hari sudah larut malam, tapi wanita berwajah muram itu belum juga bisa tidur. Isi kepalanya terlalu ramai sekali, ada banyak hal yang membuat dia makin berantakan. Rasa ingin sekali menangis, tapi dia tak sanggup lagi sekarang. Hanya bisa diam menatap tembok kamar sambil terus bertanya, kapan bahagia itu akan datang?
"Sedang apa kamu di sana? apakah bisa tidur nyenyak?" Resa berbicara sendiri, seolah-olah berbicara dengan suaminya yang tidak ada di sana.
"Kamu yang aku harapkan sebuah kebahagiaan, nyatanya membuat luka yang begitu dalam. Memberikan sebuah harapan dan meyakini dengan penuh keyakinan, lalu mana semuanya? Semua itu hanyalah omong kosong."
Resa terus berbicara sendiri, seolah-olah mencoba memahami apa yang terjadi dalam hidupnya.
"Seperti melempar sebuah batu ke laut, tetapi kau tak tahu sedalam apa batu itu tenggelam. Begitu pun aku yang kau berikan harapan, lalu kau jatuhkan sedalam-dalamnya. Aku masih ingat pesan terakhirmu, aku masih ingat janji-janji manismu sebelum kamu menikahi aku."
Resa berhenti berbicara, seolah-olah kehabisan kata-kata. Dia hanya bisa menatap tembok kamar, mencoba memahami apa yang terjadi dalam hidupnya.
"Bodohnya, aku malah mempercayai itu semua. Di hari bertambahnya usiaku, harusnya menjadi hari kebahagiaan ku, tapi kamu membuat hari itu menjadi luka yang tak terlihat, namun begitu menyakitkan.
Jika ada satu harapan, aku harap bisa melupakan semua kekecewaan ini. Karena luka yang kau berikan begitu dalam, aku tak benci, hanya saja kecewa..."
Satu jam kemudian, Resa menerima panggilan dari suaminya. Suara bising dari ponselnya yang terus berbunyi membuatnya merasa terganggu. Pria itu masih berusaha membujuk istrinya.
Resa diam saja, membiarkan suaminya berbicara sendiri. "Dengerin AA bicara Ai! Kamu jangan marah begini?" ucap Hari pada Resa.
Beberapa kali dia mencoba menghubungi Resa, tapi istrinya selalu menghindari dirinya. "Gak usah mikirin Aku. Pikirin aja Umai dan BI Ika sana," ujarnya dengan mata yang berembun.
"AA tahu AA salah, Aa minta maaf," kata Hari.
"Aku maafin! Tapi Aku masih kesal sama Aa. Gak usah jemput, aku mau tidur di sini saja," jawab Resa.
"Kenapa tidur disana, terus AA sama siapa disini?" tanya Hari.
"Terserah. Di sana ada umai, atau barangkali mau ketemu sama BI Ika lagi, silahkan A," kata Resa sambil mendengus kesal.
Hari mendengarkan serius. Tumben istrinya seperti itu.
"Tidak usah berkata tentang BI Ika lagi. Aa tidak ada perasaan apa-apa sama dia. Yang terjadi sore itu murni karena rasa kemanusiaan AA saja," ucap Hari sambil mengusap wajahnya.
"Tolong A, izinkan aku nginap di rumah bapa malam ini," kata Resa.
"Aini!" jawab Hari, suaranya terdengar khawatir.
"Sudahlah A, aku nggak mau berdebat," sahut Resa.
Dia menutup panggilannya, kemudian berjalan ke dalam kamar berniat tidur dengan Tina.
"Sesekali kamu harus lihat kalau aku sedang marah A. Selama ini aku selalu diam. Tapi bukan berarti aku tidak bisa marah juga," lirih Resa merasa kesal pada suaminya.
Meskipun dalam hati dia merasa tidak tega juga meninggalkan suaminya seperti itu.
"Maafkan aku ya Allah. Bukan karena aku ingin menjadi pembangkang kepada suami. Hanya ingin sedikit memberikan pelajaran saja padanya."
Hari Tak bisa membiarkan istrinya menginap di rumah orang tuanya. Rasa bersalah masih menyelimuti hatinya sekarang. Namun berdebat juga hanya akan membuat hubungan mereka lebih buruk saja.
Resa masuk ke dalam kamar menghampiri Tina yang sedang rebahan sambil memainkan ponselnya. Tina langsung menghentikan gerakan tangannya dan beralih menatap sang kakak.
"Kenapa Teh?" tanya Tina.
"Kesel sama suami," sahut Resa.
Tina hanya tersenyum. "Ya sudah kalau kesel, lampiaskan amarahnya sampai mereda. Kenapa harus di pendam sendiri. Emang namanya rumah tangga itu isinya gak bahagia terus ya?"
"Tina kamu lapar gak, jajan keluar yuk!" ajak Resa Mengalihkan pertanyaan sang adik
"Nah ada cuanki. Ayo cepetan keluar," kata Resa
menarik tangan adiknya untuk keluar. Dan mereka berjalan ke arah halaman rumah. Dengan cepat ingin menghentikan pedagang cuanki yang sedang lewat di depan rumahnya.
BUG! Resa tersandung kaki meja. Dia langsung berjinjit mengangkat kakinya.
"Awww sakit!" keluhnya.
"Yaelah Teh, kenapa gak hati-hati," kata Tina.
"Coba lihat dulu apa yang sakitnya," ajak Tina.
Tina mendekat pada Resa. "Ih, ini mah memar Teteh."
"Udah gak apa-apa Tin!" kata Resa.
"Gak apa-apa gimana itu kakinya lebam gitu?" Tina yang melihat kaki Resa meringis.
Kebetulan Hari baru saja datang, dia memarkirkan motor di halaman rumah mertuanya. Dia melihat istrinya sedang duduk bersama sang adik.
"Kenapa!" tanya Hari.
"Ini Teh Resa kakinya kesandung meja!" jawab Tina.
Marhaban ya ramadhan
mohon maaf lahir dan batin, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
maaf yah,up nya sedikit. Dengan alur yang ringan.insyaallah di usahain up Tiap hari,Tapi gak tentu jam berapa.Sesempatnya Q bisa nulis aja..☺️
dan hari JD suami harus peka
apalgi resa LG hamil
moodnya it sprti bunglon
g bs berpaling aq Thor😅